|

STRATEGI DAN TANTANGAN BANK SYARIAH DALAM MENGHADAPI TATANAN KEHIDUPAN BARU

Penulis: Athia Faqiha Salsabila Azhari
Prodi Perbankan Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam-UINSU

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN| Selasa (4/08-2020), Pandemi Covid-19 atau yang sering disebut sebagai virus corona pertama kali muncul di Wuhan, Tiongkok pada bulan Desember 2019, kemudian penyebaran virus ini sangat cepat hingga sampai masuk ke Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020.

Pada saat itu presiden Joko Widodo mengumumkan ada dua orang warga negara Indonesia positif corona. Hingga sampai saat ini jumlah pasien meningkat setiap harinya. Banyak sekali yang terkena dampak covid-19 termasuk ancaman terhadap perekonomian. Pembiayaan yang sudah tidak selancar dulu, menjadikan banyak perusahaan yang bermitra dengan perbankan syariah mengalami masalah finansial. Dengan begitu, Republik Indonesia akhirnya telah memberlakukan tatanan normal baru atau yang sering dikenal dengan istilah “New Normal”.

Ancaman terhadap roda perkonomian nasional dan ketidak jelasan kapan pandemi ini berakhir menjadi pertimbangan utama dalam pemberlakuan New Normal. Menko Perekonomian, Airlangga Hartato menjelaskan bahwa New Normal menjadi sangat perlu dan penting demi menggerakkan lagi aktivitas ekonomi yang hampir lumpuh akibat berhentinya aktivitas sosial.

Perlambatan ekonomi global dan nasional imbas COVID-19 tentu memberi tantangan pada ekosistem perbankan syariah di Indonesia. Kondisi ini pun mengharuskan mereka mencari inovasi baru agar bisa bertahan menghadapi situasi yang penuh ketidakpastian ini.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Teguh Supangkat mengatakan di masa pandemi COVID-19 ini perbankan dituntut untuk selalu inovatif terutama dalam mengatasi risiko keuangan yang terjadi. Sebab, kondisi ekonomi dan stabilitas sistem keuangan kian cepat berubah di masa ini.

Seperti yang dilakukan Perbankan Syariah di Tanah Air menyusun strategi untuk memasuki fase kenormalan baru atau new normal dan menghadapi risiko pelemahan ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Ketua Komite Bidang Sosial dan Komunikasi Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Indra Falatehan memaparkan lima strategi yang akan dilakukan bank syariah untuk memasuki fase new normal.

Pertama, Indra mengatakan bank syariah akan tetap melakukan mitigasi risiko, salah satunya adalah dengan merestrukturisasi pembiayaan karena pandemi Covid-19 yang berdampak pada sektor riil dipastikan akan mengganggu kemampuan bayar debitur. Namun bank akan melakukan pemetaan, mana yang layak diberikan restrukturisasi dan mana yang tidak. Pasalnya, pemberian restrukturisasi ini akan menekan pendapatan bank. Di samping itu, bank juga dihadapkan pada risiko likuiditas yang berpotensi mengetat karena pemberian restrukturisasi.

Strategi kedua yaitu bank syariah akan tetap memacu pertumbuhan karena disisi lain bank juga harus mengeluarkan biaya bagi hasil yang harus dibayarkan kepada deposan. Ketiga yaitu digitalisasi layanan perbankan. Menurutnya, digitalisasi perbankan memang telah dilakukan sebelum wabah terjadi, namun saat ini menjadi momentum untuk menguji apakah digital banking milik bank akan dimanfaatkan nasabah atau tidak.

Selanjutnya, strategi keempat, Indra mengatakan bank syariah harus melakukan pendampingan kepada pelaku UMKM dengan membantu mendigitalisasi segmen usaha ini agar bisa tetap hidup. Kelima, bank syariah harus melakukan inovasi. Memasuki fase new normal kata Indra, bank tidak dapat menggunakan cara lama dalam menjalankan bisnis termasuk memberikan layanan kepada nasabah.

“Yang paling penting, para pemimpin bank syariah harus cerdas, tidak bisa menggunakan cara yang lama, harus cara yang baru agar bisa beradaptasi karena yang menang bukan yang pintar, tapi yang bisa beradaptasi,” kata Indra.

