|

HAKIM PTUN JAKARTA DI LAPORKAN KE KY DAN MA TERKAIT PT. AKT

Ket Gambar : Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). 

JAKARTA | MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | Terkait dikabulkannya gugatan PT. Asmin Koalindo Tuhup (AKT) oleh Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang dianggap secara sepihak, Ketua Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Bonyamin Saiman dan Direktur Eksekutif Center Of Energy And Recources Indonesia ( CERI ), Yusri Usman secara resmi sudah melaporkan dan mengadukan Majelis Hakim PTUN Jakarta tersebut ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) RI.

Mereka menilai putusan Majelis Hakim PTUN Jakarta dalam menangani kasus gugatan PT. AKT terhadap Menteri ESDM di PTUN banyak menuai kekecewaan publik, terutama sejumlah pengamat Energi dan Pertambangan Indonesia serta masyarakat Indonesia. Hal ini terjadi, dikarenakan Majelis Hakim yang diketuai oleh Roni Erry Saputra, SH, MH, dan beranggotakan Oenoen Pratiwi, SH, MH, dan Tri Cahaya Indra Permana, SH, MH, dan Panitera Pengganti Sri Hartanto, SH, SH, MKn diduga telah sengaja meloloskan dan mengabulkan permohonan yang diajukan PT. AKT.

Putusan itu telah memerintahkan Tergugat, Menteri ESDM, untuk menunda pelaksanaan Surat Keputusan Menteri ESDM nomor 3174 K/30/MEM/2017 tanggal 19 Oktober 2017 tentang pengakhiran Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) di Kabupaten Mura, Provinsi Kalteng, dan tetap memproses rekomendasi dan perizinan terkait operasional pertambangan PT. AKT, selama pemeriksaan sampai perkara ini berkekuatan hukum tetap.

Menurut Yusri Usman dan Bonyamin Saiman letak keanehannya, mengapa dari putusan tersebut Majelis Hakim hanya mempertimbangkan keberatan dan kerugian dari penggugat saja, akan tetapi sedikitpun tidak mempertimbangkan potensi kerugian negara jauh lebih besar dan luas yang dikemukakan tim hukum tergugat dari Kementerian ESDM.

Padahal menurut Yusri seharusnya Majelis Hakim lebih jeli membedah rekam jejak penggugat yang telah diuraikan sebagai dasar pertimbangan Menteri ESDM menerbitkan Keputusan Menteri ESDM nomor 3714 K/30/ MEM /2017 yaitu pelanggaran pasal 30 angka1 dan pasal 25 dari PKP2B tersebut, mengatur bahwa perjanjian tidak dapat diserah terimakan atau dialihkan termasuk pembiayaan secara keseluruhan atau sebahagian tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri ESDM.

Pelanggaran yang dilakukan penggugat adalah menanda tangani perjanjian perjanjian sebagai Penjamin atas fasilitas Perbankan dari Standard Chartered Bank kepada PT Borneo Lumbung Energy & Metal Tbk selaku pemegang saham PT. AKT dibawah pimpinan Samin Tan. Bahkan, dari informasi berbagai media yang beredar nilai PKPU sudah mencapai Rp25 triliun.

Meskipun kemudian dalam putusan PKPU perjanjian penjaminan itu dianggap tidak sah dan tidak mempunyai akibat hukum, bukan berarti fakta bahwa penggugat telah menjaminkan itu menjadi tidak ada, justru telah membuktikan penjaminan yang melanggar isi PKP2B itu. Justru karena ada tetapi bertentangan dgn peraturan dan PKP2B lah maka dinyatakan dalam putusan PKPU sebagai tidak sah. Serasa menggelikan, Majelis Hakim PTUN tidak mengetahui bahwa yg dilarang adalah menjaminkan bukan akibat hukum penjaminan yang melanggar PKP2B itu.

“Kami secara bersama sama melaporkan sikap Majelis Hakim PTUN Jakarta yang terkesan telah berpihak (partial) itu ke Komisi Yudisial dan Makamah Agung. Harapan kami Makamah Agung memerintahkan Ketua PTUN Jakarta merombak Majelis Hakim tersebut. Ini sudah jelas-jelas merupakan pelanggaran yang dilakukan secara sengaja oleh Majelis Hakim PTUN Jakarta,” kata Bonyamin Saiman. [ Tim - www.oborkeadilan.com ]

Editor : Redaktur
Penanggung Jawab : Obor Panjaitan
Komentar

Berita Terkini