|

KETIKA MURID YANG TIDAK DIHARAPKAN TIBA


Oleh: Dwi Skaryani

[Mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan Islam-UINSU
Peserta KKN 160]

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN| Jumat [14|08-2020], Semua guru berharap memiliki murid yang rajin, aktif , patuh, berpenampilan sopan  dan tentunya berprestasi serta mampu mengharumkan nama guru dan sekolahnya.

Namun demikian, ada saja siswa dengan permasalahan tertentu membuat dirinya sangat tidak disukai guru dan warga sekolah lainnya. Siswa yang sering tidak hadir tanpa keterangan (alfa), membolos, ribut di kelas, tidak mau mengerjakan tugas, nakal, ditambah dengan prestasinya rendah adalah siswa yang tidak diharapkan keberadaannya di sekolah tersebut karena selain mengganggu ia juga dianggap membuat cape warga sekolah baik lahir maupun batin.

Siswa seperti ini lazim ada di setiap sekolah dan warga sekolah sudah memiliki sejumlah cara untuk mendidiknya. Namun demikian, terkadang ada siswa yang melakukan pelanggaran berat dan sangat mempermalukan sekolah, ini menimbulkan reaksi yang hebat dari guru dan warga sekolah lainnya yang mendorong pimpinan sekolah untuk memberikan sanksi terberat, mengeluarkan siswa itu dari sekolah.

 Bagi sekolah yang mengeluarkan siswa tersebut, persoalannya tidak begitu rumit karena siswa biasanya tidak dikeluarkan secara eksplisit, orang tuanya diminta untuk menandatangani ’surat pengunduran diri’, dan masalahnya selesai.

Sementara pihak yang didatangi siswa dan orang tuanya lazimnya mengalami dilema yang hebat. Warga sekolah yang memperoleh sejumlah informasi dari masyarakat cenderung menolak dan mendesak pimpinan sekolah untuk tidak menerima siswa tersebut.

Sementara itu, pihak dinas pendidikan dan terkadang sejumlah ’aktivis’ LSM juga mendesak agar pimpinan sekolah menerima siswa tersebut disekolahnya.
Akhirnya terjadi kompromi antara pimpinan sekolah dan pejabat dinas pendidikan serta para aktivis LSM, yakni menerima siswa tersebut dengan sejumlah persyaratan tertulis.

Namun demikian, masalah di sekolah tersebut tidak berhenti begitu saja. Penolakan-penolakan warga sekolah baik secara implisit maupun eksplisit masih ada dan ini memerlukan upaya keras untuk mengatasinya.

Beberapa upaya dapat dilakukan oleh guru pembimbing berkenaan dengan situasi dan kondisi yang terjadi. Pertama, guru pembimbing melakukan pembicaraan dengan orang tua dan siswa berkenaan dengan ketentuan dan tata tertib sekolah, pembelajaran, dan kegiatan pendidikan lainnya.

Pada pertemuan ini ditekankan bahwa kerjasama orang tua dan pihak sekolah harus maksimal sehingga masing-masing pihak harus proaktif untuk keberhasilan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Penampilan siswa terutama dalam cara berpakaian juga menjadi topik pembicaraan dalam pertemuan ini. Pada intinya, masing-masing pihak harus memahami berbagai hal yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan siswa di sekolah tersebut.

Hal kedua yang perlu diatasi adalah berkenaan dengan anggapan warga sekolah bahwa penerimaan siswa tersebut dapat memperburuk reputasi sekolah dimata masyarakat. Anggapan ini ditepis dengan memunculkan pemikiran terbalik bahwa siswa tersebut dikeluarkan dari sekolah asal karena pihak sekolah asal itu tidak mampu memberikan layanan terbaik bagi siswa tersebut (kalau tidak disebut gagal) baik dari segi manajemen, kurikulum maupun bimbingan, sehingga siswa yang pada mulanya masuk dalam keadaan baik malah menjadi buruk dalam lingkungan sekolah tersebut.

Oleh karenanya, jika sekolah mampu mendidik anak yang bermasalah ini berhasil menyelesaikan pendidikannya, maka sekolah ini lebih baik dari sekolah asal siswa tersebut.

            Ketiga, wali kelas dan guru yang lainnya perlu diyakinkan bahwa mereka mampu mendidik siswa tersebut menjadi lebih baik lagi mengingat prestasi dan pengalaman yang mereka miliki dalam mendidik para siswa sebelumnya di sekolah ini. Dikemukakan pula tujuan pendidikan yang realistis untuk siswa tersebut yang tidak terlalu membebani wali kelas dan juga guru lainnya.

            Pencitraan baik bagi siswa adalah upaya keempat yang harus diciptakan. Pandangan-pandangan yang tidak tepat terhadap siswa itu baik dimata guru-guru, pegawai sekolah maupun  siswa. Pencitraan baik dimunculkan dengan memberikan informasi yang baik dan optimis berkenaan dengan siswa tersebut pada warga sekolah. Jika ada guru atau siswa yang bertanya/mengkonfirmasi informasi negatif tentang siswa tersebut, maka informasi tersebut perlu diluruskan sambil memberi wawasan-wawasan positif berkenaan dengan siswa tersebut.

Upaya selanjutnya adalah menyusun rencana bimbingan responsif baik untuk siswa itu maupun siswa-siswa lainnya agar ’kasus’ tersebut tidak terjadi lagi dan siswa itu nyaman belajar dan berhasil menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran dengan baik. Pemantauan perkembangan siswa itu dari segi perkembangan lainnya seperti individual, sosial, maupun karir perlu dilakukan untuk menjamin keberhasilan siswa.[◇]

Identitas Penulis ;

Dwi skaryani

[Mahasiswa Jurusan Manajemen Pendidikan Islam-UINSU
Peserta KKN 160]



Komentar

Berita Terkini