|

Bongkar! Duit Advertorial DPR RI Diduga Disunat Gede-Gedean!

Media Nasional Obor Keadilan | Jakarta |  [05 Maret 2025]-
Dugaan korupsi sistematis di DPR RI semakin terkuak. Investigasi terbaru menunjukkan adanya rekayasa dalam pengadaan advertorial dengan nominal fantastis, namun dana yang sampai ke media penerima jauh lebih kecil dari anggaran yang dianggarkan. Di tengah polemik ini, pejabat yang seharusnya bertanggung jawab justru memilih bungkam, memunculkan tanda tanya besar: Apakah ada upaya menutupi praktik mafia anggaran di tubuh legislatif?
Pusat perhatian kini mengarah pada Sugeng Irianto, S.Sos., M.A., Kepala Subbagian Informasi Publik dan Kunjungan Masyarakat, Bagian Hubungan Masyarakat dan Pengelolaan Museum, Sekretariat Jenderal DPR RI.
Dengan posisi yang berhubungan langsung dengan publikasi dan komunikasi, ia semestinya menjadi garda terdepan dalam keterbukaan informasi. Namun, ketika dikonfirmasi melalui aplikasi WhatsApp—saluran komunikasi yang lazim digunakan jurnalis—Sugeng mengaku bahwa dirinya sudah tidak lagi berada di Biro Pemberitaan DPR RI.

Pernyataan ini bertolak belakang dengan jabatannya yang berkaitan erat dengan komunikasi publik. Sikap menghindar ini pun semakin memperkuat dugaan adanya sesuatu yang disembunyikan dalam proyek advertorial yang anggarannya diduga dimainkan oleh oknum tertentu.

MODUS OPERANDI: ANGGARAN MENGGEMBUNG, MEDIA DIRUGIKAN

Skema dugaan korupsi dalam kasus ini cukup rapi. Berdasarkan hasil investigasi Obor Keadilan, setiap advertorial dianggarkan dengan nominal sekitar Rp80 juta per tayang. Namun, pada praktiknya, media penerima hanya mendapatkan kisaran Rp15 juta hingga Rp17 juta. Sisanya? Raib entah ke mana.

Dugaan ini diperkuat oleh kesaksian seorang pengelola media yang mengalami sendiri ketimpangan antara nilai kontrak dan dana yang diterima. Identitasnya dirahasiakan demi keamanan.
"Saya sendiri yang menandatangani kontrak dan mengetahui isi perjanjiannya. Tapi yang diterima oleh perusahaan kami tidak sesuai dengan angka yang tertera. Ada pemotongan yang tidak masuk akal, dan ini terjadi secara sistematis, bukan cuma ke satu media saja," ungkapnya.

POTENSI KERUGIAN NEGARA: KEBERLANJUTAN PRAKTIK KORUPSI DI DPR RI?

Anggaran pengadaan advertorial DPR RI diduga tidak hanya dimainkan dalam satu kontrak, tetapi telah menjadi skema yang berulang. DPR RI bekerja sama dengan sekitar 100 media mitra, baik cetak, daring, televisi, maupun radio. Jika rata-rata dana yang "menghilang" dalam setiap kontrak adalah Rp65 juta per media, maka kebocoran anggaran bisa mencapai Rp6,5 miliar hanya dari satu kali pengadaan.

Jika praktik ini berlangsung setiap bulan atau setiap proyek, angka dugaan korupsi bisa mencapai puluhan miliar rupiah dalam setahun. Dan bila berlangsung selama lima tahun ke depan, dampaknya terhadap keuangan negara bisa mencapai ratusan miliar rupiah.

Data dalam sistem pengadaan barang dan jasa negara (SIRUP LKPP) menunjukkan bahwa alokasi anggaran DPR RI untuk publikasi dan sosialisasi di media pada tahun 2024 tetap berjalan. Beberapa anggaran publikasi yang tercatat antara lain:

1. Penayangan Berita TV Parlemen di Stasiun Televisi Swasta dan Tipografi DPR RI di Media Luar Ruang – Rp25,52 miliar

2. Sosialisasi Kegiatan DPR RI di Media Online – Rp6,01 miliar

3. Biaya Perlengkapan dan Peralatan Publikasi Sosialisasi di Media Cetak – Rp11,55 miliar

Dengan dugaan penyimpangan dalam pola pencairan dana advertorial ini, bukan tidak mungkin angka kebocoran anggaran jauh lebih besar dari yang telah terungkap.

KETUA IPAR: “JIKA TIDAK DIKLARIFIKASI, KAMI BAWA KE RANAH HUKUM”

Menghadapi dugaan ini, Ketua Ikatan Pers Anti Rasuah (IPAR), Obor Panjaitan, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam. Jika dalam waktu dekat tidak ada klarifikasi resmi dari Sekretariat DPR RI, IPAR akan mengambil langkah lebih jauh.

"Kami akan mengajukan permohonan audit forensik kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jika hasil audit membuktikan adanya penyelewengan, kami akan membawa kasus ini ke aparat penegak hukum—baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, maupun Kepolisian RI," tegas Obor Panjaitan.

Lebih lanjut, IPAR juga berencana menggandeng berbagai organisasi pers dan masyarakat sipil untuk menekan pemerintah agar bersikap transparan terhadap penggunaan anggaran negara di DPR RI.

MENANTI SIKAP DPR DAN PENEGAK HUKUM

Hingga berita ini tayang, Sekretariat DPR RI belum memberikan klarifikasi terkait dugaan skandal ini. Sikap diam pejabat yang seharusnya bertanggung jawab semakin memperbesar spekulasi bahwa ada sesuatu yang coba ditutup-tutupi.

Jika benar anggaran advertorial DPR RI dimainkan dengan pola seperti ini, bukan tidak mungkin kasus ini akan menjadi salah satu skandal korupsi terbesar di lingkungan legislatif tahun ini. Publik pun menanti, apakah aparat penegak hukum akan berani menindak tegas atau justru kasus ini akan berlalu begitu saja seperti skandal-skandal sebelumnya?

Yang pasti, mata publik kini tertuju ke Senayan.

(Bersambung...)
Komentar

Berita Terkini