|

Surat Terbuka untuk Otoritas Jasa Keuangan: Jangan Ada Dusta di Antara Kita

Bismilahirrahmanirrahim,
Kalau saya melayangkan surat terbuka ini, tepat pada peringatan 110 tahun Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912, semata-mata untuk membela harga diri dan martabat orang Bumiputera. Semula, saya memilih diam, karena ingin menjaga marwah sebuah lembaga bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tapi mendengar penyampaian Pak Riswinandi, Kepala Eksekutif IKNB (Industri Keuangan Non Bank) pada Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR 2 Februari, sebagaimana live streaming yang ditayangkan Komisi XI di kanal Youtube, dan sejumlah pemberitaan media pada Kamis 3 Februari 2022 yang mewartakan rencana untuk melikuidasi AJB Bumiputera 1912, saya merasa perlu menyampaikan surat terbuka ini.

Pak Riswinandi yang saya muliakan, Perkenalkan Pak, saya Ana. Saya mantan direktur perempuan satu-satunya di Bumiputera selama perusahaan ini berdiri lebih dari satu abad lalu. Saya baru satu bulan lebih dinyatakan definitif sebagai direktur, ketika dinonaktifkan karena OJK menurunkan Pengelola Statuter (PS) di Bumiputera. Beberapa bulan sebelumnya, saya pejabat sementara anggota direksi. Peristiwa penonaktifan itu lima tahun silam, tepatnya 21 Oktober 2016, sebuah sejarah yang tidak mungkin terhapus dalam memori saya.

Saya masih mengingat dengan baik bagaimana OJK mengirim konsultan ke Bumiputera sebelum Pengelola Statuter diturunkan. Tidak tanggung-tanggung. Sebuah konsorsium konsultan yang dipimpin Paribas International. Di dalamnya ada konsultan hukum, konsultan aktuaria, konsultan pemasaran, konsultan SDM, konsultan properti, dan konsultan komunikasi. Semua konsultan papan atas, yang kami tahu honornya gila-gilaan, melibatkan personel dari 3 negara di luar Indonesia. Tapi kami menyambut baik, demi sebuah rencana besar bernama ‘restrukturisasi’ dan ‘transformasi’. Apalagi konsultan ini diterjunkan langsung OJK.

Apa yang terjadi? Mula-mula konsultan memaparkan skema “right issue”. Ini barang baru bagi kami, mengingat Bumiputera adalah perusahaan mutual (usaha bersama), bukan perseroan terbatas (PT). Bagaimana mekanisme right issue bisa terjadi, sementara mutual tidak memiliki mekanisme penambahan modal? Tapi kami manut ke konsultan, pengetahuan kami terbatas, apalagi dijanjikan dana Rp 30 triliun dari proses ini. Kami hanya mengingatkan bahwa apapun skema yang ditempuh, anggaran dasar (AD) Bumiputera jangan dilanggar, dan semua harus sepengetahuan dan seizin BPA (Badan Perwakilan Anggota) sebagai lembaga tertinggi perusahaan. BPA sendiri saat itu menerbitkan 4 butir pesan: bentuk badan usaha mutual jangan dihilangkan, restrukturisasi harus berjalan transparan, karyawan dan pemegang polis jangan dirugikan. Tapi konsultan tampaknya tidak terlalu peduli dengan pesan BPA itu. Target mereka memang demutualisasi – mengubah bentuk badan usaha dari mutual/usaha bersama menjadi perseroan terbatas, dan dalam proses ini mereka mengabaikan anggaran dasar.

Right issue ternyata gagal. Ia kuncup sebelum mekar. Entah apa sebabnya. Muncul skema lain, direct investment. Lalu menyusul KSO (kerja sama operasional), lalu entah apa lagi. Yang saya ingat adalah, setiap kali meeting koordinasi dengan konsultan, skema berubah dan berubah. Entah rencana apa lagi berikutnya, hanya konsultan dan Tuhan yang tahu. Sampai suatu ketika kami direksi diminta menandatangani MoU tentang pengalihan pengelolaan aset Bumiputera ke ‘investor’. Saya tentu saja menolak membubuhkan paraf, karena tanpa sepersetujuan BPA.

