|

HIRUK PIKUK PILEG DAN PILPRES 2019


Dapur Politik Oleh :
Rumbung Pasaribu, SH., MH. Dosen Universitas Mpu Tantular
Wakil Ketua Bidang Hukum Sedulur Jokowi
Pembina Aliansi Pemberdayaan Generasi Muda (APGM)


MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN |Pemilihan DPD, Legislatif dan Presiden Tahun 2019 tinggal 14 bulan lagi yang akan dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019, tentunya kalau melihat waktu yang begitu cepat berlalu, tanpa terasa kita sudah akan menentukan kembali pilihan untuk wakil rakyat dan Presiden/wkl pada hari yang sudah di tentukan dalam PKPU tersebut.
Berbicara tentang bagaimana dan siapa yang akan menjadi calon dalam pertarungan pilpres 2019 sudah menjadi komoditas politik yang sangat aktual diperbincangkan hampir di semua komunitas masyarakat di seantero bumi persada. Hal ini tidak terlepas dari sosok yang diperkirakan akan tampil dalam pesta demokrasi yang diadakan lima tahun sekali. Jika melihat angka presidential threshold sebesar 20 persen dan dinamika politik saat ini, maka diperkirakan hanya ada 2(dua) pasangan yang akan maju. Pertama adalah incumbent dengan kendaraan politik koalisinya kecuali PAN (sering berseberangan dengan koalisi di DPR), dan kedua adalah koalisi Partai Gerindra, PKS dan PAN yang akan mengusung PS/AB atau GN/AB.
Bagaimana dengan  partai demokrat, kemungkinan besar hanya penyeimbang seperti posisi sekarang, kecuali ada peluang untuk mendorong calon Presiden dan inipun harus dengan lobby yang sangat jitu dan strategi komunikasi yang efektif agar memenuhi ambang batas threshold. Sebagai ahli strategi dengan pengalaman 10 (sepuluh) tahun jadi pemerintah, partai Demokrat akan berusaha sekuat tenaga  minimal ada yang menerima AHY menjadi wakil presiden. Hal ini sangat dimungkinkan karena kesempatan untuk menjual AHY dalam musin kampanye pilkada 2018 sangat terbuka luas.
Yang menjadi perhatian adalah posisi partai Golkar yang sekarang menjadi pendukung pemerintah, dimana paska ketua umumnya (SN) menjadi tersangka di KPK, agak sulit untuk menaikkan  kepercayaan publik terhadap Golkar. Suka tidak suka, imbas negatif karena pemeberitaan media yang begitu masif tentang keterlibatan Novanto atas kasus korupsi  e-KTP, telah turut mereduksi elektabilitas partai ini, sehingga partai ini akan berpikir dua-kali untuk mencalonkan kadernya sebagai Presiden. Tetapi  sebagai parpol pemenang kedua dalam pemilu 2014, dan melihat “falsafah hidup” Golkar yang selalu berada di dalam pusaran pemerintahan siapapun pemenang pemilu, maka dalam kon­testasi Pilpres 2019, tetap akan mengusulkan minimal untuk posisi Wakil Presiden.
Jika politik dimaknai sebagai seni bermain ataupun adu strategi, permainan politik partai Golkar menjelang tahun politik 2019 boleh dikatakan hebat, ada dua kemungkinan yang bisa dibaca dari fenomena akrapnya Jokowi dengan Golkar. Yang pertama tentu untuk menjaga partai Golkar agar tidak kembali ke pihak lawan yang nyatanya adalah calon yang bakal diusung oleh Partai Gerindra dan PKS dan PAN. Kedua, untuk menaikkan nilai tawar partai Golkar ke koalisi Jokowi dan sinyal tambahan kepada PDI-P, bahwa meski sampai saat ini, PDI-P masih belum memberikan kepastian terkait nama Capres/Cawapres, tetapi Jokowi sudah punya perahu mewah yang akan mengantarnya utuk mempertahankan kursi Presiden.
Realitas politik sebagaimana terlihat dalam kekuatan di DPR dan prediksi hasil lembaga survei memperlihatkan bahwa di Indonesia kini terdapat tiga kelompok politik besar, yaitu PDI-P, partai Golkar, dan Gerindra. Dalam konteks itu, Jokowi tidak cukup hanya didukung oleh PDI-P saja sebagai partai besar, tetapi perlu juga dukungan dari partai Golkar. Pertanyaannya, adakah Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto yang saat ini menjabat Menteri Perindustrian di Kabinet Kerja bakal tetap konsisten dengan sikap Golkar mendukung Jokowi? Atau, Golkar akan mengkaji ulang keputusan strategis di masa kepemimpinan Novanto tersebut? Harus diingat bahwa ada beberapa faksi atau kelompok besar di tubuh partai beringin yang saling berpacu berebut pengaruh dan meraih kekuasaan.
Koalisi partai yang menghantar Jokowi jadi Presiden 2014-2019, menyatakan tetap mendukung pemerintahan, walaupun berbeda dalam mengusung  calon kepala daerah dalam pilkada 2018. Partai pendukung tersebut yakni PDI Perjuangan, Nasdem, PPP, Hanura dan PKB ditambah Golkar, Tetapi sikap politik menjelang pileg dan pilpres tahun 2019 menjadi sebuah pertanyaan. Sampai saat ini, hanya empat partai pendukung pemerintah yang secara resmi menyatakan dukungan kepada Jokowi, yaitu Partai Hanura, NasDem, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Golkar. Keempatnya menyatakan siap  melaksanakan langkah pemenangan masing-masing untuk kembali mendudukkan Jokowi di kursi presiden. Belakangan, Partai Persatuan Indonesia (Perindo) pun menyatakan mendukung Jokowi.
Partai PKB yang dikomandoi Muhaimin Iskandar (Cak Imin) belum secara tegas menyatakan mencalonkan Jokowi sebagai capres 2019. Malah baliho Cak Imin sudah terpampang dimana-mana sebagai cawapres. Andai Golkar tidak menempatkan kadernya sebagai pendamping Jokowi 2019, mungkin saja PKB akan mendapat jalan mulus membawa calon wapresnya. Agak sulit rasanya Golkar kehilangan kesempatan pada 2019, sehingga  tidak mencalonkan kadernya.
Berbeda dengan PDI-P sebagaimana dikutip pernyataan Wasekjen PDI-P Ahmad Basarah bahwa sampai saat ini belum mendeklarasikan Jokowi sebagai capres 2019, bahwa setiap partai mempunyai hak untuk menyampaikan pandangan dan dukungannya kepada siapa pun. Disisi lain PDI-P masih berfokus menyelesaikan tugasnya sebagai presiden dan tentu saja PDI-P memiliki mekanisme berbeda dalam menentukan calon presiden yang diusung. Selain mengusung calon presiden, PDI-P memutuskan siapa calon wakil presidennya. PDI-P akan memaketkan keputusan dengan cawapres. (Tempo)
Adalah  sangat tidak etis apabila  ada partai yang bukan pemenang mutlak berambisi mencalonkan Presiden/Wkl, tanpa memperhitungkan kekuatan partai pendukung lainnya. Apakah mungkin Muhaimin Iskandar akan membelokkan PKB supaya diterima sebagai kandidat cawapres 2019 dari koalisi lain? Hanya waktu yang dapat menjawab.

Penulis :
Rumbung Pasaribu, SH., MH. Dosen Universitas Mpu Tantular
Wakil Ketua Bidang Hukum Sedulur Jokowi
Pembina Aliansi Pemberdayaan Generasi

23 Februari 2018
SALAM DEMOKRASI

Komentar

Berita Terkini