|

Menanamkan Norma Sosial Pada Kaum Milenial

Penulis: Annisa Nurfadillah

Kelompok: kkn-dr 65 uinsu

Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU) Medan

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | Kamis, (06-08-2020) - Kemajuan di bidang teknologi informasi telah merubah pola-pola pembelajaran secara signifikan.terhadap berbagai kehidupan,tak terkecuali bidang pendidikan. Setiap komponen pendidikan tidak akan bisa lepas dari pengaruh dahsyat majunya teknologi.

Generasi milenial adalah generasi yang identik dengan pengguna media sosial atau bisa juga disebut netizen. Kita tahu bahwa dalam media sosial semua informasi bisa didapatkan, mulai yang positif hingga yang negatif, dari yang sangat baik hingga yang sangat berbahaya. Generasi milenial sangat butuh adanya pendidikan moral atau karakter yang diberikan di pendidikan formal maupun non formal. 

Di pendidikan formal, siswa sejak SD sudah harus diberikan pemahaman dan contoh yang baik dari gurunya, khususnya Guru Agama dan Guru PPKn. Yang lebih penting sebenarnya adalah di pendidikan non formal, yaitu keluarga dan lingkungan masyarakat.

Keluarga sebagai pondasi akhlak dan karakter bagi anak-anak, kemudian lingkungan masyarakat sebagai laboratorium kehidupan yang sesungguahnya bagi anak tersebut.

Saat ini banyak dari generasi yang menjadi korban dari "keganasan" media sosial, telah disalahgunakan sebagai alat untuk melakukan tindakan-tindakan yang melanggar norma, Hal buruknya adalah keadaan itu akan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Maka tak heran terjadi kasus pelecehan seksual yang bermula dari media sosial, penculikan yang berkedok hubungan asmara, hingga peredaran narkoba melalui jejaring media sosial, dan masih ada kasus-kasus yang lainnya.

Untuk meminimalisasi dan menghilangkan krisis multidimensional, terutama perilaku tak bermoral yang meluas di masyarakat, kita perlu menata konsep dan implementasi pendidikan nasional.

Dalam menjamin pendidikan nasional yang mantap, perlu dijaga konsistensi pendidikan karakter sejak dari landasan filosofis, sistem pendidikan, sampai dengan praktik pendidikan.

Tujuan pendidikan  yang baik akan menghasilkan sumber daya manusia yang baik pula. Apabila sumber daya manusia telah baik, maka masa depan generasi milenial khususnya, dan negara Indonesia pada umumnya, akan cerah dan bisa bersaing dengan negara-negara maju lainnya.

Kita sebagai bagian atau yang berkenaan langsung dengan generasi milenial menjaga diri dan menjaga tingkah laku di dunia maya.

Apalagi sudah ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infromasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sehingga segala tindakan kita di media sosial yang tidak sesuai dengan norma hukun dapat dipidanakan.

Dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”) dijelaskan bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; serta
Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.  Batasan kewajiban dan tanggung jawab orang tua tidak secara tegas diatur dalam UU 35/2014. Namun, melihat dari definisi anak dan ketentuan di Pasal 26 ayat (1) UU 35/2014, dapat diketahui secara harfiah bahwa kewajiban dan tanggung jawab orang tua dilakukan sampai anak berusia 18 tahun.

Pendidikan karakter bukan hanya tugas guru. namun tanggung jawab kita bersama di keluarga dan di pergaulan masyarakat. Pentingnya pendidikan karakter saat ini untuk masa depan yang cemerlang generasi muda, bangsa, dan negara Indonesia.

Pada dasarnya semua manusia (anak didik khususnya) adalah makhluk yang berperan artinya dia selalu akan berhadapan dengan peran-peran yang mau tidak mau harus dipikulnya dalam kancah kehidupan sosial.

Karena itu untuk dapat memerankan peran dengan baik, maka mereka harus belajar bermain peran dengan baik. Peran adalah rangkaian perasaan, ucapan, dan tidakan, pola hubungan yang unik dan membiasa dalam hubungan antara individu.

Peran yang harus dimainkan ditentukan oleh persepsi individu terhadap diri orang lain. Oleh sebab itu untuk dapat memerankan dengan baik, diperlukan pemahaman yang baik terhadap aku dan engkau. Jadi selain memshami dirinya, anak didik juga perlu menghargai dan empati terhadap orang lain.

Dalam model bermain peran ini, peranan seseorang guru sangat menentukan. Fungsi guru dalam model ini antara lain; memotivasi anak didik, menghargai anak didik, berusaha mempertemukan perbedaan pendapat di kalangan anak didik, serta mendidik anak untuk berfikir dan berpandangan luas.

Tentang pola pelaksanaan metode bermain peran ini, Shaftel and shaftel mengemukakan sembilan tahapan bermain peran, yaitu memotivasi kelompok, memilih peran, mempersiapkan tahap-tahap, mempersiapkan pengamat, pemeran, diskusi dan evaluasi, pemeranan ulang, diskusi dan evaluasi kembali, dan menarik generalisasi dari materi yang disajikan. Selain VCT dan role playing, banyak juga kita jumpai pendekatan pembelajatran yang dapat digunakan bagi proses internalisasi nilai dan moral.

Kompleksitas pendidikan nilai dan moral yang berkenaan dengan aspek the internal side memerlukan pengenalan, pemahaman, dan pembinaan secara tersendiri. Hal ini terkait dengan keberadaannya sulit dikenali dan diukur.

Oleh karena itu proses internalisasinya haruslah melalui perjumpaan yang bermakna antara pendidik dan siswa. Perjumpaan ini menjadi terjalinnya suasana hati sehingga timbul empati dan simpati diantara keduanya, siswa pun bisa menjadikan sang pendidik itu sebagai model, sehingga muncul proses keteladanan dari sang pendidik kepada siswanya.

Oleh karena itu kemajuan teknologi inofrmasi dan komunikasi tidak dapat menggeser pola internalisasi berupa perjumpaan secara langsung antara pendidik dan siswa. Sarana IT tetap diperlukan dalam pembelajaran nilai dan moral, akan tetapi kehadirannya adalah sebagai sarana agar perjumpaan yang bermakna itu semakin menarik dan tidak membosankan.

IDENTITAS PENULIS

Nama: Annisa Nurfadillah
Jurusan/fakultas: siyasah/hukum tata negara
Fakultas: syariah dan hukum
Kelompok: kkn-dr 65 uinsu
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU) Medan

Komentar

Berita Terkini