Mungkin karena direksi dinilai tidak kooperatif, OJK akhirnya menjatuhkan sanksi statuter. Atau mungkin juga rencana ini sudah lama. Yang saya ingat, seluruh anggota direksi dan komisaris dinonaktifkan. Posisi dirut saat itu kosong, karena sudah diberhentikan BPA. Inilah babak baru Bumiputera. Pengelola Statuter (PS) mulai memegang kendali di Bumiputera. Saya mendengar, hanya sehari setelah saya non aktif, aset-aset properti telah berpindah tangan ke ‘investor’ (kelak aset ini bisa ditarik kembali pasca pemberlakuan statuter).

Pak Riswinandi yang saya muliakan, Apa yang dilakukan Pengelola Statuter selama 2 tahun bercokol di Bumiputera? Mereka me-run off Bumiputera, Pak. Operasional bisnis dihentikan. Pengelola Statuter juga memberhentikan 1.000 lebih karyawan (antara lain terdiri dari kepala wilayah dan kepala cabang se Indonesia) dengan skema golden shakehand, dan memindahkannya ke ‘anak perusahaan’, PT Bumiputera Life. Saya memberi tanda petik, karena ‘anak perusahaan’ ini bukan bagian dari entitas Bumiputera. AJB Bumiputera 1912 tidak memiliki saham sama sekali pada perusahaan yang kelak berubah nama menjadi PT Bhinneka Life ini. Bayangkan Pak, karyawan yang kami didik bertahun-tahun dan menjadi ujung tombak Bumiputera di lapangan, diboyong ke Bhinneka Life untuk membangun dan membesarkan perusahaan yang tidak memiliki ‘hubungan darah’. Karyawan diberi ‘sangu’ pula.

Kami yang mengamati dari luar hanya bisa terhenyak. Tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa, karena OJK mengancam sanksi pidana bagi siapa pun yang mencoba menghalangi kerja Pengelola Statuter. Kami besar di perusahan mutual, dan tahu di mana titik kritis operasional perusahaan rakyat ini. Premi income Bumiputera rata-rata Rp 5 triliun per tahun. Dengan perusahaan di run-off, ujung tombaknya diserahkan ke pihak lain, sistemnya dipreteli, produknya dikloning, Bumiputera kehilangan potensi penghasilan sebesar Rp 10 triliun selama 2 tahun. Dalam pikiran kami, sebentar lagi Bumiputera akan kesulitan likuiditas, karena produksi baru terhenti, aset masih sebagian besar non likuid (aset properti), dan itu berarti akan terjadi ‘bencana’ klaim.

Ramalan kami tepat, Pak. Bumiputera nyungsep di tangan Pengelola Statuter. Klaim mulai tersendat, beberapa petugas kami di garda terdepan mengalami persekusi dari pemegang polis yang kesal karena klaimnya tak terbayar, sesama karyawan mulai berantem antara yang pindah ke ‘anak perusahaan’ dengan yang bertahan di AJB Bumiutera 1912, database pemegang polis masing-masing diboyong agen ke perusahaan baru bersama dengan kepindahan mereka.

Pak Riswinandi yang baik, Anda tentu masih mengingat dengan baik, ketika Anda menarik Pengelola Statuter dari Bumiputera. PS tidak memberikan pertanggungjawaban secara terbuka kepada BPA, padahal Bumiputera milik pemegang polis. Sampai hari ini kami tidak tahu apa hasil dari kinerja Pengelola Statuter dan konsultan, kecuali bahwa aset finansial Bumiputera merosot drastis hingga Rp 5 triliun dalam tempo 2 tahun, dan sendi-sendi perusahaan babak belur.

Dengan kondisi perusahaan yang sistemnya bercerai-berai, Anda kembali mengirim paket direksi (Anda menyebutnya profesional). Mereka diangkat bahkan sebelum saya mendapatkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian sebagai anggota direksi. Bukankah ketika Anda mencabut statuter, direksi lama seharusnya diaktifkan terlebih dahulu, sebelum diberhentikan? Saya juga tidak paham apa salah saya sampai diberhentikan sebelum periode tugas berakhir (seharusnya berakhir 2021), padahal OJK sendiri yang melakukan fit and proper test (FPT) ke saya.

