|

WACANA PEMBELAJARAN JARAK JAUH DIPERMANENKAN

Penulis: Putri Nur Meyliani As | 
Merupakan Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UINSU dan Peserta KKN-DR Kelompok 65.
MEDIANASIONAL OBOR KEADILAN | Minggu (2/08-2020), Era pandemi ini, seluruh aktivitas di luar rumah telah dialihkan untuk dilakukan di rumah saja, mulai dari: belajar, bekerja, olahraga, dan lainnya. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memutuskan mata rantai penyebaran covid-19.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Makarim membuat kebijakan untuk melalukan pembelajaran secara jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk berkomunikasi selama masa pandemi melalui Surat Edaran Mendikbud No. 4 Tahun 2020, namun Pak Menteri mencanangkan untuk mempermanenkan proses pembelajaran jarak jauh, walaupun pandemi ‘telah usai’.

Hal ini diperbincangkan saat Mendikbud Nadiem Makarim dalam rapat kerja secara telekonferensi dengan Komisi X DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia), di Jakarta (02/07/2020).

Wacana pembelajaran jarak jauh tersebut, rencananya memang tidak murni dilakukan dengan PLJ, namun disesuaikan dengan menerapkan ‘hybrid model’. Konsep belajar ‘hybrid model’ adalah konsep belajar yang menggabungkan antara pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran jarak jauh atau berbasis ‘online’.

Pak Menteri memandang bahwa, pengembangan teknologi dan aplikasi dapat memudahkan untuk melakukan edukasi. Walaupun dalam hasil rapat Nadiem Makarim menyadari bahwa seluruh orang tua, siswa, dan guru sedang mengalami masa adaptasi dengan model pembelajaran daring (dalam jaringan) ini. Hal ini berkenaan dengan perkataan Nadiem Maharim “Walau sekarang kita semua kesulitan beradaptasi dalam PLJ, tapi belum pernah dalam sejarah Indonesia kita melihat jumlah guru dan kepala sekolah yang bereksperimen dan orangtua juga bereksperimen beradaptasi dengan teknologi”. (Kompas.com 02/07/2020)

Terkait dengan wacana tersebut, sejumlah pihak di Indonesia memberikan tanggapan. Salah satunya adalah Ketua Komisi X Syaiful Huda yang mengatakan,
“Saya kira Kalau pembelajaran jarak jauh itu ‘permanen’ dilakukan perguruan tinggi enggak masalah, tetapi kalau untuk SD, SMP, SMA, saya kira saya enggak setuju. Karena, tentu saja tidak semua mata pelajaran dapat di PJJ kan.”  (dilansir dari detik news.com 03/07/2020).

Dalam melakukan pembelajaran memang sebaiknya harus memperhatikan tujuan dari pembelajaran. Apabila tujuan dari pembelajaran tidak tercapai, maka dapat dikatakan pembelajaran tersebut ‘tidak berhasil’, sekalipun menggunakan teknologi yang canggih.

UU Tujuan Pendidikan Nasional
Indonesia merupakan negara yang antusias dalam memperhatikan aspek pendidikan. Hal ini dapat dibuktikan dari peraturan, kebijakan, dan regulasi yang diterbitkan Pemerintah dalam rangka mengurus urusan pendidikan.

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dirumuskanlah tujuan pendidikan nasional berupa “Mengembangkan  potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. 

Peraturan tersebut dijadikan sebagai pedoman kegiatan pendidikan serta pembelajaran untuk mencapai tujuannya. Apabila salah satu aspek dari tujuan pembelajaran tidak tercapai maka, pembelajaran dianggap ‘gagal’.

Menurut penulis, pembelajaran jarak jauh mampu menjadikan siswa berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun, ada beberapa aspek yang tidak dapat dipenuhi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dengan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) ini, seperti : menjadikan peserta didik sebagai manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan sehat. Hal ini dikarenakan, guru tidak dapat mengobservasi secara langsung siswa/peserta didik dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia. Kemudian, dampak negatif dari PJJ ini juga dapat mengakibatkan kerusakan pada mata dan syaraf otak, apabila mata sudah mulai lelah.

"Hal tersebut, menjadikan siswa ‘tidak’ sehat. Maka, PJJ ini dianggap tidak efektif bila harus dipermanenkan karena, ada beberapa aspek dari tujuan pendidikan nasional yang tidak tercapai."

Hal ini juga diperkuat dengan adanya Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah BAB II Karakteristik Pembelajaran, “Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan”.

Aspek sikap ini terbagi menjadi 2, yaitu sikap spiritual dan sikap sosial. Hal ini menunjukkan bahwa, perlunya keseimbangan antara ketiga aspek tersebut dalam mencapai kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh peserta didik.

Menurut penulis PJJ dapat dilakukan untuk memicu peserta didik dalam memenuhi aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan, karena dengan menggunakan media sosial peserta didik belajar untuk terampil, cakap, serta mandiri. 

Namun, PJJ tidak dapat memenuhi aspek sikap (sikap spiritual dan sikap sosial). Untuk memenuhi aspek sikap, pembelajaran dapat didukung dengan cara ‘tatap muka’ secara langsung. Ini dilakukan agar, guru dapat mengobservasi secara langsung perilaku dari siswa.

Penutup;

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dapat menjadi alternatif, agar pembelajaran pada masa covid-19 dapat berlangsung secara kontinu. Hal ini sudah terlihat dari adanya kebijakan Pemerintah untuk melakukan pembelajaran dengan jarak jauh sesuai dengan Surat Edaran Mendikbud No. 4 Tahun 2020.

Namun, bila dikaji berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dirumuskanlah tujuan pendidikan nasional berupa “Mengembangkan  potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Menurut penulis PJJ tidak efektif dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional secara utuh. Hal ini dikarenakan, pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan sehat, hanya dapat dilakukan dengan observasi langsung secara tatap muka. Oleh karena itu, PJJ ini tidak dapat dilakukan secara murni, meskipun masa pandemi ‘telah usai’.

Namun, bila diseimbangkan antara PJJ dengan pembelajaran tatap muka akan membantu mencapai tujuan pendidikan nasional secara efektif dan efisien.

Selain itu, tujuan pendidikan nasional ini juga sejalan dengan standar proses pada Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah BAB II Karakteristik Pembelajaran, “Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan”.

Ini menunjukkan bahwa, kegiatan pembelajaran harus mampu menyeimbangkan ketiga potensi pada peserta didik berupa ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Untuk itu, kegiatan PJJ dianggap hanya mampu mengembangkan kompetensi peserta didik dalam ranah pengetahuan dan keterampilan. Maka, perlu adanya pembelajaran tatap muka sebagai pelengkap untuk mengembangkan kompetensi peserta didik pada ranah sikap.*** [◇]

Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UINSU dan Peserta KKN-DR Kelompok 65.

Identitas Penulis :

Nama : Putri Nur Meyliani As

Alamat : Jln. Delitua Namorambe Dusun Asih No. Xx, Kec. Namorambe, Kab. Deli Serdang
No. HP/WA : 08136151xxxx

Komentar

Berita Terkini