|

16 Advokat Keberatan Profesi Advokat Tidak Dikecualikan Dalam Ganjil Genap

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | Senin, (31/08-2020) - Komunitas Advokat New Normal keberatan dengan tidak dikecualikan Profesi Advokat dalam Ganjil Genap. Adapun keberatan tersebut diajukan oleh 16 Advokat dari Komunitas Advokat New Normal antara lain : Erik Anugra Windi, SH, MKn (Pemohon I), Ari Wibowo SH (Pemohon II), Indra Rusmi, SH, MH, CLa (Pemohon III), Asep Dedi, SH (Pemohon IV), Yogi Pajar Suprayogi, A.md, SE,SH (Pemohon V), Ondo A.D. Simamarta, SH (Pemohon VI),  Denny Supari, SH (Pemohon VII) , Ika Arini Batubara, SH (Pemohon VIII), Arjana Bagaskara Solichin, SH (Pemohon IX), Ricka Kartika Barus, SH, MH (Pemohon X), Hema Anggiat M. Simanjuntak, SH (Pemohon XI), Jarot Maryono, SH (Pemohon XII), John Suryanto Aberson, SE, SH (Pemohon XIII), Fernando, SH(Pemohon XIV), Johan Imanuel, SH (Pemohon XV), Muhamad Abas, SH, MH (Pemohon XVI) mengajukan Permohonan Hak Uji Materiil ke Mahkamah Agung (31/8) terhadap Pasal 4 Peraturan Gubernur Nomor 80 Tahun 2020 dan Pasal 8 Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2019 karena bertentangan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

Melalui rilis tertulis di Jakarta (31/8) beberapa perwakilan Komunitas Advokat yaitu Indra Rusmi, Erik Anugra Windi, Ari Wibowo,  Johan Imanuel dan Ondo A.D. Simamarta menyampaikan beberapa  hal.

Indra Rusmi yang merupakan Pemohon III, menyampaikan bahwa "betul Kami mengajukan Permohonan Hak Uji Materiil Terhadap Pasal 4 Peraturan Gubernur Nomor 80 Tahun 2020 dan Pasal 8 Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2019 yang pada intinya mengatur  Pengecualian Ganjil Genap  yang kami menilai Bertentangan Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat."

Kemudian Indra menyampaikan beberapa Keberatan yang dinyatakan dalam Permohonan Hak Uji Materiil sebagai berikut :

"Keberatan Pertama : 

Bahwa Alasan keberatan pemohon terhadap Pasal 4 Peraturan Gubernur No 88 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Pergub No 155 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Sistem Ganjil Genap  yang berbunyi :

Pasal 4 

Pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil genap tidak diberlakukan untuk :

kendaraan bertanda khusus yang membawa penyandang disabilitas;

kendaraan ambulans;

kendaraan pemadam kebakaran;

kendaraan angkutan umum dengan tanda nomor kendaraan bermotor berwarna dasar kuning;

kendaraan yang digerakkan dengan motor listrik;

sepeda motor;

kendaraan angkutan barang khusus pengangkut bahan bakar minyak atau bahan bakar gas;

kendaraan pimpinan Lembaga Tinggi Negara Republik Indonesia yakni :

1.Presiden/Wakil Presiden;

2.Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Daerah; dan

3.Ketua Mahkamah Agung/Mahkamah Konstitusi/Komisi Yudisial/Badan Pemeriksa Keuangan.

kendaraan dinas operasional dengan tanda nomor kendaraan bermotor berwarna dasar merah, TNT dan POLRI;

kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;

kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas;

kendaraan pengangkut uang Bank Indonesia, antar bank, pengisian Anjungan Tunai Mandiri dengan pengawasan dari petugas POLRI; dan

kendaraan untuk kepentingan tertentu dengan pengawalan dan/atau sesuai asas diskresi petugas POLRI.

Terhadap kendaraan bertanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus diajukan permohonan kepada Kepala Dinas Perhubungan untuk mendapatkan rekomendasi dan tanda khusus.

Format surat permohonan dan spesifikasi tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Perhubungan."

"Keberatan Kedua;

Bahwa Alasan keberatan pemohon terhadap Pasal 8 ayat 2 Peraturan Gubernur No 80 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif yang berbunyi :

Pasal 8 Ayat 2 : Pengendalian lalu lintas dengan sistem ganjil genap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk: 

kendaraan Pimpinan Lembaga Tinggi Negara Republik Indonesia; 

kendaraan pemadam kebakaran dan ambulans; 

kendaraan berisi tenaga medis yang melaksanakan tugas;

kendaraan yang memberikan pertolongan dalam kecelakaan lalu lintas;

kendaraan Pimpinan dan Pejabat Negara Asing serta Lembaga Internasional yang menjadi tamu negara; 

kendaraan Pejabat Negara; 

kendaraan dinas operasional berplat dinas, Kepolisian dan TNI; 

kendaraan yang membawa penyandang disabilitas; 

kendaraan angkutan umum (plat kuning); 

kendaraan angkutan barang, tidak termasuk double cabin; 

kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian, seperti kendaraan Pengangkut Uang (Bank Indonesia, antar Bank, pengisian ATM) dengan pengawasan dari Kepolisian; dan 

angkutan roda dua dan roda empat berbasis aplikasi yang memenuhi persyaratan berdasarkan Keputusan Kepala Dinas Perhubungan."