Pak Ris, saya mengingat-ingat, dalam 15 tahun terakhir, pihak Anda (sebelumnya IKNB Kementerian Keuangan) memang selalu ‘merestui’ bongkar pasang anggota direksi di Bumiputera. Saya beri tanda petik, karena Anda pasti akan bilang itu ulah BPA sebagai lembaga tertinggi yang mengangkat dan memberhentikan anggota Direksi. Tapi kok lembaga Anda mau saja melakukan FPT berulang-ulang? Ada apa, Pak? Mengapa direksi Bumiputera harus bongkar-pasang hampir tiap tahun? Mengapa pihak Anda tidak berpikir bahwa bagaimana program kerja bisa berjalan jika yang nyupir ganti melulu? Pihak Anda selalu menuntut perbaikan kinerja Bumiputera, tapi pada saat yang sama Anda melakukan bongkar pasang anggota direksi seolah itu permainan lego.

Anda menyampaikan di depan DPR bahwa Anda pernah mengirim “manajemen profesional” dan mereka tidak bisa bekerja, karena diberhentikan Bumiputera. Ah, Anda becanda, Pak. Mengapa Anda tidak pernah menyinggung sama sekali tentang Pengelola Statuter di depan DPR dan media? Kurang manut apa kami dengan menerima penonaktifan secara besar hati ketika Anda mengirimkan Pengelola Statuter? Kurang sabar apa kami dengan segala stigma yang dilekatkan media, ketika lembaga Anda menonaktifkan kami dan menggantinya dengan PS?

Anda juga menyatakan bahwa manajemen yang menggantikan direksi profesional dari kalangan internal Bumiputera tidak ada yang lulus FPT, karena orang-orang lama yang diusulkan sudah ada dalam catatan Anda. Boleh kami bertanya apa kriteria Anda untuk menentukan seseorang “profesional”? Apakah karena para profesional yang Anda tunjuk (konsultan, PS dan Direksi dari luar) meminta gaji/honor gila-gilaan, yang bahkan uang pensiun saya sebegai karyawan selama 20 tahun tidak cukup untuk membayar gaji mereka sebulan? Apa kriteria Anda menyebut orang Bumiputera tidak profesional? Masalah kompetensi? Masalah integritas?

Pak Ris, mohon dicatat, pak. Apakah Anda tidak menyadari betapa tangguhnya orang-orang Bumiputera yang bisa menghidupkan perusahaan selama satu abad lebih tanpa modal, tanpa bantuan penerintah Indonesia? Apakah Anda tidak menyadari bahwa hampir semua perusahaan asuransi milik pemerintah tidak lepas dari campur tangan profesional Bumiputera saat didirikan? Apakah Anda lupa bahwa Bumiputera adalah salah satu peletak dasar industri asuransi di Indonesia? Apakah Anda tahu bahwa Bumiputera lahir sebagai bentuk perlawanan masyarakat pribumi dalam merespon keberadaan NILMIJ – perusahaan asuransi Belanda yang kelak dinasionalisasi menjadi Jiwasraya?

Apakah Anda pernah mengingat - sekadar menyebut beberapa nama berikut: Dr Soekiman Wirjosandjojo (Perdana Menteri RI, 1951-1952); Notohamiprojo (Menteri Keuangan RI, 1959), RM Soemanang (Direktur Eksekutif IMF, 1962), Sutjipto S. Amidharmo, satu-satunya Menteri Urusan Perasuransian (1965) yang pernah dipunyai Indonesia? Bukankah nama mereka ada yang diabadikan menjadi nama gedung di Kementerian Keuangan RI? Apakah Anda menyadari bahwa mereka adalah kader-kader dan tokoh Bumiputera? Apakah Anda tidak tahu bahwa F.Soediono, Moch. Hasyim dan Indra Hattari, aktuaris generasi pertama Indonesia lulusan Amerika itu adalah karyawan Bumiputera? Saat saya masih aktif di Bumiputera, saya masih mengingat bahwa pemegang sertifikasi profesi manajemen asuransi terbanyak di industri saat itu berasal dari Bumiputera dan Jiwasraya. Apakah Anda tahu bahwa lembaga pendidikan asuransi di Indonesia diinisiasi dan dimotori antara lain oleh orang-orang Bumiputera?

