"Fesyen dan Identitas Simbolisasi Budaya dan Agama?"
Ket gambar: Bunda Roostien Ilyas bersama salah seorang Santri pada suatu acara pengajian dan sosialisasi Kebangsaan / [foto istimewa] |
OBOR KEADILAN | JAKARTA, Sabtu (27/03-2021), Siang itu aku diingatkan sekretarisku bahwa aku jam 11 diagendakan sebagai nara sumber di mall Margonda lt 3. Aku beegegas menuju Margonda mall lalu naik ke lt 3 aku melihat kanan kiri kok gak ada kegiatan?
Hanya ada tempat bermain anak dan para ibu bercadar, ibu-ibu berhijab, di satu ruangan. Batinku paling acara pengajian nih, aku lewati aja ruangan itu.
Tiba-tiba; "Mbaak mbaaak, mbaak Roostien tunggu". Seorang yang bercadar berlari lari menghampiri arah saya.
"Mbaak aku Sandra mbak, yang undang mbak untuk jadi nara sumber di acara kami", ujarnya, sembari memelukku ramah, aku bingung. waduh mau ngomong apa ini aku?. Setelah aku masuk ruangan sambil menaikkan selendang tenunku ke kepala menjadi kerudung ala mbak Yenny Wahid putri Gus Dur, ada 30 ibu-ibu bercadar, ada 7 yang berhijab tanpa cadar.
Dibalik cadar cuma mata seksi indah yang aku lihat. aku segera dipersilahkan memulai ceramah tentang Undang undang Perlindungan anak sekaligus memaparkan pentingnya antisipatif terkait Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Sedikit nuansa humoris aku bercanda, bilang gini; aku gak bercadar ya ibu ibu tapi percayalah hatiku baik koq, kataku sambil gurau, sekedar untuk mencairkan suasana (ice breaking). "Seluruh audiens tepuk tangan", Jujur aku awalnya aku merasa ragu. agak kurang rela ketika ada anggapan mereka tidak mencintai Indonesia.
Bahkan yang ada cuma Arabisasi bukan Islamisasi, aku memberanikan diri untuk melihat siapa mereka, sambil aku berdiri; kemudian kusampaikan,
"Sebelum kita berdoa untuk memulai diskusi nanti, marilah kita semua menyanyikan lagu kebangsaan kita lagu Indonesia Raya."
"Aku sudah siap kalau mereka menolak, maka aku akan minta maaf untuk tidak melanjutkan acaranya itu sudah ada dalam benakku."
Tiba-tiba tanpa keraguan sedikitpun dari gerakan mereka, semuanya serentak berdiri tegak dan sedikit saling menunjuk siapa yang akan memimpin menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Ternyata salah satu dari mereka maju ke depan dan .. "INDONESIA TANAH AIRKU TANAH TUMPAH DARAHKU",
menggema di Mall Margonda lt 3, tanpa terasa air mataku membasahi pipi rasa terharu, "Aku merasa sangat berdosa menuduh mereka hanya karena beda penampilan, lantas menganggap mereka tidak berjiwa nasionalis faktanya beda bahkan sangat menjiwai cinta NKRI.
Usai menyanyikan "Hiduplaah Indonesia Rayaaa" mereka lanjutkan dengan berdoa untuk keselamatan para pemimpin bangsa,
Semangatku menggebu mengajar mereka mengajar perempuan-perempuan Indonesia dan para wanita Indonesia agar paham tentang hak dan kewajiban sebagai perempuan dan ibu.
Usai aku ngoceh (menyampaikan materi) kurang lebih sejam, saatnya acara bebas mereka semua minta foto bareng aku (swa foto), Suasana harmoni begitu terasa semua pada rebutan salaman dan cipika cipiki, jujur aku terkesima, ketenggengen terdiam (speechless).
Dalam perjalanan pulang, aku mikir ia iya, ini ada bercadar yang nasionalis.
"Meski yang aku baca bahwa pakaian cadar itu sudah ada sebelum ada agama islam".
