Depok, 25 Februari 2025 – Proyek Penerangan Jalan Lingkungan (PJL) di Kota Depok kini bukan sekadar urusan penerangan. Dugaan penyimpangan yang menyeret sejumlah pihak ini membuka celah gelap dalam pengelolaan dana kelurahan, memicu pertanyaan besar tentang tata kelola anggaran publik.
Swakelola yang Diduga Tersandung
Investigasi Obor Keadilan mengungkap indikasi bahwa proyek PJL—yang seharusnya dikerjakan melalui mekanisme swakelola oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas)—diduga dikuasai oleh pihak tertentu. Hotlan Siregar, sosok yang disebut-sebut berada di balik proyek ini, diduga terlibat dalam pelaksanaan PJL di sejumlah kelurahan.
Seorang yang mengaku sebagai pelaksana proyek, dikenal dengan julukan "Pak Haji," dalam percakapan yang terekam tim redaksi menyiratkan keterkaitannya dengan Hotlan Siregar. “Kami hanya pelaksana. Bos kami Hotlan Siregar,” ujarnya, meski pernyataan ini masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut dari pihak terkait.
Pengakuan lain datang dari seseorang berinisial “Y,” yang mengaku berasal dari LSM Lakri. Ia menyebut bahwa proyek PJL diduga dikerjakan melalui kerja sama antara "Pak Haji" dan kelompoknya, bukan oleh Pokmas sebagaimana mestinya. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa skema swakelola—yang dirancang untuk memberdayakan masyarakat—hanya menjadi formalitas, sementara pelaksanaan di lapangan didominasi jaringan tertentu.
Aturan Hukum di Bawah Sorotan
Berdasarkan Permendagri No. 130 Tahun 2018 tentang Kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana Kelurahan serta Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan, dana kelurahan wajib dikelola dengan metode swakelola, bukan diserahkan kepada kontraktor. Hal ini diperkuat Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang menegaskan bahwa proyek semacam ini harus melibatkan Pokmas agar manfaatnya sampai ke masyarakat.
Namun, investigasi awal Obor Keadilan menunjukkan bahwa Pokmas diduga hanya berperan sebagai tameng administratif, sementara pengerjaan proyek dialihkan ke pihak lain, disertai indikasi mark-up anggaran yang belum terverifikasi secara hukum.
Dugaan Suap dan Upaya Pembungkaman
Pusaran skandal ini semakin memanas dengan adanya dugaan upaya suap. Seseorang berinisial "Y," yang mengaku dari LSM Lakri, diduga mencoba mendekati wartawan Obor Keadilan untuk menghentikan pemberitaan. Tawaran tersebut ditolak tegas oleh redaksi, dan investigasi justru diperluas. Rangkaian ini terungkap dari kaitan pelaksanaan PJL Kelurahan Jatijajar sebagaimana orang dalam alias ordal membeberkan dengan lugas bahwa di wilayahnya Kelurahan Jatijajar yang melaksanakan 100% bukanlah pokmas sebagaimana diatur dengan regulasi yang ada, akan tetapi dikerjakan oleh orang itu yang dikenal dengan julukan pak haji dan dikonfirmasi langsung oleh redaksi obor keadilan ke nomor pelaksana itu, di situ dia mengakui bahwa dirinya hanya pelaksana di lapangan akan tetapi ini adalah proyek kontraktor si Hotlan Siregar, bahkan orang dalam itu mengatakan Lurah Jatijajar kebagian uang cash dengan porsi persentase yang cukup signifikan demikian juga pokmas ongkang-ongkang kaki tapi dapat bagian, semua Uang panas ini diberikan oleh kontraktor pelaksana terkait.
Informasi ini kemudian menjadi perbincangan publik, dengan Jurnal Investasi Mabes menguatkan fakta penolakan suap, serta Suara Buana menerbitkan dua laporan: satu mengonfirmasi kejadian tersebut, dan satu lagi memuat bantahan dari Ketua LSM Lakri—yang secara tak langsung mengakui adanya upaya tersebut, meski gagal.
Jalur Hukum dan Ujian Integritas
Skandal PJL kini berada di persimpangan: apakah akan berhenti sebagai polemik media, atau berlanjut ke ranah hukum? Publik mendesak Polres Metro Depok, Kejaksaan Negeri Depok, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk turun tangan mengusut dugaan penyimpangan ini.
Di tengah sorotan, nama Sofian Suri—Walikota Depok yang baru dilantik untuk periode 2025-2030, dan sebelumnya menjabat Sekda pada 2021-2024—tak luput dari perhatian. Sebagai pejabat yang menandatangani dokumen strategis kala itu, ia berada di posisi kunci dalam pengawasan proyek. Meski belum ada bukti konkret yang mengaitkannya langsung dengan dugaan penyimpangan, peran administratifnya membuatnya sulit lepas dari sorotan publik.
Dalam pidato pelantikannya, Sofian Suri berjanji membawa Depok menuju tata kelola yang lebih baik. Namun, janji itu kini diuji oleh bayang-bayang masa lalu: lonjakan anggaran yang belum terjelaskan, dugaan pelanggaran metode swakelola, dan isu suap yang menyeret Hotlan Siregar serta jaringannya.
Masyarakat menanti: akankah skandal ini terkuak hingga ke akarnya, atau perlahan tenggelam dalam sunyi? Jika tak ditangani serius, proyek PJL Depok tak hanya menyisakan tiang lampu, tetapi juga noda dalam pengelolaan dana publik.
(Obor Keadilan / Redaksi)