TOBASA- SUMUT I Media Nasional Obor Keadilan I Rabu
( 08 / 11 / 2017 ). Proyek yang berada di dinas Pariwisata Kabupaten Tobasa
ini berlokasi dipantai pasir putih Desa Parparean II Kecamatan Porsea Kabupaten
Tobasa hanya berjarak 20 meter dari pinggiran air Danau Toba. Selain itu,
pelaksanaan pembangunannya menggali
pasir pantai dan galian pondasi untuk menguruk pada pekerjaan pembuatan
pedestrian dipinggir pantai tersebut, sehingga sepanjang pedestrian menjadi
kubangan air akibat pasirnya dimanfaatkan untuk timbunan pedestrian yang
merupakan pasir jenis kwarsa atau pasir kaca.
Menurut pendapat Aktivis Lingkungan Hidup Sumatera Reynaldi
Hutajulu, “Kalau menurut saya, ini proyek Pariwisata, justru malah merusak alam
dan indikasi legalitasnya pun tidak ada,” katanya saat dikonfirmasi awak media.
Kejanggalan lain menurut warga dan kepala desa Parparean II
adalah lokasi yang sudah ditentukan berdasarkan hasil pertemuan Pemkab Tobasa
dan masyarakat desa Parparean II tidak sesuai dari kesepakatan, hal ini tampak
adanya pembangunan proyek tersebut bertumpu disatu lokasi saja, termasuk
perletakan kios-kios yang sebelumnya disepakati dilokasi yang berbeda.
Dari pengamatan dilapangan, pembangunan objek wisata ini
terlalu dekat kepinggir pantai dan cenderung memanfaatkan lokasi pantai pasir putih
yang muncul akibat surutnya permukaan air Danau Toba beberapa tahun ini. Jika
air danau toba kembali naik 50 cm saja maka pedestrian dan fasilitas yang
dibangun dengan biaya lebih dari 1 milyar ini akan terkikis ombak ujar salah
seorang penduduk yang enggan menyebutkan namanya, apalagi pasangan pondasi batu
padas tersebut dibangun diatas pasir tampa ada cerocok dibawahnya.
Peraturan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara No. 1 Tahun 1990
tentang Penataan Kawasan Danau Toba, yang antara lain mengatur 50 meter dari
garis pantai Danau Toba harus bebas dari bangunan, ternyata hanya bualan saja
dan malah dilanggar oleh pihak pemerintah daerah yang sekaligus memberikan
contoh yang tidak baik bagi penduduknya. (tim/red)