Saya mencoba mengingat-ingat sejak kapan orang Bumiputera asli, kader internal, disemati stigma tidak profesional oleh regulator. Dan saya menyimpulkan bahwa stigma itu hadir sejak kran perekrutan anggota direksi dibuka untuk orang luar (sebelumnya semuanya kader internal). Apakah ada hubungannya, pak? Entahlah. Tapi saya mencatat bahwa kemerosotan kinerja Bumiputera dan sejumlah skandal di bidang investasi justru semakin parah ketika profesional dari luar masuk ke Bumiputera.

Apakah ketidakprofesionalan SDM Bumiputera anda kaitkan dengan integritas? Integritas macam apa, pak Ris? Pihak Anda sudah menangkapi beberapa mantan anggota direksi Bumiputera yang berasal dari kader internal, menjebloskannya ke penjara dengan tuduhan menggelapkan kekayaan perusahaan, ketika masalah klaim sudah semakin sulit dikendalikan. Tapi apa keputusan pengadilan? Mereka bebas murni!!! Mereka tidak terbukti melakukan kesalahan sebagaimana yang Anda tuduhkan.

Ya, kader-kader Bumiputera memang bukan malaikat, pak. Mereka ada juga yang brengsek, ada juga yang menyalahgunakan kewenangan. Saya mantan direktur SDM. Jadi saya paham SDM Bumiputera se-Indonesia. Tapi sebrengsek-brengseknya mereka, mereka hanyalah ‘pemain kampungan’. Kalau hasil ‘kejahatan’ mereka saya kumpulkan se Indonesia, itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan dana yang menguap karena skandal investasi semacam kasus Optima dan kasus Sugih, misalnya. Mengapa pihak Anda lebih tertarik dengan kasus-kasus receh, dan bukan membongkar kasus-kasus besar yang membuat investasi Bumiputera bermasalah? Siapa orang di belakang kasus-kasus yang ditutup rapat itu? Mengapa Anda tidak mempersoalkan berapa uang Bumiputera yang melayang selama 2 tahun ketika statuter diberlakukan?

Pak Riswinandi yang saya muliakan, Anda mungkin akan bertanya, jika orang Bumiputera profesional, mengapa perusahaan ini tidak sehat? Anda bicara ke media jika Bumiputera sudah ditemukan tidak sehat sejak 25 tahun yang lalu. Ah, Anda lagi-lagi bercanda, Pak. Anda benar-benar tidak paham dengan Bumiputera. Sejak kapan keuangan Bumiputera sehat jika diukur menggunakan Risk Based Capital (RBC)? Saya punya dokumen yang mencatat laporan keuangan awal-awal Bumiputera didirikan. Dan saya jamin 100% perusahaan ini tidak layak beroperasi jika menggunakan ukuran-ukuran RBC. Saya bahkan menduga keuangan perusahaan ini tidak pernah sehat selama 110 tahun beroperasi jika diukur menggunakan RBC. Bayangkan, perusahaan dengan modal nol rupiah, Anda mau ukur kesehatannya dengan mengaitkannya dengan modal!

Tapi pertanyaan besarnya: mengapa Bumiputera bisa bertahan hingga satu abad lebih? Mungkinkah perusahaan ini bisa bertahan jika dikelola orang-orang brengsek, padahal perusahaan ini nyaris tidak diawasi oleh ‘pemegang saham’?

