|

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Tetap Dinyatakan Kuasa Hukum Ingin Mengubah Ideologi Bangsa


                              Ket Gambar : (HTI /Istimewa)

Jakarta | Media Nasional Oborkeadilan |[06- 04-2018] Jumat - Dalam lanjutan sidang gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negeri Jakarta, pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM menghadirkan dua saksi ahli sekaligus, yaitu Ahli Sosiologi Politik Islam dan Ahli Pemikiran dan Politik Islam.
Agenda persidangan kemarin dibacakan, Kamis (5/4/2018) sama seperti pekan lalu yaitu mendengarkan keterangan saksi dari pihak tergugat.
Ahli pertama yang dihadirkan di persidangan oleh pemerintah adalah Ahli Sosiologi Politik Islam Zuli Qodir. Kepada majelis hakim, Zuli menjelaskan kembali bahwa Pancasila adalah dasar negara yang telah disepakati oleh pendiri bangsa, yang juga termasuk ulama di dalamnya. Sementara, HTI berkehendak mengubah dasar negara Indonesia, yang sudah disepakati di zaman sebelum kemerdekaan.
Kemudian Kuasa hukum Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) I Wayan Sudirta, mengatakan dalam sidang lanjutan gugatan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, hari ini Kamis 5 April 2018, pihaknya selaku Tergugat akan mengadirkan ahli sosiologi politik islam.
Adapun yang dihadirkan Azyumardi Azra, mantan Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta, sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terkait dengan pembubaran organisasi tersebut.
Dalam kesaksiannya, Azyumardi menyatakan pembubaran HTI merupakan reaksi pemerintah terhadap ancaman dari organisasi yang menginginkan ajaran Islam diterapkan di Indonesia. Konsep khilafah yang diusung HTI, menurut dia, berbahaya bagi eksistensi Pancasila dan kesatuan republik ini.
Sementara itu, saksi ahli hukum administrasi negara  Zudan Arif Fakhrulloh menjelaskan bahwa setiap keputusan tata usaha negara dapat dinyatakan sah apabila memenuhi tiga aspek. 
Pertama, tertib kewenangan yakni ditandatangani oleh pejabat yang diberikan kewenangan oleh UU. Kemudian, dibuat dengan prosedur yang sudah disepakati dalam institusi. 
"Terakhir, memiliki substansi yang benar atau tidak memuat cacat yuridis, tidak khilaf, tidak ada penipuan dan paksaan," tukas Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. 
Sejalan dengan kuasa hukum Kemenkumham, Zuly menekankan Pancasila sejalan dengan ajaran agama Islam serta Piagam Madinah yang disusun Nabi Muhammad SAW. Dia mengatakan Pancasila tidak pernah mengajarkan seorang Muslim untuk shalat, puasa, naik haji dan lain sebagainya, namun sila pertama Pancasila sangat menghormati orang-orang yang menjalankan ibadah shalat, puasa, naik haji dan lain sebagainya.
Dia melanjutkan, Pancasila sila kelima juga menyatakan keadian sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang sejalan dengan ajaran agama Islam bahwa tidak boleh ada monopoli kekayaan sehingga umat diwajibkan berzakat dan bershadaqoh.
"Memang betul belum tercipta keadilan sosial seluruhnya di Indonesia, tapi sedang proses menuju ke sana. Pasti akan selalu ada orang miskin, pasti akan selalu ada orang tidak bisa makan, lalu apakah harus dibubarkan negaranya," jelas dia.
Atas alasan itu, dia menyebut bahwa keputusan pemerintah mencabut badan hukum HTI sudah sah. [MI/Rilis]
Editor : Redaktur
Penanggung jawab:Obor Panjaitan

Komentar

Berita Terkini