Kedua Ketentuan dalam Pasal 4 Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2019 dan Pasal 8 Peraturan Gubernur Nomor 80 Tahun 2020 keduamya tidak mencantumkan pengecualian terhadap kendaraan yang digunakan dan/atau membawa Advokat dalam menjalankan tugasnya profesinya sebagai penegak hukum" Ujar Indra.

 "Sehingga kedua Pergub a quo tersebut khusususnya Pasal 4 Pergub 88/2019 dan Pasal 8 ayat 2 Pergub 80/2020 Bertentangan dengan Pasal 5, Pasal 15, Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat yang berbunyi :  

Pasal 5

Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.

Wilayah kerja Advokat meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

Pasal 15 

Advokat bebas dalam menjalankan tugas dan profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan teteap berpegang pada profesi dan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan." Tegas Indra. 

Kemudian Erik Anugra Windi yang merupakan Pemohon I menyatakan,  "Pasal 4 Pergub no 88/2019 dan Pasal 8 ayat 2 Pergub no 80/2020 a quo layak dinyatakan sebagai cacat hukum sejak terbit karena bertentangan dengan Pasal 5, Pasal 15, Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat sehingga tidak terpenuhi asas hukum Lex Superiori Derogat Legi Inferiori (peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah)." 

"Bahwa atas hal tersebut diatas yang tidak mencantumkan pengecualian kepada advokat, merupakan suatu kekeliruan dalam memandang Profesi Advokat sebagai penegak hukum yang seharusnya diistimewakan sebagai contoh di negara Eropa Profesi Advokat merupakan profesi dengan peranan yang istimewa hal ini dinyatakan dalam Code of Conduct for Lawyers in the Euoropean Union, sebagai berikut : “In society founded on respect for the rule of law lawyerfulfils a special role. His duties do not begin and end with the faithful performance of what he is instructed to do so far as the law permits. A lawyer must serve the interest of justice as well as those whose rights and liberties he is trusted to assert and defend and it is his duty do not only to plead his client’s cause but to be his adviser. A lawyers function therefore lays on him a variety of legal and moral obligation (sometimes appearing to be in conflict with each other) towards :

The client;

The courts and other authorities before whom the lawyer pleads his client cause or acts on his behalf;

The legal profession in general and each fellow member of it in particular; and

The public for whom the existence of a free and independentprofession, bound together by respect for rules made by the professionitself, is an essential means of safeguarding human rights in face of thepower of the state and other interest in society”.

“Dalam suatu masyarakat fungsi dan peranan pengacara selalu menempati peranan yang istimewa. Pekerjaan yang tidak selesai begitu saja dengan selesainya suatu proses pengadilan. Fungsi dari Pengacara bervariasi sesuai dengan kewajiban hukum dan moral yang diembannya. Peranan ini cenderung mendatangkan konflik kepentingan terhadap:

Klien;

Pengadilan dan pejabat berwenang lainnya yang merupakan tempat dimana terjadi pembelaan terhadap kliennya;

Profesi legal secara umum dan para pengikutnya secara khusus; dan

Publik, dimana Pengacara tersebut berlaku sebagai individu yang bebas dan indepenent.”

(dikutip dari Makalah Kedudukan Advokat Sebagai Penegak Hukum Serta Peran Advokat Dalam Proses Hukum Di Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Siswandi, diakses 13 Agustus 2020)." Ujar Erik. 

Kemudian Pemohon XIV, Fernando menambahkan "Pasal 4 Pergub no 88/2019 dan Pasal 8 ayat 2 Pergub no 80/2020 a quo terbukti tidak berdasar karena tidak memperhatikan Pasal 5, 15, 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat. Para Pemohon yang nyata-nyata berstatus sebagai Penegak Hukum sudah semestinya termasuk yang dikecualikan dalam Program Ganjil Genap karena Wilayah Kerja Para Pemohon untuk seluruh wilayah negara Republik Indonesia sehingga memerlukan mobilitas yang tinggi serta memiliki peranan penting dalam upaya penegakan hukum baik pidana, perdata, tata usaha negara selalu melibatkan Profesi Advokat dan penegak hukum lainnya"

"Kemudian, Bahwa Profesi Advokat sebagai Penegak Hukum dapat tercermin dalam UUD 1945 Pasal 24 ayat 3”.... badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang...” Kemudian diatur lebih lanjut dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman) yang berbunyi : “.....terdapat badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman meliputi kepolisian negara Republik Indonesia dan badan-badan lain yang diatur dengan Undang-Undang...” Yang dimaksud dengan Badan-badan lainnya  dalam UU Kekuasaan Kehakiman tercantum dalam penjelasan Pasal 38 yang menyebutkan “... badan-badan lain antara lain kepolisian, kejaksaan,advokat dan lembaga permasyarakatan;" Tandas Fernando. 

