|

Kata Tarsi Syukur, STUNTING, MASALAH SERIUS DI MATIM , BUTUH SOLUSI BUKAN GOSIP

Foto: Tarsi Syukur bersama sahabat stunting di renden elar selatan

BORONG- NTT | Media Nasional Oborkeadilan.com, Sabtu, (28/04/2018), Berdasarkan hasil Pantauan Status Gizi (PSG) 2017 prevalensi stunting bayi berusia di bawah lima tahun (Balita) Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai 40,3%.

Angka tersebut merupakan yang tertinggi dibanding provinsi lainnya dan juga di atas prevalensi stunting nasional  tersebut sebesar 29,6%.  Prevalensi stunting di NTT terdiri dari bayi dengan kategori sangat pendek 18% dan pendek 22,3%.

“Manggarai Timur, dan bahkan di beberapa daerah lain di NTT memiliki banyak persoalan stunting, Kondisi ini disebabkan oleh tidak tercukupinya asupan gizi anak, bahkan sejak ia masih di dalam kandungan”, ujar Tarsi.

Dia menambahkan, “pengalaman kami saat mengunjungi desa renden elar selatan, kami jumpai cukup banyak saudara kita yang mengalami nasib seperti ini, mereka juga bagian dari kita, bagian dari rakyat Matim, mereka butuh perhatian serius dari kita semua”, jelas Tarsi.

Dia melanjutkan, “Mungkin tidak semua orang akrab dengan istilah stunting. Padahal, menurut Badan Kesehatan Dunia, Indonesia ada di urutan ke-lima jumlah anak dengan kondisi stunting”, terangnya.

Di tempat berbeda saat di temui oborkeadilan.com  kadis kesehatan Matim , menjelaskan, “Sebenarnya masalahnya lebih jauh lagi, ungkap Surip Tintin, “remaja  putri anemia dan kurang gizi, ibu hamil (KEK) atau kurang energi kronis, kualitas pelayanan ANC rendah, pertolongan persalinan, ASI exlusif, perawatan Nifas, kualitas imunisasi, pemberian makanan balita, Tambah lagi kondisi lingkungan yang buruk, adalah penyebab lain dari stunting”,

Dia menambahkan, “Oleh karena luasnya persoalan stunting di Matim perlu penanganan yang luas juga, terutama lintas program dan lintas Dinas di kabupaten ini”, harapnya.

Surip Tintin juga meminta pada jajaran pemerintah setempat untuk berkoordinasi “Butuh kerjasama lintas sektoral baik tingkat kabupaten maupun tingkat kecamatan untuk mengatasi masalah stunting”, tegas Surip.

Ketika di tanya Prevalensi angka stunting di Manggarai Timur saat ini, Surip mengatakan ,”Saat ini kami sedang melakukan pendataan, data sementara stunting bisa di dapatkan di dinas kesehatan setempat”, jelas Surip.

Pantauan media ini ,berdasarkan data Status Gizi Direktorat Gizi Masyarakat Dirjen Kesmas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2016 menyebutkan, Status gizi anak balita umur 0-23 bulan berdasarkan indeks TB/U menurut provinsi tahun 2016, NTT terdiri dari : 13,3 % sangat pendek, 18,8 % pendek, 67,8% Normal, di bandingkan dengan prevalensi nasional dengan indeks yang sama terdiri dari: 7,1% sangat pendek, 14,6% pendek dan 78,3 % Normal.

Kabupaten Manggarai Timur, dilihat dari masalah gizi dan kinerja program propinsi NTT tahun 2016 ,balita, 8,0 % kurang gizi, 26,8 % pendek, 14,1 % kurus, dan 7% gemuk,masuk kategori Akut-Kronis secara nasional.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa 20% kejadian stunting sudah terjadi ketika bayi masih berada di dalam kandungan. Kondisi ini diakibatkan oleh asupan ibu selama kehamilan kurang berkualitas, sehingga nutrisi yang diterima janin sedikit. Akhirnya, pertumbuhan di dalam kandungan mulai terhambat dan terus berlanjut setelah kelahiran.

Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO.

Banyak teori yang menyatakan bahwa kurangnya asupan makanan yang mengandung zink zat besi, serta protein ketika anak masih berusia balita, adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan kejadian ini. ( LM )

Penanggung Jawab : Obor Panjaitan
Komentar

Berita Terkini