Pak Ris, sekadar pengetahuan Pak, setiap kali Indonesia mengalami krisis, maka Bumiputera juga akan mengalami krisis. Krisis 1932 (resesi dunia), 1945 (kantor Bumiputera bahkan ikut dibom sekutu), tahun 1965 (peristiwa sanering), tahun 1997-1999 (krisis moneter), tahun 2018 (krisis ekonomi), selalu membuat keuangan Bumiputera berdarah-darah.

Apakah perusahaan asuransi Indonesia yang lain tidak berdarah-darah? Mungkin iya. Tapi mereka memiliki pemegang saham yang siap menyuntikkan dana ketika RBC-nya mengalami negatif. Tidak demikian dengan Bumiputera, Pak. Perusahaan Mutual tidak mengenal mekanisme penambahan modal. Mau nambah modal dari mana? Wong ini milik masyarakat pemegang polis.

Lalu bagaimana manajemen pendahulu kami melakukan perbaikan? Mereka melakukan ‘selfhealing’. Mereka memperbaiki kondisi perusahaan secara gradual, sesuai kondisi keuangan berjalan dan upaya-upaya kreatif manajemen, sembari tetap memperhatikan kewajiban kepada pemegang polis. Pembayaran klaim selalu mereka nomorsatukan, yang lain bisa disolusi kemudian. Ini yang menjadi rahasia mengapa Bumiputera bisa menjadi pemimpin pasar di industri asuransi selama berpuluh tahun.

Dengan diterapkannya RBC, perbaikan secara gradual tidak lagi bisa dilakukan. Peraturan ini memaksa kami masuk ke sistem yang tidak kompatibel dengan kondisi perusahaan mutual. Setiap kali terjadi negative spread, regulator mengingatkan agar kami harus melakukan berbagai cara untuk mengejar RBC. Pihak Anda juga memaksa kami untuk mengalihkan aset properti ke outlet keuangan yang lain, karena komposisi aset Bumiputera tidak selaras dengan peraturan yang ada dalam RBC. Dalam kondisi babak belur, pasca krisis moneter 1997-1999, Bumiputera dipaksa memenuhi RBC dalam waktu singkat di saat nilai klaim melambung. Jika tidak, berbagai sanksi menunggu untuk dijatuhkan. Apakah Anda pernah menyadari betapa sulitnya perusahaan yang tidak memiliki mekanisme penambahan modal, tapi dipaksa memenuhi rasio kecukupan modalnya di saat krisis baru saja berlangsung?

Tidak syak, manajemen Bumiputera seperti pemain akrobat, harus jungkir balik agar bisa mengejar tuntutan kecukupan modal. Di saat yang sama, setiap kali laporan keuangan dipublikasi dan RBC tidak terpenuhi, pihak Anda akan mengirimkan surat peringatan, memberi sanksi seperti pembatasan penerbitan produk baru, dan seterusnya. Perlahan tapi pasti, pasar Bumiputera mulai terganggu, apalagi media sudah mulai rajin menulis tentang kondisi keuangan Bumiputera versi RBC. Dan karena RBC tidak kunjung terpenuhi, lamalama pihak Anda mulai melabeli manajemen Bumiputera tidak kompeten, lalu meminta BPA memasukkan direktur dari luar yang tidak memahami persoalan Bumiputera. Skandal di bidang investasi mulai bermunculan, atas nama upaya memenuhi tuntutan regulasi. Apalagi aset-aset properti Bumiputera cukup menggiurkan, Pak. Bongkar-pasang direksi menjadi ‘mainan’ baru. Entah siapa yang dimainkan, dan siapa yang memainkan. Program-program kerja dan proses pengkaderan Bumiputera yang selama ini sangat tertib, menjadi berantakan.

Tidak ada lagi strategi jangka panjang yang bisa berjalan. Bagaimana bisa memiliki visi jangka panjang, jika direktur setiap tahun diganti? Kader internal yang diangkat menjadi direktur pun dihantui rasa was-was karena mereka bisa dicopot setiap saat tanpa ampun dan tanpa penjelasan memadai.

Dan terakhir, Anda mengirimkan Pengelola Statuter yang gagal itu ke Bumiputera. PS yang bukan hanya memerosotkan kinerja Bumiputera hingga ke titik nadir, tapi membuat perusahaan ini berdiri di tubir jurang.

