
Temuan ini diperkuat oleh kesaksian langsung dari salah satu pengelola perusahaan media yang mengalami sendiri ketimpangan antara nilai kontrak dan jumlah yang benar-benar diterima. Demi keamanan, identitas narasumber dirahasiakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang melindungi hak jurnalis untuk menjaga kerahasiaan sumber informasi.
Skandal di Koran Radar Solo: Angka yang Tak Bertemu
Menurut sumber tersebut, praktik ini sudah menjadi sistem. Dalam satu kasus pengadaan advertorial DPR RI di Koran Radar Solo, kontrak yang tercatat memiliki nilai Rp80 juta, tetapi media hanya menerima Rp15 juta setelah pemotongan yang tidak jelas.
"Saya sendiri yang menandatangani kontrak dan mengetahui isi perjanjiannya. Tapi yang diterima oleh perusahaan kami tidak sesuai dengan angka yang tertera. Ada pemotongan yang tidak masuk akal, dan ini terjadi secara sistematis, bukan cuma ke satu media saja," ungkap sumber kepada tim investigasi.
Modus Operandi: Administrasi Rapi, Tapi Anggaran Menguap
Praktik ini berjalan tertib dalam sistem administrasi pengadaan barang dan jasa negara. Berdasarkan dokumen yang diperoleh, tahapan pengadaan dilakukan melalui:
- Permintaan Penawaran – Sekretariat DPR RI mengundang perusahaan media untuk mengajukan penawaran.
- Evaluasi & Negosiasi Harga – Perusahaan media tidak memiliki kendali penuh terhadap harga yang disepakati.
- Kontrak & Surat Perintah – Setelah kontrak ditandatangani, dana dicairkan melalui perantara, tetapi media hanya menerima sebagian kecil dari nilai kontrak.
- Berita Acara Serah Terima Pekerjaan – Meski media hanya menerima sebagian kecil dana, berita acara tetap menyebut angka penuh sesuai kontrak.
Dengan pola ini, di atas kertas anggaran tampak terserap dengan sempurna, tetapi realitasnya, sebagian besar dana justru diduga masuk ke kantong mafia anggaran di DPR RI.
Anggaran Publikasi DPR RI: Fantastis, Tapi Sarat Dugaan Korupsi
Berdasarkan data yang masih tersedia di portal SIRUP LKPP, alokasi anggaran DPR RI untuk publikasi dan sosialisasi di media pada tahun 2024 tetap ada. Data ini menunjukkan bahwa pengadaan terus berlangsung, meskipun terdapat indikasi penyimpangan dalam penyaluran anggarannya.
Beberapa alokasi anggaran publikasi yang tercatat dalam sistem pengadaan antara lain:
- Penayangan Berita TV Parlemen di Stasiun Televisi Swasta dan Tipografi DPR RI di Media Luar Ruang – Rp25,52 miliar
- Sosialisasi Kegiatan DPR RI di Media Online – Rp6,01 miliar
- Biaya Perlengkapan dan Peralatan Publikasi Sosialisasi di Media Cetak – Rp11,55 miliar
- Kesenjangan yang Nyata: Bukti di Balik Angka
Dugaan korupsi semakin kuat setelah ditemukan kesenjangan antara angka kontrak dan jumlah yang benar-benar diterima oleh media mitra.
Mafia Anggaran DPR RI: Kebocoran Ratusan Miliar?
Skala Besar: Korupsi yang Menjalar ke 100 Media
Investigasi IPAR menemukan bahwa praktik ini tidak hanya terjadi pada satu media. DPR RI memiliki sekitar 100 media mitra, baik cetak, daring, televisi, maupun radio. Jika rata-rata dana yang "menghilang" dalam setiap kontrak adalah Rp65 juta per media, maka kebocoran anggaran bisa mencapai Rp6,5 miliar hanya dari satu kali pengadaan. Jika praktik ini berlangsung setiap bulan atau setiap proyek, maka angka korupsi bisa mencapai puluhan miliar rupiah dalam setahun. Bila dikali 5 tahun?....
"Ini bukan sekadar permainan anggaran biasa. Ini sudah menjadi sistem korupsi yang dibangun bertahun-tahun. Selama tidak ada tindakan tegas, mereka akan terus melakukannya," ujar Ketua IPAR, Obor Panjaitan.
Tersangka yang Masih Berkuasa: Kontrak Baru di Tangan KPK
Lebih parahnya, fakta menunjukkan bahwa Kepala Sekretariat DPR RI yang saat ini berstatus tersangka KPK masih aktif menandatangani kontrak anggaran terbaru. Ini mengindikasikan bahwa praktik mafia anggaran di DPR RI terus berlangsung tanpa hambatan.
Tuntutan Audit: KPK dan BPK Didesak Bergerak
IPAR mendesak KPK dan BPK untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap setiap kontrak advertorial DPR RI di berbagai media. Selain itu, seluruh transaksi keuangan yang berkaitan dengan pengadaan media harus diperiksa guna memastikan bahwa tidak ada penyalahgunaan anggaran.
Namun, pertanyaannya: Akankah mafia anggaran ini terbongkar hingga ke akar-akarnya, atau justru akan kembali menghilang seperti banyak kasus korupsi lainnya?
Komitmen Pengawal: Rakyat Menanti Kebenaran
Media Nasional Obor Keadilan bersama IPAR berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Rakyat berhak tahu ke mana uang mereka mengalir!
Bersambung...