|

POLITIK PRIMORDIAL MEGAWATI, MENAMBAH JERITAN ORANG BATAK TAPANULI PACEKLIK GUBERNUR SUMUT PULUHAN TAHUN!

Natalius Pigai Mantan Komisioner KOMNAS HAM
Jakarta, Natalius Pigai Mantan Komisioner KOMNAS HAM yang sekarang menjadi kritikus/Aktivis dan mengatakan pernah Mendatangi dan memahami tekstur 33 Provinsi dan 420 Kabupaten kota selama 19 Tahun ini Mengatakan Pendapatnya ke MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN, Saya( Natalius) harus jujur tulus katakan bahwa kata kata Megawati "Jarot dikirim ke Sumut karena disana banyak orang Jawa" Apabila pernyataan ini benar dikeluarkan melalui mulut Megawati Soekarno Putri, Maka mulai detik ini, Seorang figur Politik nasional yang saya kagumi selama ini, langsung coret dan keluarkan dari lubuk hati saya.

Megawati sebenarnya menegaskan politik Primordialisme yang cenderung seperti politik Penjajahan atas dasar bingkai Demokrasi yang berbasis satu orang, satu suara, satu nilai ( One men, One vote, One value) yang dirancang dalam sistem pemilu kita.

Cara pandang politik Megawati ini ternyata menabrak pakem politik kebangsaan yang berlandaskan pada Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika yang selama ini justru PDIP menyatakan diri sebagai simbol pluralitas dan pengawal Pancasila.

Ternyata cara eksklusifisme yang naif dan cenderung rendahan hanya karena mempertimbangkan suku Jawa lantas menempatkan Jarot Saiful Hidayat yang bukan siapa-siapa di Sumatera Utara sebagai calon gubernur, Berarti Ibu Megawati menghancurkan dan membahayakan bagi politik kebangsaan Indonesia.

Natalius Pigai juga mengatakan "Apakah Ibu Megawati sadar dan mengerti kalau orang Batak Tapanuli puluhan tahun Paceklik menjadi Gubernur di Sumatera Utara, di Kampung halamannya sendiri ???" Edy Rahmayadi itu Orang Jawa yang asli Sumatera utara??. Sikap dan karakter seperti itu ternyata bisa diduga Megawati tidak pernah melibatkan Putra daerah Sumatera utara yang ada di PDIP dalam pengambilan politik.

"Tidak sedikit kader terbaik PDIP Putra Batak dari Sumut Ada Maruarar Sirait, Efendi Simbolon, Sukur Nababan dan sebagainya, Kalau di Bandingkan partai lain, ternyata PDIP nyaris tidak pernah mendorong kader dari Tapanuli Utara untuk menjadi gubernur, kecuali Rudolf Pardede itupun wakil gubernur. Ternyata cara pandang Politik kebangsaan Megawati jauh berbeda dengan partai Demokrat yang lebih aspiratif dan meritokratif.

Komposisi penduduk di Sumatera Utara sebenarnya masih didominasi oleh suku bangsa Batak yang terdiri dari 5 sub suku yaitu : "Batak Tapanuli, Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing dan Batak Simalungun", Mereka memilik ikatan primordialisme kuat sebagai suku Batak yang mengesampingkan Agama dan Pandangan Politik, Cara pandang Nasionalisme etnik Batak ( Etno nasionalism) Ini diikatkan oleh cara Pandang budaya, leluhur dan kelestarian Genealogis dan budaya yang sama sehingga integrasi sosial mereka terjalin rapi dan sangat kuat.

Dalam perspektif di atas sebenarnya menjadi modal yang kuat bagi PDIP untuk mendorong figur dari putra Batak menjadi nomor satu untuk dipasangkan dengan orang Melayu atau Jawa.

keputusan Megawati tersebut ternyata bahwa PDIP minim diskusi dan wacana intelektual untuk meningkatkan bobot dan keakuratan untuk mengelola bangsa dan negara secara Profesional, Moderen dan terpercaya.

Setiap partai sejatinya memiliki dapur intelektual atau dapur akademisi untuk mengembangkan demokrasi dan membangun negara dan bangsa yang beradab. Karena kekuasaan itu penting, namun jauh lebih substantif adalah adanya kepastian distribusi keadilan yaitu distribusi kekuasan tanpa monopoli dan oligopoli( distribution of justice) tetapi juga distribusi keadilan sosial (social justice).

Dampak dari ketidakpekaan ini pernah menyebabkan orang- orang Jawa diusir dari daerah pada tahun 2000. Bangsa Aceh berperang mengusir orang Jawa, Sampit berdarah dan lain sebagainya telah menjadi pelajaran penting bagi kita.

Tindakan monopoli dan oligopoli yang dimainkan di balik sistem Pemilu Opovov (One men, One Vote dan One Value system) saat ini cenderung menghitungkan mayoritas suku, agama, ras dan antar golongan.

Cenderung sistem kapitalis, pemenang mengambil semua (winners takes all) sehingga harusnya dicarikan jalan demokrasi proporsionalitas. Tidak harus orang Jawa jadi presiden, gubernur, bupati dan walikota.

Bangsa ini bisa bubar Bu Mawagawi karena semua orang memiliki hasrat dan jiwa untuk berkuasa. Jadi tunggu saja api menyala untuk Indonesia Raya bubar karena Anda.(*)
Komentar

Berita Terkini