"Sekilas Tentang Baju Gamis"
"Berdasarkan studi berjudul "Islamic Education in Civilization of Fashion Industry: Clothes Concept Reflection in Islam" yang diterbitkan di jurnal Ta'dib pada tahun 2015, menyebutkan tentang Raghib al-Isfahani, seorang ahli bahasa. Ia mengatakan bahwa pakaian itu dinamai tsiyab atau tsaub karena ide dasarnya, yakni sebagai "penutup alat kelamin".
Laki-laki biasanya memakai gamis bersama sirwal, yaitu celana panjang yang dikenakan di dalamnya. Dilansir laman Al Thawb, putih adalah warna favorit karena cenderung sejuk bila dipakai di iklim gurun yang panas.
Perbedaan penggunaan gamis jika di Arab adalah untuk pakaian sehari-hari, sedangkan di Indonesia digunakan khusus acara keagamaan. Walaupun begitu, karena pada dasarnya pakaian sudah menjadi bagian fesyen yang bebas dikenakan oleh siapapun, jika tidak ada syarat sakral penggunaannya, penggunaan gamis di negara mayoritas muslim, termasuk Indonesia pun sudah sering dijumpai sehari-hari."
"Bunda Maria juga berhijab, para Suster dan Biarawati pake hijab, untuk kalangan Pria Pendeta dan Pastor juga pake gamis.
Apa yang aneh? itu semua baju dari Timur Tengah, tapi gak ada yang bilang itu baju Kristen."
___Aku langsung ingat yang nge bom hotel Marriot itu pake celana jeans pake topi...juga yg nge bom di HI pake celana jeans juga, gak pake celana cingkrang.
(apa sulitnya merubah gaya dan penampilan).
"Aku sendiri gak suka liat orang pria pake celana cingkrang, sama sekali nggak gagah, nggak keren he he".
Ini bagiku masalah selera aja sih, dan yang penting sebagai bangsa yang baik kita juga harus menghormati dan tunduk pada Undang undang, hak dan kewajiban ber Negara.
"Misalnya sebagai pegawai negri (PNS) atau TNI/POLRI itu sdh ada ketentuan atribut dan seragam yang akan digunakan sesuai kebutuhan agenda kegiatan kedinasan."
Kemudian jika keberatan mematuhi aturannya ya sebaiknya jangan jadi PNS atau TNI POLRI kan begitu kira kira.
Yang penting kita harus saling menghormati dalam bernegara yang menganut Azas Bhineka Tunggal Ika ini.
Negara yang bak Ratna mutu manikam (bermacam macam ragam suku bahasa dan budaya serta keyakinan) bahkan terdiri dari 17000 pulau, 740 suku bangsa, ribuan kearifan lokal, Merupakan akar kekuatan bangsa yang ber "BHINEKA TUNGGAL IKA", Yang harus kita Jaga dan pertahankan, Mari kita jadikan perbedaan itu menjadi Rahmat "Be Blessing.
Pada bagian akhir tulisan ini saya mengajak kepada semua komponen bangsa, Mari!! Kita bela negara Indonesia, Memperkokoh persatuan dan menghayati perbedaan jadi sebuah energi Ruh pemersatu, sebab semangat ini merupakan hak dan kewajiban.
Bela negara adalah sebuah konsep yang disusun oleh perangkat perundangan dan petinggi suatu negara tentang semangat cinta tanah air seseorang, suatu kelompok atau seluruh komponen warga negara Indonesia dalam kepentingan mempertahankan eksitensi negara Indonesia. Bela negara juga adalah hak dan kewajiban setiap warga negara, bukan hanya para petinggi pertahanan negara saja, akan tetapi setiap warga negara juga memiliki hak dan kewajiabn untuk membela negara.
Undang Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 27 ayat (3) mengamanatkan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Pasal 30 ayat (1) mengamanatkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usha pertahanan dan keamanan negara”.(◇)
Editor: Yuni Shara
Penulis: Bunda Roostien Ilyas | Pegiat Toleransi yang Aktivis Nasional Pekerja Sosial dan Perlindungan Anak dan Perempuan Indonesia.