|

Problema Agama Ditengah Wabah Covid 19

Penulis: Lorisma Berutu
PESERTA KKN KELOMPOK 27
Instansi: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU) Medan 

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | Kamis (6/8-2020) - Sudah hampir 6 bulan virus corona mewabah di berbagai belahan dunia. Virus corona yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Cina pada akhir desember lalu tengah mengundang kekhawatiran dan ketakutan manusia. Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah menyebar hampir ke semua Negara termasuk Indonesia hanya dalam  jangka beberapa bulan. Virus corona atau dikenal dengan covid 19 ini mampu membunuh  ribuan manusia dalam jumlah banyak dalam hitungan waktu. Angka angka kematian dan kasus positif yang dikabarkan setiap hari nya bukan lah sekedar angka. Hingga hari ini wabah covid 19 kini tengah menjadi topik pembicaraan di beberapa Negara terkhusus Indonesia yang saat ini mengakibatkan banyak nya aktivitas aktivitas yang berhenti secara tiba tiba, salah satunya adalah aktivitas keagamaan dan peribadatan.
 
Wabah ini sangat memberikan pengaruh besar kepada sistem peribadatan, Berdasarkan fakta nya bahwa virus ini dapat mewabah dan menular secepat kilat yang mengharus kan untuk menghindari bentuk kontak fisik dengan orang lain dan mengindari keramaian. 

Untuk menangkal terjadinya penyebaran wabah, maka segala sesuatu hal yang mengundang keramaian  dalam jumlah besar dihentikan. Beragam upaya telah dilakukan pemerintah untuk pencegahan seperti lockdown. Dan di Indonesia sendiri telah di berlakukan pembatasan sosial yang dikenal dengan PSBB dan physical distancing yang merupakan upaya pengendalian infeksi virus corona dengan menganjurkan untuk membatasi kunjungan ke tempat ramai dan kontak langsung dengan orang lain. Termasuk dalam beribadah sejumlah gereja, masjid, kuil dan lainnya mengubah tata cara ibadahnya demi menahan penyebaran covid 19. Selain itu baik  sholat berjamaah ke masjid, event event keagamaan dan perayaan keagamaan demi menghindari mengumpulkan orang juga dihentikan sampai waktu yang tertentu.
 
Bukan sedikit orang yang dengan mudah menerima kebijakan baru ini terlebih lagi perayaan perayaan oleh komunitas keagamaan yang telah di rancang jauh jauh hari. Tentu saja ada perasaan ganjil yang timbul dan sulitnya melakukan penyesuaian dengan kebijakan yang diterapkan. 

Cemas, gelisah dan panik, itulah yang tengah di rasakan masyarakat dalam menghadapi merebaknya virus ini. Kedatangan virus ini menghantarkan dunia pada permasalahan permasalahan baru mulai dari perekonomian yang merosot, pendidikan yang kurang stabil termasuk masalah keagamaan. Agama yang dianggap sebagai pelipur lara bagi manusia yang menghadapi pandemi ini seolah olah menjadi sebuah ketakutan namun harus tetap dijalankan karena sudah menjadi tuntutan dari rohani. Dan sisi lain manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang beragama, makhluk yang memiliki sandaran hidup. Sudah menjadi fitrahnya bergantung kepada Tuhannya. Dan ketika fitrah itu ditentang maka seseorang akan merasa hampa dan kebingungan kemudian dia akan mengisi kekosongan dan kehampaan itu dengan hal materi, namun tetap saja tidak memenuhi kehampaan hidupnya. Se atheist apapu manusia itu pasti suatu waktu akan merasa hampa dan memerlukan sandaran dalam hidupnya. 

Dalam menghadapi situasi krusial ini tentunya mengundang bentuk kontraproduktif dari berbagai kalangan. Untuk menjawab permasalahan ini banyak hal yang menjadi diperdebatkan berbagai pihak salah satunya terkait hubungan antara agama dan penyakit. Hal yang sering dipertentangkan oleh sebagian masyarakat adalah dimana agama dianggap sebagai wilayah irrasional dan sebuah paham bersifat kritis yang tak bisa diubah kedudukannya dan wabah dianggap sebagai problem kehidupan yang nyata.
 
