|

Pesta Korupsi di Balik Sewa Lahan Parkir Depok? Sekda & Wali Kota Bungkam, Ormas Turun Tangan"


INVESTIGASI MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN

KASUS SEWA ASET PEMKOT DEPOK TERUNGKAP CACAT PROSEDUR, PAD DIJARAH: TANDA TANGAN ADA, IZIN WALI KOTA DIDUGA TAK JELAS

Media Nasional Obor Keadilan | Depok, 05 Juli 2025 — Setelah perhatian tajam terhadap nilai sewa lahan parkir milik Pemkot Depok yang dinilai terlalu murah, investigasi Media Nasional Obor Keadilan kini masuk ke babak baru: mengungkap cacat prosedural dalam proses pengesahan kontrak.

Hasil observasi dan investigasi mendalam mengindikasikan bahwa pengelolaan aset daerah senilai miliaran rupiah ini tidak sepenuhnya melalui prosedur hukum yang semestinya, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Alur Pengesahan Kontrak Tak Dijalankan, Aura Persekongkolan Mencuat 

Dalam struktur pemerintahan daerah, proses pengesahan kontrak pemanfaatan aset daerah — termasuk lahan parkir — harus melalui serangkaian tahapan formal:

  1. Evaluasi oleh Badan Keuangan Daerah (BKD)
  2. Persetujuan teknis dari Sekretaris Daerah (Sekda)
  3. Bila lahan bernilai strategis, wajib ada izin tertulis dari Wali Kota, sesuai Pasal 101 PP No. 27 Tahun 2014.

Namun, dalam beberapa kontrak yang ditandatangani oleh Kepala BKD Wahid Suryono, tidak ditemukan dokumen publik berupa disposisi Sekda Supian Suri maupun SK persetujuan dari Wali Kota Mohammad Idris.

Padahal, lokasi-lokasi seperti Margonda Raya, Alun-Alun GDC, dan pasar-pasar besar seperti pasar Agung secara nyata tergolong aset strategis.

Kalau izinnya tak ada, maka seluruh kontrak itu cacat hukum. Wali Kota wajib tahu dan menyetujui secara tertulis. Kalau tidak, berarti ada upaya melewati sistem,” tegas salah satu sumber internal Pemkot yang enggan disebutkan namanya.

Dugaan Jalur Informal: Kepala Ormas Terlibat?

Di tengah lemahnya transparansi prosedural, tim investigasi juga mendapati bahwa seorang kepala ormas lokal secara aktif menghubungi redaksi dan mengajak bertemu langsung. Dalam pertemuan tersebut, kepala ormas berjanji akan mempertemukan jurnalis dengan pihak pengelola alias pemenang tender.

Disebutkan pula bahwa kepala ormas itu merupakan kawan dekat dan akrab dengan pihak pengelola, bahkan sempat berbagi informasi panjang lebar mengenai skema kontrak dan hubungan personal di baliknya.

Temuan ini semakin memperkuat dugaan bahwa jalur informal berperan dalam distribusi aset publik, yang seharusnya hanya boleh terjadi melalui prosedur lelang terbuka dan persetujuan resmi kepala daerah.

Infografis Alur Resmi Pengesahan

Dalam edisi ini, Obor Keadilan juga merilis diagram resmi alur pengesahan kontrak sewa aset daerah. Infografis tersebut memperlihatkan bahwa:

  • Sekda harus memberi persetujuan teknis
  • Wali Kota wajib beri izin tertulis untuk aset strategis
  • Kepala BKD tidak bisa bertindak sendiri

“Jika alur ini dilompati, maka ada pelanggaran administratif dan potensi tindak pidana pengelolaan aset.”

IPAR Desak Audit dan KPK Turun Tangan

Ikatan Pers Anti Rasuah (IPAR) menegaskan bahwa seluruh kontrak sewa yang tidak disahkan sesuai prosedur harus diaudit secara menyeluruh.

“Ini bukan soal teknis. Ini soal tata kelola keuangan negara. Bila Sekda dan Wali Kota tidak memberi izin, mengapa kontrak bisa sah? Jangan-jangan ada yang bermain di luar sistem,” kata juru bicara IPAR.

Rekomendasi Penyelidikan !! 

  • Pemanggilan Sekda dan BKD 
  • Audit Ulang oleh BPK dan Inspektorat
  • Penelusuran hubungan pihak pengelola dan kepala ormas
  • Evaluasi ulang seluruh kontrak aset daerah 2022–2024
  • Digitalisasi dan transparansi sistem sewa & pajak parkir 

Catatan redaksi 

Investigasi ini menunjukkan bahwa kebocoran PAD Kota Depok bukan hanya akibat nilai sewa yang rendah, tetapi juga karena prosedur yang diabaikan dan peran informal yang melampaui kewenangan hukum.


📍Rubrik: Investigasi
🗂️ Serial: Skandal Sewa Parkir Depok
✍️ Reporter: Tim Investigasi Obor Keadilan


Komentar

Berita Terkini