Pak Riswinandi yang saya muliakan, Saat ini Anda ngotot untuk menerapkan Pasal 38 Anggaran Dasar Bumiputera, mendesak agar kerugian dibagi rata ke pemegang polis. Mengapa Anda tidak menerapkan itu ketika OJK menguasai Bumiputera melalui Pengelola Statuter? Dan apakah Anda layak mendesak pemenuhan peraturan internal perusahaan diberlakukan ke publik, ketika regulasi pemerintah yang seharusnya menjadi pedoman bersama tidak kunjung diterbitkan? Mengapa Anda selalu mendesak Bumiputera untuk memberlakukan Anggaran Dasar/peraturan internal ke masyarakat pemegang polis, tapi Anda tidak pernah mendesak pemerintah untuk melaksanakan amanat UU dan keputusan Mahkamah Konstitusi untuk menerbitkan UU Mutual/Usaha Bersama?

Kami sudah lama meminta agar UU Mutual diterbitkan, karena ini regulasi yang paling fair jika ingin memberlakukan prinsip “sharing the pain, sharing the gain” dari perusahaan mutual. Agar masyarakat melek terhadap konsep mutual dan memahami konsekuensinya, agar kami tidak dituding memberlakukan keputusan sepihak yang hanya ‘menguntungkan’ perusahaan. Kami juga membutuhkan regulasi mutual untuk mencegah intervensi manajemen dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Dan yang paling penting, UU Mutual seharusnya juga menyediakan ukuran kesehatan yang fair bagi Usaha Bersama. Bukan menggunakan ukuran-ukuran PT.

Di hadapan anggota DPR, Anda juga menolak menurunkan Pengelola Statuter lagi ke Bumiputera. Apakah OJK trauma? Padahal ini saat yang tepat bagi OJK menurunkan PS, ketika terjadi kekosongan manajemen - bukan pada periode ketika direksi dan komisaris masih lengkap dan beroperasi relatif normal. Anda bilang, jika diberlakukan statuter, nanti akan jadi beban OJK dan pemerintah. Oh, jadi saat Pengelola Statuter jilid pertama dulu, pihak Anda yakin berhasil dan tidak akan membebani OJK dan pemerintah? Mengapa OJK tidak mau mengambil beban itu padahal Bumiputera disiplin membayar iuran untuk ikut membayar gaji Anda? Lalu kalau membebani pemerintah, kenapa memangnya? Bukankah Bumiputera perusahaan rakyat? Bukankah pemerintah digaji oleh rakyat? Pemerintah menyelamatkan Jiwasraya, padahal jelan-jelas pengadilan membuktikan mismanajemen dan direksinya saat ini mendekam di hotel prodeo. Apakah karena Jiwasraya perusahaan pemerintah dan Bumiputera perusahaan rakyat? Pemerintah bekerja untuk siapa? Mengapa Anda dan pemerintah bertindak diskriminatif terhadap Bumiputera? Padahal pemerintah punya utang melahirkan regulasi mutual, dan OJK berkontribusi memperburuk kondisi Bumiputera?

Apakah Anda akan benar-benar melikuidasi perusahaan yang didirikan oleh tokoh pergerakan bangsa ini? Apakah Anda benar-benar akan melupakan sejarah bahwa perusahaan inilah yang berperan memperkenalkan asuransi pada masyarakat Indonesia?

Ah, Anda yang berkuasa penuh, Pak. Apalah kami ini? Saya hanya berdoa, semoga tidak ada penyesalan di kemudian hari. Semoga Allah melindungi kita semua, sehingga kelak bisa mempertanggungjawabkan keputusan masing-masing.

Saya hanya bisa menitip pesan untuk Bumiputerawan-Bumiputerawati se-Indonesia, selamat ulang tahun ke-110 pada 12 Februari 2022. Percayalah, Anda adalah bagian putra-putri terbaik negeri ini.

Direktur SDM dan Umum AJB Bumiputera 1912 Periode 2016-2018
Komentar

Berita Terkini