|

Jelajah Pulau Takong, (Sesi 2) Singapore itu seperti Halaman Rumah Saya

BATAM | MEDIA MASIONAL OBOR KEADILAN | Selasa (30/11/2021)-Tim Jelajah pun naik ke jalan atas menuju rumah yang dimaksud Nelayan tadi, saat menaiki Rumah itu jalannya cukup menanjak terbuat dari semen dengan kemiringan sekitar hampir 45 ° cukup tinggi dan Ngos-ngosan juga , rumah itu sepi tidak ada orang nya, disini Kami pun bingung harus menemui siapa di saat Clingukan lagi lalu datang lah pria baya dan bapak itu menanyakan kami dari mana ? dan keperluan apa? 

Beres pun menyampaikan bahwa "Kita dari Media pak" setelah di jelaskan maksud dan tujuan bapak itu mempersilahkan kami untuk di bangku teras, tapi kami memilih duduk di bawah pohon mangga, udara sangat sejuk dan pemandangan terlihat lepas.

Lalu bapak itu memperkenalkan dirinya dan dari sini baru diketahui kalau bapak itu bernama Pak Syariful. A (55 tahun) adalah Penjaga menara suar takong.

Pak Syariful menjelaskan bahwa di pulau ini tidak ada warganya "kalau yang di bawah itu mereka nelayan yang berasal dari pulau terung dan membuat rumah singgah untuk melaut".

Akhirnya Beres melirik ke arah David dan mengerti kenapa di saat datang tidak ada penghuninya." adik adik ini datang dari Batam untuk meliput masyarakat Pulau ya?" Tanya Pak Syariful. Kami pun menjawab bersamaan "iya pak."

"Dipulau ini yang ada hanya menara suar dan kita yang menjaga nya" ucap pak Syariful. 

Beres pun mengatakan " bagaimana bang David? "

Lalu kami pun meminta ijin ke pak Syariful apa boleh kita menulis tentang pulau takong ini dan menara suar serta fungsi dari tugas Pak Syariful sebagai penjaga menara suar.

Pak Syariful menjelaskan "bahwa kalau disini ada prosedurnya, tapi dari penjelasan adik adik ini silahkan isi buku tamu dulu" sambil memberikan sebuah buku dan pulpen dan langsung saja kami tulis nama dan media kami.

Lalu kami katakan "kalau dijinkan kami akan menulis pak, tentang navigasi dan kegunaan nya, terus terang di saat kami melihat pulau ini dari jauh , kita lihat sangat bagus dan sedap untuk di pandang, agar masyarakat juga mengetahui bahwa di Pulau terluar ini ada Menara Suar yang menjadi Tiang utama Alur Pelayaran di Selat Malaka" jelas David.

Pak Syariful melanjutkan "Baikalh Kalau begitu Bapak ijin kan kalian menulis tentang Kegunaan Menara suar dan Navigasi "

Ada kelegaan dihati Kami berdua sebagai pewarta yang meliput dan mandiri dalam Peliputan.

Pulau Takong sebuah tanah kira kira seluas 4000 m2 yang membentuk seperti Tempurung kelapa, di Pulau ini ada Tiga buah bangunan rumah yang menjadi tempat tinggal Pak Syariful serta temanya serta tempat gudang bagi barang barang Navigasi Pulau.

Di Pulau ini juga terdapat Pepohonan yang sangat rindang , pohon Kelapa jurnalis menghitung ada sekitar 15 Pohon dan ada 8  pohon mangga, semuanya terawat dengan baik. 

Lalu ada Menara Suar yang tingginya mencapai 30 meter dan menara Radar, di pulau ini Jalur Komunikasi tersambung dengan baik bisa Internetan, tapi terkadang ada roaming dari Singapura juga.

Pak Syariful menjelaskan bahwa Pentingnya Menara suar ini karena Menara suar ini menjadi Tiang utama Bagi Pelayaran di selat Malaka, menara suar ini menjadi Patokan bagi Kapal kapal tangker dan kapal lainnya.

Menjaga menara suar di pulau itu, Syariful bukanlah orang baru. Sedikitnya sudah tujuh tahun lamanya ia menjaga Menara Suar (Mercusuar) di Pulau Takong itu. 

Tujuh tahun tinggal dan menetap disana  bukanlah waktu yang singkat. Aktivitas keseharian di sepanjang hari ia lalui dengan kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang. 

Iya, dia Syariful. Pria paruh baya yang usianya sudah cukup tua namun semangatnya  masih muda. Usianya kini sudah menginjak 55 tahun, pria kelahiran Tanjung Pinang 1966 ini masih terlihat bugar dan sehat. 

