|

TPDI ; Kisruh Hanura, mengganggu proses Pencalegan

Foto : Istimewa   

BORONG-NTT | Media Nasional | Oborkeadilan.com - Jumat,(06/07) ,Petrus Salestinus SH menilai, Perkembangan perselisihan partai politik di tubuh Partai Hanura, mestinya tidak menimbulkan kisruh yang mengganggu proses pencalegan bagi bacaleg Partai Hanura, jika semua pihak mengikuti aturan UU dan proses hukum yang sedang berlangsung di Pengadilan PTUN Jakarta.

Kordinator TPDI dan Advocat Peradi itu mengatakan, Kisruh Partai Hanura semakin melebar ketika Menko Polhukam Wiranto yang juga selaku Ketua Dewan Pembina Partai Hanura secara terbuka menggunakan jabatan Menko Polhukam nya mengintervensi independensi KPU, Menkum HAM RI bahkan diduga intervesi itu hingga ke Peradilan TUN atas nama rapat-rapat Menko Polhukam  demi pengamanan pilkada 2018 dan Pemilu 2019.

Menurutnya,Presiden Jokowi bisa saja mengevaluasi kinerja Wiranto, kalau perlu mencopot jabatan Wiranto dari Menko Politik Hukum dan Keamanan jika jabatannya itu disalahgunakan untuk kepentingan politik praktis dan  untuk tujuan pragmatis.

Kata Petrus,UU Partai Politik sudah mengantisipasi kepengurusan Partai Politik yang mana yang berhak menandatangani semua dokumen administrasi dan hukum Parpol manakala terjadi perselisihan Partai Politik belum terselesaikan baik di Mahkamah Partai Politik maupun di Badan Peradilan Umum/PTUN.

Dalam kasus Hanura, Menkum HAM RI dan KPU sepakat bahwa terkait perselisihan  Partai Poltik di HANURA maka yang berhak mewakili Hanura adalah Dr. OESMAN SAPTA, Ketua Umum dan HERRY LONTUNG SUREGAR, Sekretaris Jenderal sebagai Pengurus yang mendapat SK. Kepengurusan dan yang terakhir terdaftar di Menkum HAM RI pada tanggal 17 Januari 2018.jelasnya.

Namun akhir-akhir ini baik Menteri Hukum dan HAM RI maupun KPU RI mendadak berubah sikap, karena dalam waktu yang bersamaan keduanya kembali memberlakukan kepengurusan DPP. Partai Hanura pada SK. Kepengurusan lama tanggal 12 Oktober 2017 yang Ketua Umumnya Dr. Oesman Sapta dan Sekretatis Jenderalnya, Sarifuddin Sudding, yang nyata-nyata sudah dibatalkan oleh SK Menkum HAM RI tanggal 17 Januari 2018. Artinya SK. Menkum HAM tanggal 17 Januari 2018, bukan saja mengesahkan Osman Sapta sebagai Ketua Umum dan Herry Lontug Siregar sebagai Sekjen DPP. Partai HANURA, tetapi sekaligus membatalkan SK.

Diketahui Menkum HAM RI tanggal 12 Oktober 2017,  saat ini menjadi obyek sengketa di PTUN Jakarta. Anehnya disaat perselisihan partai politik dalam tubuh Partai Hanura belum selesai dan KPU secara tegas di dalam Sipol mengakui kepengurusan DPP. Partai HANURA yang sah adalah yang diketuai Dr. Oesman Sapta dan Herry Lontung Siregar, tiba-tiba saja pada tanggal 2 Juli 2018 KPU merubah pendiriannya dengan memberlakukan kepengurusan DPP. Partai  Hanura yang sudah dibatalkan dan menjadi obyek sengketa yaitu kepengurusan atas nama Dr. Oesman Sapta dan Sarifuddin Sudding, seolah-olah sengketa sudah selesai dan berkekuatan hukum tetap.

Belakangan diketahui bahwa kisruh partai HANURA semakin mengancam eksistensi Partai Hanura sebagai peserta pemilu 2019 oleh karena adanya intervensi dari Wiranto selaku Menko Polhukam dan Ketua Dewan Pembina Partai Hanura aecara tumpang tindih. Wiranto menurut sejumlah sumber telah menggunakan jabatan sebagai Menkopolhukam untuk mengintervensi tugas Memkum HAM RI dalam urusan Partai Politik dan Independensi KPU RI yang seharusnya wajib dia jaga dan hormati independensinya.

Kata Petrus,Inilah cara-cara orde baru yang masih diterapkan oleh Wiranto, sehingga menimbulkan persepsi buruk di mata publik bahwa Wiranto telah menyalahgunakan kekuasaan Menko Polhukam untuk mengambil kembali Partai Hanura secara tidak elegant dengan cara memecahbelah kepengurusan Partai Hanura untuk tujuan lain di luar tujuan pendidikan politik dan kesejahteraan rakyat.(Louis Mindjo)

Editor : Redaktur
Penanggung Jawab Berita : Obor Panjaitan
Komentar

Berita Terkini