|

EMRUS SIHOMBING : PRO-KONTRA , 2019GANTIPRESIDEN MASIH JAUH DARI KOMUNIKASI BERADAB

Emrus Sihombing

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN |JAKARTA | [ Senin,  3 September 2018 ] Pro-Kontra #2019gantipresiden, belum ada tanda-tanda berhenti. Bahkan ada kecenderungan semakin hangat menjelang kampanye Pilpres 2019. Merujuk pada perdebatan pro dan kontra tersebut, saya berpendapat, wacana publik  tersebut lebih tepat disebut sebagai pepesan kosong, karena sangat mengabaikan materi perdebatan yang substansial, seperti perdebatan adu ide, adu gagasan dan adu program kebangsaan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

Saya mengamati,  perdebatan di ruang publik, termasuk perdebatan di suatu program acara di suatu stasiun televisi swasta pekan lalu, misalnya,  para narasumber berlatarbelakang dari partai politik serta menduduki jabatan publik dan ada peserta yang seharusnya menyandang sebutan dewan yang terhormat, telah menunjukkan perdebatan sebagai tontonan yang sangat tidak bermutu. Karena itu, perdebatan dengan menggunakan tanda pagar (tagar) itu, dari aspek komunikasi politik hanya bertujuan memanipulasi persepsi publik.

Bahkan, saya melihat diskusi publik pro dan kontra tersebut sudah mulai masuk babak baru, yaitu saling “meyerang”. Pilihan diski pada  pesan komunikasi politik yang mereka lontarkan pun sudah sangat menyedihkan. Perilaku komunikasi politik mereka semakin menjaga jarak dari komunikasi peradaban. Mereka tampaknya sudah tidak mengedepankan intelektualitas matang. Wacana publik semacam ini saya sebut sebagai diskusi jalanan. Jika terus dibiarkan, sangat berpotensi menimbulkan polarisasi pro-kontra di tengah masyarakat. Gesekan sosial di tingkat akar rumput berpotensi terjadi.

Melihat realitas tersebut, seolah mengingatkan kita pada tesis yang dikemukakan oleh Guru Bangsa kita, Gus Dur. Menurutnya, mereka tak ubahnya seperti taman kanak-kanak. Perilaku komunikasi politik mereka sangat menyedihkan dan bahkan memalukan.
Padahal, perdebatan di ruang publik sejatinya merupakan tontonan yang bisa menjadi tuntunan bagi rakyat Indonesia. Jika sudah menjadi tuntunan, maka diskusi publik sangat berguna bagi kesejahteraan rakyat, kebangsaan dan sekaligus merawat kedewasaan demokrasi dalam rumah NKRI.
Karena itu menurut saya, Pro-Kontra #2019gantipresiden multak harus dihentikan. Lebih cepat lebih baik. Atau move on, dari perdebatan pepesan kosong berubah ke perdebatan program, koreksi dan solusi sehingga menjadi produktif.
Untuk itu bagi yang pro (kelompok “penantang”), sejatinya melakukan penggalian data dan fakta, kajian mendalam, analisis konprihenship dan menyajikan dalam narasi yang sistematis tentang kelemahan pembangunan yang dilakukan oleh petahana.

Sebab, tidak ada rezim pemerintahan yang sempurna. Pasti ada sisi kelemahan. Kurs rupiah yang masih melemah, misalnya, yang pro harus  mampu menguraikan berdasarkan fakta dan data, mengapa rupiah kita masih tetap lemah terhadap Dollar AS. Tentu, yang tidak kalah pentingnya, menawarkan solusi yang bernas mengatasi ambruknya nilai rupiah tersebut.
Kalau itu program, yang pro sejatinya menawarkan program yang melampaui program dan kinerja petahana. Misalnya, petahana mendengungkan pelayanan publik “satu atap”. Yang pro harus menyajikan program pelayanan publik dan  melampaui kinerja petahana dengan menawarkan pelayanan publik “jemput bola” dan kinerja yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara signifikan.

Bagi yang kontra (kelompok petahana), menyajikan keberhasilan pembangunan pada semua sektor yang ditangani disertai laporan keuangan yang transparansi dari setiap proyek pembangunan.  Kemudian menguraikan pada bagian mana yang tidak atau belum tercapai serta mengemukakan kendalanya. Selain itu, yang tak kalah pentingnya menawarkan program yang terukur dan realistis, bila kelak terpilih pada pemerintahan  periode kedua berikutnya.

Dengan demikian, wacana publik bisa menjadi pegangan bagi rakyat Indonesia menentukan pilihan terhadap salah satu paslon Pilpres 2019 untuk menjadi presiden dan wakil presiden periode 2019 – 2024 mendatang.
Mari kita berwacana gagasan, ide dan program yang terukur. Hilangkan perdebatan jalanan. Kedepankan komunikasi beradab.

Trims
Oleh : Emrus Sihombing
Direktur Eksekutif
Lembaga EmrusCorner

Komentar

Berita Terkini