|

DPO Mafia Tanah Benni Tabalujan Masih Ongkang-ongkang Kaki Di Australia, DPR Desak Polri Terbitkan Red Notice

Junimart Girsang

Media Nasional Obor Keadilan |  Jakarta | Anggota legislatif meminta Polri supaya menerbitkan red noticeatau permintaan menemukan dan menahan sementara buronan yang berada di luar negeri, termasuk buronan Benny Tabalujan sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan surat tanah di Cakung, Jakarta Timur.

Anggota Komisi III DPR RI, Junimart Girsang, mengatakan harusnya aparat kepolisian tidak tebang pilih dalam mengeluarkan red notice untuk mengejar pelaku kriminal yang masuk daftar pencarian orang (DPO).

“Saya kira harusnya dikeluarkan (red notice), tidak pandang kasus besar atau kecil, karena ada equality before the law, semua sama di mata hukum,” kata Junimart saat dihubungi wartawan pada Selasa, 15 Desember 2020.

Menurut dia, Polri semestinya berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM dalam mengejar seseorang yang buron untuk melakukan cekal agar tidak bisa kabur ke luar negeri.

Namun, kata dia, apabila sudah terlanjur kabur, maka Polri harus berkoordinasi dengan Interpol. “Langkah kedua mengejar DPO yang sudah ke luar negeri ya memang ke NCB (National Central Bureau) negara tersebut, supaya kita menggunakan  jaringan dunia,” ujar Politisi PDI Perjuangan itu. 

Untuk diketahui, red notice dikeluarkan oleh Polri buat seseorang yang ditetapkan tersangka atas kasus pidana. Kepolisian dari negara anggota Interpol akan mengirimkan lebih dulu permintaan pencarian dan penangkapan seorang tersangka. 

Kepolisian negara pemohon harus menunjukkan surat perintah penangkapan yang sah sebagai dasar permintaan kepada Interpol. Nantinya, Interpol akan merespon dengan mengeluarkan pemberitahuan kepada kepolisian di 190 negara mengenai permintaan tersebut. Sementara, Polri sudah menjadi anggota Interpol sejak 1952.

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Awi Setiyono mengatakan Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri sampai saat ini belum menerima pengajuan red notice atas nama Benny Tabalujan dari Polda Metro Jaya. Namun, katandia, Benny telah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Polri.

“Tapi kalau untuk status DPO yang bersangkutan sudah diterbitkan saat berkas tersebut diajukan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU),” ujar Awi.

Kuasa Hukum Benny Tabalujan, Haris Azhar mengatakan kliennya bukan tak mau dihadirkan ke persidangan. Tapi, Benny tak bisa pulang ke Indonesia karena Australia tidak mengizinkan orang keluar masuk negaranya di masa pandemi. 

"Enggak bisa, karena Australia tidak izinkan orang masuk dan keluar. Bukan tidak mau," ujar Haris beberapa waktu lalu.

Benny Tabalujan disangkakan pidana pemalsuan surat akta autentik yang diancam pidana menurut ketentuan Pasal 266 Ayat (1) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 263 Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini bermula ketika pelapor Abdul Halim hendak melakukan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di BPN Jakarta Timur. Saat itu, Abdul Halim terkejut karena pihak BPN mengatakan ada 38 sertifikat diatas tanah miliknya dengan nama PT. Salve Veritate, yang diketahui milik Benny Simon Tabalujan dan rekannya, Achmad Djufri.

Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya telah menetapkan Benny Simon Tabalujan sebagai tersangka. Benny juga menjadi DPO karena selalu mangkir dari panggilan penyidik. Namun, Benny dalam pelariannya menunjuk aktivis HAM Haris Azhar menjadi kuasa hukumnya. 

Achmad Djufri saat ini sedang menjalani persidangan di PN Jakarta Timur. Sementara mantan Juru Ukur BPN, Paryoto disidangkan atas kasus yang sama, dengan nomor perkara yang berbeda. (***)

Editor: Redaktur

Penanggung Jawab Berita: Obor Panjaitan

Komentar

Berita Terkini