|

Pelanggaran Hak Anak Indonesia Meningkat, Ini Pandangan Bunda Roostien Ilyas

Foto: Penulis, Bunda Roostien Ilyas, Seorang tokohmasyarakat dibidang pekerja sosial kemanusiaan terumatama perlindungan anak dan perempuan Indonesia | doc : Oborkeadilan.com 

Jakarta| Media Nasional Obor Keadilan| Sabtu (7/3-20), Negara berdaulat adalah tidak sekedar mumpuni secara ketahanan kekuatan militer dan kekuatan ekonomi, namun harus didahului dengan perlindungan hukum terhadap anak bawah umur yang notabene aset utama bangsa yang juga penerus generasi berikut dimasa yang akan datang pungkas bunda Roostin Ilyas mengawali bincang dengan wartawan media nasional Oborkeadilan.com.


Saya (Roostien Ilyas atau akrab disapa Bunda Roostin-red) prihatin dengan kondisi bangsa ini yang terkesan tidak tamat tamat dalam menjaga atau membangun system perlindungan terhadap anak bawah umur dan perlindungan terhadap kaum perempuan Indonesia, baru baru ini dapat kita saksikan lihat dengar melalui media Maenstream maupun media sosial bahwa tindak pidana kejahatan pelecehan seksual, penganiayaan hingga pemerkosaan terus menghiasi beritautama berbagai media.

Diantara nya ada guru cabuli murid ada guru tendang murid ada guru hukum murid dengan menyuruh siswa makan kotoran manusia.

Ada guru mengajar intoleransi ada guru yang ajarkan radikalisme.
Berita-berita ini secara bergantian muncul di pemberitaan mewarnai awan publik negeri ini setiap hari.

Belum lagi kecerobohan saat cuaca ekstrim seperti ini bikin kegiatan susur sungai yang diikuti 249 anak..dengan korban 10 anak tewas seolah issu prihatin ini jadi makanan pokok bagi bangsa ini.

Berbagai lembaga kemanusiaan minta untuk kasus-kasus tersebut ditangani.

Pelakunya dihukum dan sebagainya,
Aku yakin para pelaku kejahatan itu pasti di hukum.

Tapi bagaimana dengan trauma Anak-anak sebanyak itu yang kalau dibiarkan di alam bawah sadarnya kelak setelah dewasa akan muncul perilaku yang sama dengan yang menganiaya dia.

Muncul dendam di hatinya dan cenderung untuk membalas dendam pada anak seusia dia dulu.

99% predator kejahatan seksual adalah juga korban kejahatan seksual waktu dia kecil.

dan pada anak-anak di usia golden age anak yang di ajari nyanyi meng kafir-kafirkan orang lain.

"sangat mengerikan ini semua merupakan pekerjaan rumah kita semua utamanya pak Mentri Pendidikan dan Kebudayaan"

Jangan anggap ini gak apa kalau anak yang jadi korban cuma ditangani traumanya secara asal-asalam cuma sekedar formalitas.

"Jika tidak serius dan tidak hilang traumanya maka ini seperti api dalam sekam"

Penanganan ini memang tidak bisa oleh satu departemen. Ini akan menjadi penyakit sosial epidemi di akar rumput sebab korban banyak anak yang dari kalangan tidak mampu dan komunitas yang kurang berpendidikan.

"Kita harus berpikir jauh ke depan masalah sosial ketika dibiarkan akan menjadi masalah politik. Bahkan akan jadi komoditas alias jualan politik untuk kepentingan kekuasaan."

Serta korbannya lagi lagi orang kecil...wong melarat...wong bodo.

Kita harus belajar dari kejadian masa lalu maupun masa depan... kita sdh hrs mampu untuk menganalisa.
mapping masalah...Pak mendikbud ini krn sdh terlalu lama di LN jgn berpikir kl keadaan dan kualitas pendidikan di indonesia ini paling tidak beda tipis dg negara tetangga..(...tlg cariin perbandingan tingkat budaya baca kita di asia ya).

kata pak mendikbud sentuhlah dulu hatinya sebelum kita sentuh otaknya...ini juga harus berlaku pada guru juga...dan pada semua komponen bangsa...penanganan hrs scr komperhensif..serentak...para mentri jgn jalan sendiri2....interdepedensi departemental..bukan arogansi departmental ( menunggu resuffle kabinet).

■■■Pelanggaran Hak Anak Terus Meningkat■■■

Dilansir dari sudut situs KPAI, kasus pelanggaran hak anak dari tahun ke tahun terjadi secara fluktuatif. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan Kasus pengaduan yang masuk di KPAI, tahun 2015 berjumlah 4.309 kasus, kemudian tahun 2016 mencapai 4.622 kasus.

Selanjutnya tahun 2017 berjumlah 4.579 kasus dan tahun 2018 mencapai 4.885 kasus. Dari catatan pelanggaran hak anak di tahun 2018, KPU mendapati dua kasus yang berada diurutan teratas.

“Tahun 2018, kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) masih menduduki urutan pertama, yaitu mencapai 1.434 kasus, kemudian disusul kasus terkait keluarga dan pengasuhan alternatif mencapai 857 kasus. Selanjutnya kasus pornografi dan siber mencapai 679 kasus,” ungkap Ketua KPAI Dr. Susanto.,MA, dalam rilis yang diterima oleh Kiblat pada Kamis (10/01/2019)

Susanto mengatakan Kasus ABH didominasi kasus kekerasan seksual yang mana Laki-laki mendominasi sebagai pelaku dibandingkan dengan anaka perempuan.

“Sepanjang tahun 2018, pelaku Laki-laki berjumlah 103, sedangkan pelaku berjenis kelamin perempuan, berjumlah 58 anak. ABH sebagai korban juga masih didominasi oleh kasus kekerasan seksual. Korban didominasi berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 107 korban dan laki-laki berjulah 75 korban,” Ungkap Susanto

Sedangkan kasus pornografi dan siber, lanjut Susanto, lebih di dominasi kasus anak sebagai korban pornografi dari media sosial, yaitu mencapai 134 kasus.

“Korban didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Urutan kedua kasus anak korban kejahatan seksual online, mencapai 116 kasus. Korban juga didominasi oleh anak perempuan,” ungkap Susanto

Susanto menjelaskan korban untuk anak sebagai pelaku kepemilikan pornografi, didominasi oleh anak laki-laki, yaitu mencapai 71 anak pelaku dari 112 kasus.

“Jika dibandingkan tahun 2017, kasus anak sebagai korban bullying di tahun 2018 beranjak naik, begitu pula dengan kasus anak sebagai pelaku bully di media sosial, dimana tahun 2017 terdapat 73 kasus, sedangkan tahun 2018 mencapai 112 kasus,” tukasnya.[obor keadilan]


Komentar

Berita Terkini