Namun dengan adanya strategi diatas tidak memungkinkan terjadinya tantangan untuk bank sendiri. Tantangan utama yang dihadapi adalah dari sisi pembiayaan. Bank tidak bisa melakukan ekspansi seiring dengan penurunan permintaan.

Sehingga bank fokus pada strategi bersamaan dengan implementasi kebijakan restrukturisasi pembiayaan dan penyesuaian cara berbisnis yang dilakukan bank ini adalah proses yang tidak mudah, digitalisasi misalnya.

Melalui cara digitalisasi memungkinkan bank untuk bisa memenuhi kebutuhan nasabahnya namun tetap dapat berkontribusi profit melalui operasional bank dengan cara lebih efisien. Era digital berakibat nyata bagi bisnis bank. Akan hilangnya pekerjaan yang menggunakan cara-cara lama, akan lahirnya pekerjaan baru dengan cara-cara baru.

Faktor kepercayaan akan keamanan yang diselenggarakan oleh platform digital banking. Karena semakin tingginya perkembangan teknik-teknik maka semakin banyak pula penyalahgunaan data oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Kemudian bagaimana mengembangkan karakteristik nasabah. Artinya, meluaskan pasar perihal layanan yang diberikan agar bisa dijangkau oleh berbagai kalangan.

Karena tidak semua nasabah bank peka dan mengerti terhadap kemajuan teknologi yang semakin berkembang pesat ini. Sehingga tidak bisa digunakan atau dinikmati oleh semua kalangan.

Seperti mempersulit para lansia karena mereka sudah tidak paham lagi terhadap digitalisasi, membuat kaum milenial menjadi bermalas-malasan karena semua nya bisa dilakukan tanpa harus pergi ke bank atau bisa dilakukan langsung dirumah atau di kantor.

Bank semakin sunyi dikarenakan banyak yang lebih tertarik terhadap digital banking, dan yang pastinya harus memiliki koneksi internet yang bagus untuk bisa bertransaksi.

Namun banyak pula masyarakat atau para generasi milenial yang menganggap adanya digitalisasi atau digital banking ini membawa hal yang positif. Karena penggunaan cara digital yang memungkinkan untuk melakukan cara berbisnis atau bertransaksi yang lebih mudah, lebih cepat, lebih murah,lebih nyaman, tidak capek, lebih hemat waktu, lebih hemat biaya, lebih simple, tidak ribet dan tidak bertele-tele karena bisa dilakukan sambil melakukan aktivitas lainnya seperti dikantor, dirumah ataupun ditempat lainnya.

Dan seperti fase new normal atau tatanan kehidupan baru, digitalisasi ini sangat diperlukan, karena sebagian orang masih ragu atau takut untuk berpergian ketempat umum ataupun ketempat keramaian. Digitalisasi banking ini dapat membantu untuk mempermudah bertransaksi atau melakukan pembiayaan disaat - saat seperti ini. Dengan begitu fase tatanan kehidupan baru atau new normal ini dapat membantu menguji apakah digital banking ini bermanfaat dan apakah mendapatkan respon yang positif dari para nasabah bank. Karena sudah hampir semua bank sudah menyiadakan layanan digital banking ini.

Lalu apakah bank syariah mampu menjalankan strategi-strategi yang telah dibuat untuk tetap bisa menstabilkan perekonomian bangsa dengan adanya tantangan-tantangan yang terjadi di masa pandemi Covid-19 menuju fase tatanan kehidupan baru atau new normal ? Kita doakan saja semoga pandemi Covid-19 ini segera berakhir dan kita bisa menjalankan aktivitas seperti biasanya, dan dapat menstabilkan kembali dan menggerakkan aktivitas ekonomi yang hampir lumpuh akibat berhentinya aktivitas sosial ini. [◇]

Identitas Penulis:
Athia Faqiha Salsabila Azhari
Prodi Perbankan Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam-UINSU
Peserta KKN-DR Kelompok 50 UINSU 2020




Komentar

Berita Terkini