Kemudian Johan Imanuel yang merupakan Pemohon ke XV menyatakan "bahwa karenaya Profesi Advokat dijamin sepenuhnya oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat maka Peraturan Gubernur aquo seharusnya menciptakan harmonisasi hukum bukan malah membuat ketidakjelasan, bahkan Peraturan Gubernur aquo secara nyata tidak melandasi dengan asas dan tujuan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang menyatakan :

Pasal 5:

"Dalam membentuk peraturan perundang-undangan yang harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:

Kejelasan tujuan;

Kelembangaan;

Kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan;

Dapat dilaksanakan;

Kedayagunaan dan kehasilgunaan;

Kejelasan rumusan; dan

Keterbukaan;

Pasal 6

Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:

pengayoman;

kemanusiaan;

kebangsaan;

kekeluargaan;

kenusantaraan;

bhinneka tunggal ika;

keadilan;

kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

keseimbangan, keserasian, dan keselarasan

Pasal 7

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;

Peraturan Pemerintah

Peraturan Presiden;

Peraturan Daerah Provinsi; dan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota"

"Sehingga Para Pemohon meminta Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung untuk memeriksa Permohonan Hak Uji Materiil yang telah memperhatikan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyatakan :

Pasal 9

Dalam hal suatu UU diduga bertentangan dengan UUD 1945 Pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.

Dalam suatu Perundang-undangan di bawah Undang-undang diduga bertentangan dengan Undang-undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung

Bahwa Para Pemohon merasa patut bahwa Peraturan Gubernur aquo untuk diperiksa dan diadili oleh Majelis Hakim pada Mahkamah Agung karena sudah tepat upaya hukum yang dilakukan oleh Para Pemohon sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan ;

Bahwa pada prinsipnya menurut Para Pemohon suatu peraturan perundang-undangan yanglebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dimana dalam perkara a quo antara Pasal 4 Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2019 dan Pasal 8 ayat 2 Nomor 80 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 5, Pasal 15, Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 serta tidak memperhatikan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ;" Ujar Johan.

Dalam kesempatan terakhir, pemohon lainnya, Ondo A.D. Simamarta (Pemohon VI) , kami Komunitas Advokat New Normal meminta Majelis Hakim Mahkamah Agung  dalam Petitum kami berbunyi :

DALAM PROVISI  

Menyatakan dan memerintahkan kepada Termohon untuk mengubah atau menambahkan pengecualian atau tidak berlaku juga kepada kendaraan yang digunakan/membawa advokat dalam menjalankan tugas dan profesinya pada Pasal 4 Peraturan Gubernur No 88 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Pergub No 155 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Sistem Ganjil Genap dan Pasal 8 ayat 2 Peraturan Gubernur No 80 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif sampai adanya putusan dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang berkekuatan hukum tetap;

DALAM POKOK PERKARA 

Menerima dan mengabulkan Permohonan Keberatan / Hak Uji Materiil yang diajukan oleh Para Pemohon untuk seluruhnya;

Menyatakan Pasal 4 Peraturan Gubernur No 88 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Pergub No 155 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Sistem Ganjil Genap dan Pasal 8 ayat 2 Peraturan Gubernur No 80 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif Bertentangan Dengan Pasal 5, Pasal, Pasal 15, Pasal 16 Undang-Undang No 18 Tahun 2003 tentang Advokat 

Menyatakan tidak sah Pasal 4 Peraturan Gubernur No 88 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Pergub No 155 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Sistem Ganjil Genap dan Pasal 8 ayat 2 Peraturan Gubernur No 80 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat

Memerintahkan kepada Gubernur DKI JAKARTA terhadap Peraturan Gubernur No 88 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Pergub No 155 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Sistem Ganjil Genap dan Peraturan Gubernur No 80 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif untuk mencabut atau setidak-tidaknya mengubah atau menambahkan pengecualian atau tidak berlaku juga kepada kendaraan yang digunakan/membawa advokat dalam menjalankan tugas dan profesinya apabila putusan dikabulkan oleh majelis, maka jika tidak dilaksanakan putusan tersebut, maka Peraturan Gubernur No 88 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Pergub No 155 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Sistem Ganjil Genap dan Peraturan Gubernur No 80 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif demi hukum tidak memiliki kekuatan hukum secara mengikat;

Memerintahkan Panitera Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk mencantumkan Petikan Putusan ini di dalam Berita Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

ATAU

Apabila Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia berpendapat lain, mohon kiranya diberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aquo et bono)"

Editor Berita : Redaktur 

Penanggung Jawab Berita : Obor Panjaitan 

Komentar

Berita Terkini