|

Mengenang 18 th Tsunami Aceh, Bunda Roostien; Diwarnai Issu Penculikan Bayi Oleh Bule

Media Nasional Obor Keadilan | Jakarta- Sabtu (31/12-2022), Malam Tahun Baru 18 Tahun yang lalu pukul 1.00 wib dini hari, aku di bandara Halim perdana kusuma dengan dikelilingi 50-an orang-orang Aceh yang berteriak-teriak "Ibu ketua pekerja sosial bantu anak-anak kami ada yang mau diculik dibawa ke luar Negri, Ibu jangan diam..!!!"

Karena aku kecil aku terpaksa naik ke atas meja "Bapak-bapak tenang !!!! Itu berita belum tentu benar kita tunggu semua disini, akan ada pesawat yang mau landing dari Aceh, kita Berdoa" hening seketika.

Petugas bandara terlihat bergegas dan ada 5 Ambulans berdatangan dan parkir depan lobby, petugas memberi tahu aku kalau pesawat sebentar lagi mendarat. Suasana semakin menccekam, pemuda-pemuda dan ibu-ibu Aceh yang mendapat berita bahwa ada ratusan bayi dibawa bule dengan pesawat. Mereka terlihat gelisah dengan perasaan campur aduk. 

Video ini mengenang peristiwa 18 tahun lalu gempa dan tsunami Aceh Desember 2004- Desember 2022

Sementara kita semua tau keadaan di Aceh hancur lebur sangat mengerikan, aku sendiri sebenarnya gak percaya kalau ada anak-anak kecil diculik bule. 

Tapi berita itu santer aku sangat cemas dan penjagaan TNI-POLRI di bandara semakin mem buat Suasana mencekam.

Sebuah kapal laut naik diatas rumah warga terseret tsunami 2004 silam di Aceh. 

Dan tiba-tiba kita semua dikejutkan dengan pengumuman bahwa pesawat Buraq dari Banda Aceh telah mendarat semua mendekat kepintu meskipun di halang-halangi petugas dan aku menyelinap masuk untuk mengetahui lebih awal apa yang terjadi, sesampainya di dalam yang aku lihat memang crew Buraq menggendong anak-anak usia 1-5 Thn yang semuanya terkulai lemah dengan infus di masing-masing hidung malaikat kecil. 

Aku hitung semua ada 30 anak dalam keadaan luka parah, aku balik ke depan aku naik lagi ke atas meja untuk menjelaskan tentang keadaan anak-anak kecil yang sangat mengenaskan "Bapak-bapak ibu-ibu tolong dengarkan saya, 30 anak kecil yang digendong crew Buraq adalah anak-anak yang tenggelam, dan rata-rata mereka semua kemasukan pasir dan air, sekarang mereka akan di bawa ke berapa Rumah sakit untuk segera dibantu. Semoga mereka bisa bertahan dan kembali sembuh seperti sedia kala".


Subuh tanggal 1 Januari 18 Tahun yang lalu anak-anak itu di antar ambulans dan di bagi ke beberapa Rumah Sakit Saint Carolus, RS Islam di Cempaka Putih, dan Rscm. Aku atur pertemuan dengan rekan-rekan baruku yang dari Aceh, meski baru semalam kita kenal tapi aku sudah merasa sangat dekat dengan mereka. Kita kumpul di warung dekat RSI Cempaka Putih sambil menunggu anak-anak yang di ruang operasi bersama beberapa kawan Aceh, aku di telp kawanku yang menawarkan tenaga psikolog untuk mendampingi anak-anak yang di operasi.

Aku ucapkan terimakasih nanti akan aku hubungi lagi, aku berunding sama ibu-ibu Aceh aku minta mereka untuk menyiapkan sanak saudaranya yang bisa berkomunikasi dalam bahasa Aceh sehingga kalau anak-anak siuman sesudah selesai di operasi pasti mereka akan merasa nyaman dan tenang kalau ada suara dalam bahasa Aceh.

Aku pindah ke RS Saint Carolus aku sampaikan tentang perlunya pendamping yang bisa berkomunikasi dalam bahasa Aceh pasca operasi anak-anak umur 1-5 Tahun tersebut. Begitu juga di Rscm aku kembali minta bantuan keluarga Aceh yang menunggui anak-anak yang sudah di operasi, aku bilang kita butuh pendampingan ibu-ibu yang bisa berkomunikasi bahasa Aceh untuk mendampingi anak-anak yang sedang di operasi.

Tanpa kusadari sahabatku Dewi seorang jurnalis dari "Sunday Times" dia mengikuti aku sejak kemarin dia bertanya "mbak kenapa bukan psikolog yang mendampingi mbak?" Aku bilang "kalau ada special kasus kita rujuk ke psikolog tapi kalau mereka baru siuman dari operasi yang paling menangkan dan membuat nya merasa nyaman adalah mendengar bahasa ibu, bahasa yang dia dengar sehari-hari dan akrab ditelinga mereka, yah mungkin karena aku seorang ibu ya" Dewi tersenyum. 

18 Tahun berlalu aku ingat hanya 3 anak yang bertemu kembali dengan keluarganya, yang lain menjadi penghuni panti-panti Asuhan di Jakarta. Ya Allah, cukuplah sudah Tsunami Aceh musibah yang sangat mengerikan hampir 2 Tahun kami, aku dan relawan-relawanku menangani trauma anak-anak di Meulaboh. Di satu sisi musibah bencana Tsunami di Aceh Allah telah menyatukan seluruh bangsa, seluruh Agama, melalui kemanusiaan.

Penulis: Roostien Illyas (Bunda Roostien), Aktivis Pekerja Sosial 

Komentar

Berita Terkini