Orangnya cukup periang, ramah kepada semua orang yang baru ia kenal. Itu pulah lah yang menjelaskan kenapa pria ini terlihat muda. 

Tinggal dan menetap di Pulau Takong bertahun-tahun, banyak kisah cerita dan pengalaman yang dilaluinya. Apalagi pulau yang ia jaga bukan lah pulau pada umumnya. 

Pulau itu menjadi jantung keselamatan arus pelayaran internasional, di pulau ini ada menara suar (Mercusuar). Itulah yang ia jaga selama ini, dikala sore hari menjelang malam hingga pagi hari tanggung jawab agar lampu menara suar tetap menyala ada dipundaknya. 

Syariful tak punya banyak kosakata menjelaskan secara detail perjalanan hidup setiap hari yang dilaluinya. 

Yang dia tau, hanya bekerja dan menghabis kan waktu bertahun tahun untuk menjaga Menara Suar itu. 

“ inilah hidup saya. Jiwa saya ada di pekerjaan saya,” cetus Syariful singkat. 

Meski terlihat ketus, Syariful adalah orang baik. Ia akan menyambut dengan baik setiap warga yang akan berkunjung ke pulau itu. Hanya saja, setiap pengunjung yang memasuki area itu terlebih dahulu mendapatkan ijin, pasalnya pulau ini bukan pulau sembarangan yang begitu mudah untuk dimasuki warga. 

Dipulau itu dipasangi CCTV, alat radar, menara suar dengan dilengkapi unsur kelengkapan ke navigasi an.

Pulau ini merupakan jantung rambu lalu lintas pelayaran kapal. Jika menara suar tak menyala satu malam saja, maka jalur pelayaran kapal akan semberawut. Ada ratusan bahkan ribuan kapal yang melintasi perairan pulau Takong. Mulai dari kapal nelayan, kapal domestik, kapal Tanker, kapal Logistik hingga kapal armada perang. 

Setiap hari, Syariful akan berjaga malam di pulau itu. Ia ditemani satu orang rekannya Rido. Lampu menara suar akan mereka kendalikan dan pastikan hidup mulai dari pukul 18:00 WIB hingga 06:00 WIB. 

Yang dijaga Syariful, ternyata tak hanya menara suar. Ada pelampung suar yang berada didaerah perairan Belakang Padang yang harus ia pantau. Tugas berat akan mendatanginya jika lampu pelampung suar mati maka ia akan memastikan betul kendala lampu pelampung suar kemudian melaporkan ke kantor Distrik Navigasi Kelas 1 Tanjung Pinang. 

“Tugas kami itu banyak dik, Cuman pekerjaan seorang Navigasi tak begitu familiar dikalangan masyarakat. Masyarakat pun banyak yang tidak tau apa itu navigasi, biasalah hidup dan tinggal di pulau perbatasan,” ucap Syariful yang diwaktu senggangnya selalu memancing ikan untuk membunuh kejenuhannya.

Kerut kulit wajah Syariful terlihat jelas di dahinya, ia terus melanjutkan cerita sore itu. Sedari menghisap sebatang rokok membuatnya mengingat semua perjalanan yang ia lalui. 

“Banyak lah pak, kerjaan navigasi itu jarang ditempat keramian. Harus terpisah bersama anak dan istri,” kata Syariful.

Syariful harus memilih ‘dua dapur’ berpisah dengan anak dan istri. Ia akan kembali pulang bertemu anak dan istri dalam rentang waktu yang cukup lama. 

“Sudah terbiasa dik, kita hanya sering komunikasi dengan anak anak dan istri lewat telpon. Kalau ada cuti dan urusan penting baru bisa pulang menemuin mereka,” kata Syariful. 

Syariful mengaku akan pulang satu kali dalam tiga bulan, bahkan lebih. Itulah yang dilalui Syariful.

Kendati pekerjaan seorang navigasi tak begitu dikenal masyarakat tak menyurutkan semangat Syariful untuk mengabdikan diri bekerja. 

“Pekerjaan adalah jiwa saya. Tidak mudah, dan tidak semua orang betah tinggal dipulau terluar. Tapi balik lagi, seorang navigator itu pekerjaan adalah jiwanya,” kata dia. 

Apalagi iya, lanjut dia setiap hari seorang navigator mercusuar hanya menghabiskan waktu sepanjang hari mulai dari malam hingga pagi hanya di pulau. (David) 

Editor : Redaktur

Penanggung Jawab berita : Obor Panjaitan

Komentar

Berita Terkini