|

Anak-Anakku Kali Ini Kita Puasa Tanpa Pesantren Ramadan Ya

Roostien Ilyas
OBORKEADILAN.COM | JAKARTA | 
“ Buu..buu...bu...” Aku menoleh ke arah tiga anak kecil yang basah kuyup di depan Tamini Square. Di tangannya yang kecil kedinginan mereka sama-sama menggenggam erat payungnya.

Ya, mereka lagi ngojek payung.

“Kamu panggil Ibu?” tanyaku meyakinkan.

“Iya Bu. Saya Lutfi, saya Ilham, saya Tono Bu. Ibu Roostien, saya tahun yang kemarin baru ikut sekali pesantren Ramadan yang di Masjid Attin Bu. Jadi sekarang masih boleh sekali lagi ya Bu? Saya juga ya bu, saya juga ya bu..,” kata mereka.

Aku mengangguk.

Memang pesantren Ramadan yang kami adakan setiap tahun untuk anak-anak yatim piatu telantar selalu diikuti 1.000 anak dengan 100 pembimbing dari PMII. Karena tiap 10 peserta di dampingi seorang mahasiswa PMII. Pesantren Ramadan untuk anak-anak kuli pasar, pengupas bawang, pemotong cabai, pemulung, pengsong, dan penyemir sepatu, selalu aku laksanakan tiap tahun sejak 1995. Acara dilaksanakan selama enam hari. Setelah pesantren Ramadan selesai, mereka pulang dengan sangat gembira karena membawa berbagai macam kue dan baju Lebaran.

Raut wajah malaikat-malaikat kecil ini membuatku ikut larut dalam kebahagiaan mereka.

“Gimana Bu?” suara Lutfi membuyarkan lamunanku tentang 1.000 malaikat kecil dari kolong-kolong jembatan, pasar-pasar induk dan kampung-kampung pinggiran Jakarta.

"Yaa...gimana ya.."

Yang jelas aku enggak mungkin melaksanakan pesantren Ramadan untuk mereka tahun ini karena kita semua diuji kesabaran, ketakwaan, kerukunan, kebersihan, kejujuran, tetapi ternyata selama ini kita tidak merasa bahwa sikap kerakusan, kemunafikan, kebencian, kesombongan, yang kita pelihara dan kita kemas dengan mengatasnamakan agama telah membuat Allah menurunkan ujian ini untuk mendidik seluruh umat di dunia agar memperbaiki segala tingkah laku yang sangat tidak baik.

Namun, dalam keadaan apa pun, roh dari pesantren Ramadhan tetap akan aku dan kawan-kawan wujudkan dalam bentuk lain. Di bulan suci ini, kita akan mengunjungi anak-anak yang selalu mengikuti kegiatan pesantren Ramadan dengan membawa bingkisan Ramadan, meskipun secara sederhana ke kampung-kampung mereka.

Aku yakin anak-anak juga telah mendapatkan pelajaran dari apa yang terjadi sekarang ini dengan adanya wabah virus Covid-19, meskipun rumah-rumah mereka berdempetan satu sama lain yang tidak memungkinkan untuk menjaga jarak dengan yang lain.

Waktu aku mengunjungi mereka tidak tampak sama sekali kekhawatiran di raut wajah mereka semua. Mereka masih bermain dan tertawa lepas di antara tumpukan-tumpukan barang rongsokan di kampung pemulung.

Sebuah pemandangan yang aneh, tetapi nyata. Mereka yang hidupnya bersih, teratur, dan berpendidikan, justru malah banyak menjadi korban. Aku berpikir apakah ini juga cara Tuhan menunjukkan tentang makna kebersihan, yang tidak selalu dimaknai secara harfiah, karena kebersihan hati, kebersihan perilaku merupakan contoh tersendiri yang diberikan olehNya.

Kunjunganku kali ini ke kampung-kampung kumuh di mana mereka tinggal banyak kutemukan rahasia Tuhan yang selama ini tidak pernah kita hiraukan, seperti bagaimana mereka tidur bersama ketiga saudaranya bersama ayah dan ibunya dalam satu ruangan yang hanya berukuran 3x4 meter, serta MCK yang sudah sangat tidak layak. Makan pun jauh dari makanan yang disebut dengan makan bergizi.

Ya Allah, setelah aku mengunjungi mereka dalam situasi seperti sekarang ini, barulah aku sadari bahwa ternyata mereka adalah orang-orang terpilih untuk Kau cintai. Aku berjanji insyaallah Ramadan yang akan datang kita akan melaksanakan pesantren Ramadan untuk 1.000 anak yatim piatu, miskin, dan duafa, dengan jauh lebih baik.()

Oleh: Bunda Roostien Ilyas 
Koordinator Bidang Advokasi LP Ma'arif NU PBNU

Editor : Redaktur 
Penanggung Jawab Berita : Obor Panjaitan 
Komentar

Berita Terkini