Bentuk pro dan kontra yang timbul biasanya datang dari sebagian masyarakat yang terkadang cenderung kurang efisien dalam memahami dan menerapkan agamanya sendiri. Pengabaian terhadap anjuran physical distancing dianggap medangkalkan ke imanan dan menganggap bahwa teologi kematian sudah menjadi hak prerogatif Tuhan. Ironisnya lagi sebagian manusia yang merasa paling beragama ketika dinyatakan positif corona juga menyalahkan Tuhan dengan alibi dia sudah dekat dengan Tuhannya dan dengan mudah sama sekali tidak mengindahkan anjuran pemerintah. Al hasil sulit untuk menentukan titik tengah untuk menyelesaikan perdebatan ini karena faktanya masih banyak dari masyarakat yang tetap kokoh dengan pendapatnya tanpa melihat sisi positifnya. Seperti contoh kasus yang terjadi di Gowa, Sulawesi Selatan diadakannya Ijtima’ Ulama Dunia Zona Asia yang menunjukkan kesulitan yang dihadapi pemerintah dalam berurusan dengan komunitas agama. Tabligh dibatalkan namun kontak fisik secara langsung telah terjadi yang menjadi pemicu penularan virus. Kegiatan keagamaan ini bukan satu satu nya bentuk ritual komunitas keagamaan yang telah menjadi klaster penyebaran wabah. Sidang sinode gereja protestan Indonesia bagian barat atau GPIB yang dihadiri 600 orang dari 25 provinsi 4 orang dinyatakn positif 1 diantaranya meninggal dunia dan mungkin masih ada lagi kasus yang mungkin hilang jejak.
 
Akibatnya dari beberapa kasus ini memperlihatkan bagaimana agama seolah menantang ancaman wabah. Kekeliruan dalam menanggapi permasalahan ini sema mata muncul karena kurangnya respon positif dari masyarakat untuk bersikap bijaksana dalam mengambil tindakan, karena ini menyangkut nyawa menyangkut kemanusiaan. Artinya mindset dan cara pandang yang kurang baik akan sangat mempengaruhi penyebaran virus. Kita tidak bisa melakukan sesuatu hal seolah olah kita tidak memiliki akal. Kita harus menggunakan akal pikiran dan hati yang tenang dalam merespon pandemi ini karena resiko yang akan terjadi jauh lebih fatal yang berakibat memperlambat bahkan justru memperburuk penanganan penyebaran virus.

Jadi perlu diketahui langkah awal yang bisa diterapkan untuk menangkal penyebaran covid 19 ini adalah mindset dan  tata cara pandang untuk meresepons pandemic karena dari beberapa yang menyebutkan bahwa faktor mental juga bisa menjadi sebab timbulnya penyakit. Selain itu dampak ini sebenarnya bisa mempengaruhi psikologis terhadap semangat seseorang dalam melakukan kegiatan keagaman jika kita mampu mengambil sisi poisitifnya. Misalnya ada yang malah lebih rajin dalam melaksanakan ibadahnya, karena orang tersebut yakin bahwa dengan medekatkan diri kepada Tuhan maka dia akan terjaga dari virus. Tetapi tidak banyak pula yang berada dirumah malah bermalas malasan karena dia merasa tidak mempunyai beban beribadah secara berjamaah. Nah dari sini kita bisa ketahui bahwasanya penyakit sudah selayaknya ditangani secara medis, seperti perawatan intensif. Juga bisa dicegah dengan gaya hidup yang sehat. Namun, hal yang juga penting adalah bagaimana kita tetap tidak melupakan peran Tuhan yang mengatur jagad raya ini.
 
Agama juga mengajarkan tentang pentingnya menjaga kebersihan fisik dan mental. Bahkan dalam praktik beragama, Islam mengajarkan untuk mempraktikkan terapi fisik dan mental berdasarkan nilai nilai agama. 

Teringat perkataan Ustadz Felix Siaw Sebagaimana Islam mengajarkan kita untuk bersikap yang ditengah tengah bersikap moderat dalam artian kita tidak terlalu ekstrem kekiri tidak terlalu ekstrem ke kanan, misal dalam hal urusan harta  Islam tidak menyuruh kita tamak dalam harta tetapi juga tidak menyuruh untuk sama sekali tidak memerlukan harta. Termasuk dalam hal menanggapi virus corona tidak boleh terlalu stress karna sangat berpengaruh dengan mental tetapi tidak juga untuk memudah mudah kan nya atau tidak berhati hati. Himbauan dan anjuran sholat berjamaah di rumah semasa pandemic bukan lah mengubah suatu hukum Islam. Di dalam Islam hukum tidak pernah berubah, dalil nya tidak berubah hanya saja hukum Fiqih nya bisa berubah dalam kondisi dan situasi tertentu. Dan saat kita taat aturan yang menerang kan bahwa dengan anjuran dan himbauan sholat dirumah dapat mengurangu penyebaran virus maka ini adalah salah satu bentuk yang menunjukkan kita taat kepada syariat Islam itu sendiri.

IDENTITAS PENULIS 

Nama: Lorisma Berutu
Jurusan: Studi Agama Agama
Kampus: UINSU
PESERTA KKN KELOMPOK 27
Instansi: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU) Medan 





 
Komentar

Berita Terkini