|

Agnostisme Muncul Dalam Diam, Percaya Tuhan Tanpa Agama

Penulis: Bunda Roostien Ilyas | Pegiat Toleransi, Pekerja Sosial Masyarakat.

Media Nasional Obor Keadilan | Jakarta, Jumat (19/03-2021), Ghea sahabatku dia cantik, cerdas, seorang jurnalis handal, di sebuah koran Nasional terkenal kami bersahabat sejak awal aku membuka taman belajar di gudang bawah. Pasar Induk Kramat Jati di tahun 1992.

Suatu hari "dia bilang mbak aku mau nikah sama orang islam, aku mau masuk islam kita nikah secara islam" gimana menurut mbak ? Dia ngomong tanpa beban.

Aku terdiam sesaat ," Kamu mau masuk islam? Jadi mualaf maksudmu? iya mbak, kamu sudah kamu fikir baik-baik? Udah mbak, wis mbak, ntar mas Dony mau ajarin aku tentang sholat, tentang Islam mbak.

Ya sudah. Selamat ya, jangan main-main dengan pindah agama ya cantik. Aku sudah siap mental kok mbak' Begitulah, 

Ghea menikah secara islam dan menjadi istri yang baik, kariernya bagus, punya 2 anak dan sekarang yang sulung usianya 11 tahun. Suatu hari Ghea wa aku mau ketemu, kangen mbak yuk kita makan siang mbak, soto lamongan ya mbak.

Ketemu Ghea yang selalu riang sangatlah menyenangkan, kita ngobrol ngalor ngidul tiba-tiba dia serius ngomong dia bilang, Mbak aku sudah ijin ke mas Donny aku mau balik ke agamaku aja Kristen, dia gak keberatan, dia bilang ya udah gak apa-apa" Loh, knp kamu kok pindah agama lagi ? Kan kamu sudah mualaf" sudah lebih 12 tahun kalian menikah kan ? Kok tiba-tiba kamu mau balik ke Kristen lagi kenapa? Ya itu mbak mas Donny selama ini gak ngajari aku apa-apa dia itu juga solatnya cuma kalau lebaran, tapi dia puasa, aku ya puasa, ya udah itu aja, aku sering berantem tentang ini mbak, tentang janjinya ngajarin aku menjadi muslimah yang baik tapi apa??

Dia gak ngajari aku tentang islam dan dia juga enteng-enteng aja dia itu islamnya islam KTP mbak, padahal kan anak-anak sudah semakin besar aku mau kejelasan, meskipun aku mau balik lagi ke Kristen yang sudah lebih 12 tahun aku tinggalkan aku mulai gak yakin dengan keKristenanku sendiri. Tapi akhirnya aku tetap kembali menemui pendeta di gerejaku dulu mbak. Aku ngaku dosa tapi aku tetap di marah-marahi di bilang aku murtad dll.

Tiga kali aku menemui pak pendeta, aku bilang ya ini dombanya sudah balik sendiri. Tapi aku tetap di marahi, aku capek mbak aku pulang sambil mikir aku gak usah punya agama-agamaan pokoknya aku selalu berbuat baik dan akan selalu berbuat baik sesuai ajaranNYA mbak, aku percaya aku yakin pada TUHAN, udah titik dan aku malah tenang, kalau menurut mbak Roostien gimana mbak. 

Aku ya ketawa aja sambil bilang, Follow your heart, itu pilihanmu, itu urusanmu sama TUHAN. Urusanmu sama manusia soal agama sudah kamu coba dan kamu kecewa, hidup iku gak ada yang kebetulan semua karena Allah, karena Tuhan karena Yang Maha Kuasa bukan karena agama. 

Apapun kalau sudah terjadi itu sudah pasti atas kehendakNYA, daun jatuh saja atas kehendakNYA. Iya mbak aku juga akan bebaskan anak-anakku mau memeluk agama pilihannya tapi harus dipatuhi sebagai pegangan hidupnya mbak terserah mereka. 

Kita manusia memang unik kita merasa sangat ngerti padahal cuma tahu sedikit banyak orang tidak bisa membedakan keterbukaan dan ketelanjangan banyak yang hapal tanpa mengerti makna agama itu sendiri. Selalu bangga dengan rutinitas ritual atribut-atribut tapi kosong spiritual.

Sambil makan soto lamongan aku berpikir, ya Allah mengapa ini harus terjadi, saat Ghea memutuskan dia mualaf aku merasa senang, bangga karena Ghea memilih agama yang aku anut. Tapi aku sekarang malu, dengan kelakuan suaminya yang semula berjanji akan mengajarkan agama Islam kepada Ghea dengan baik ternyata membuat agama Islam menjadi tanpa makna. Ya Allah kuatkan Imankuya Allah Lindungi umatMu yang lemah ini Ya Allah ada berapa Ghea Ghea yg lain Ada berapa Donny Donny yang lain hanya Allah yang Maha Tau, hanya Tuhan yang Maha Penentu.[□]

Karya tulis: Penulis: Bunda Roostien Ilyas | Pegiat Toleransi, Pekerja Sosial Masyarakat.

Komentar

Berita Terkini