|

Benarkah Kasus e-KTP Puan Maharani Sengaja Ditutupi dengan Puisi Sukmawati?

Ket Gambar : Zeyn Ar-Rahman
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | Tentu sudah tidak asing lagi kasus E-KTP di telinga masyarakat. Pasalnya, kasus korupsi yang menyeret Setya Novanto atau yang lebih dikenal oleh netizen dengan sebutan papa Setnov itu berhasil menyedot perhatian publik dengan menyuguhkan beberapa drama sebelum akhirnya diproses oleh KPK dalam kasus korupsi E-KTP.

Berdasarkan hasil penyidikan yang dilakukan terhadap Setnov, ada beberapa nama yang juga terlibat, di antaranya adalah Pramono Anung, Yasonna Laoly,  Polly Dondokambey, Ganjar Pranowo, Arif Wibowo, dan Puan Maharani yang merupakan putri dari ketua umum partai PDIP, Megawati Soekarno Putri. Informasi tersebut disebutkan Setnov pada sidang pengadilan tindak pidana korupsi pada tanggal (22 Maret 2018). Setnov juga menjelaskan bahwa masing-masing nama yang disebutkan menerima uang USD lima ratus ribu terkait korupsi E-KTP.
Belum selesai perhatian publik pada kasus tersebut, kini publik dihebohkan dengan adanya kasus baru yang seakan lebih mengagetkan. Baru saja tersebar sebuah video puisi Sukmawati dalam acara "  _HUT 29 Sekarayu Sriwedari_ "  yang mana dalam puisinya, budayawan perempuan yang masih memiliki kekerabatan dengan Megawati tersebut dinilai melecehkan salah satu agama.

Sukmawati, dalam puisinya yang bertajuk “Ibu Indonesia” membandingkan antara konde dengan cadar dan suara adzan dengan kidung, hal ini sontak menjadi sorotan publik bahkan membuat kelompok garis keras seperti FPI dan Ahmad Sahal bersama Burhanuddin Muhtadi sebagai salah satu aktivis islam liberal juga menyuarakan dan mengecam Sukmawati sebagai penista agama.

Dengan adanya isu tersebut, tidakkah kita berpikir bahwa adanya puisi Sukmawati yang menuai kontroversi hanya dijadikan alat untuk mengalihkan perhatian publik dari kasus E-KTP mengingat Puan Maharani adalah Putri dari Megawati Soekarno Putri yang berarti dia juga keponakan dari Sukmawati. Jadi dihimbau kepada netizen agar tidak mudah terbawa arus seperti pada kasus-kasus sebelumnya dimana kita cenderung melupakan kasus lama dan lebih menyoroti kasus baru yang masih hangat diperbincangkan.

Kita sebaiknya mampu menyoroti kedua kasus secara seimbang sehingga salah satu kasus tidak lepas dari sorotan publik lalu hilang kabar bagaimana tindak lanjutnya. Selain itu, kita juga harus tetap mengawal KPK untuk mengusut tuntas kasus korupsi E-KTP yang melibatkan Puan Maharani dan meminta POLRI untuk menindak lanjuti isu pelecehan agama yang dilakukan Sukmawati dalam puisinya yang bertajuk “Ibu Indonesia”.

Oleh : Zeyn Ar-Rahman
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penanggung Jawab : Obor Panjaitan
Komentar

Berita Terkini