|

Mahalnya Harga Ayam dan Kerugian Masyarakat NTT Akibat Kebijakan Perusahaan Peternakan

Foto: Ketua Umum Benteng Merdeka Nusantara (Bentara), Marlin Bato | memberi keterangan pers kepada para media terkait hal ini pada Jumat (21/08-2020)
M
EDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | JAKARTA | Jum'at, (21/8-2020) - Pada hari Selasa tanggal 4 Agustus 2020, sebuah berita dirilis cendana news menyampaikan informasi melonjaknya harga ayam potong di pasar Alok Maumere, Kabupaten Sikka, Flores NTT hingga Rp. 100-120 ribu per ekor. Hal ini disebabkan oleh minimnya pasokan yang mengalami kelangkaan.

Yance, seorang peternak yang merupakan mitra perusahaan besar mengaku tidak berani menanggung resiko akibat pandemi covid-19 yang menyebabkan permintaan pasar belum stabil.

Keluhan serupa juga datang dari Saverinus Jhonson seorang pengusaha kuliner. Dia mengaku mahalnya harga ayam potong membuatnya harus merubah menu lauk pauk dirumah makannya untuk sementara waktu.

Berbeda dengan di Sikka, sebelumnya para peternak ayam potong di Kabupaten Belu justru mendapat perlakuan tak adil dari perusahaan mitra mereka bekerja lantaran merasa dirugikan akibat kebijakan PT. Mitra Sinar Jaya yang dianggap diluar dari kesepakatan kontrak kerja kedua pihak. Sehingga mereka harus mengadu persoalan ini ke DPRD Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur  pada Selasa (28/7/2020).

Salah satu kebijakan yang dibuat oleh PT. Mitra Sinar Jaya adalah adanya pihak ketiga sebagai pihak ekspedisi. Pihak ketiga yang dimaksud adalah CV. Febryan dan CV. Weras Karya.

Ketua Peternak Ayam Potong Kabupaten Belu, Frans Kali menguraikan bahwa sangat tidak masuk akal apabila hanya untuk mengirim Day Old Chicks (DOC) atau anak ayam dari Kupang Ke Kabupaten Belu bisa memakan biaya mencapai Rp 13 juta. Biaya ekspedisi tersebut dibebankan kepada para peternak.

Selain itu, biaya pengiriman pakan seberat 20 Ton atau satu kontainer dari Surabaya ke Atambua bisa mencapai Rp 36i juta. Padahal, biaya pengiriman melalui ekspedisi seberat 20 ton atau 1 Kontainer dari Surabaya ke Atambua hanya Rp 13.400.000.

“Kebijakan ini sudah di luar kesepakatan kontrak kerja sama yang kami buat. Lucunya, kalau ada di antara kami yang protes, mereka malah ancam untuk tutup kandang. Itu sering mereka lakukan”. Demikian ungkap Frans Kali kepada Wakil II DPRD Belu Sipri Temu di ruang kerjanya.

Dikatakan lebih lanjut bahwa awalnya mereka takut dengan ancaman tersebut. Akan tetapi, lama-kelamaan, mereka berpikir bahwa bila mereka tetap diam, maka mereka semakin dirugikan.

“Teman-teman awalnya takut karena sudah terlanjur punya utang besar di bank saat mereka kredit buka kandang. Tapi lama-kelamaan, kami juga merasa seperti tidak lagi mendapat untung. Bahkan mau bayar utang di bank saja setengah mati. Jangankan bank, untuk bayar para penjaga kandang saja, kita terpaksa harus pinjam uang di tempat lain lagi. Kalau model begini, bukan namanya kerja sama, tapi kerja untuk orang. Mereka yang senang, kami yang menderita,” keluh Frans Kali.

Selain itu, ada beberapa permasalahan lain lagi yang mereka rangkum dalam 17 poin dalam surat aduan tersebut. Surat aduan itu pun telah mereka kirimkan juga kepada Gubernur NTT, Victor Laiskodat.

Frans mengaku bahwa mereka sebelumnya pernah mengadakan pertemuan dengan pihak perusahaan guna membahas segala keresahan dan kerugian yang mereka alami. Pihak perusahaan pun hanya menjanjikan untuk menjawab keluhan para peternak ayam potong tersebut. Akan tetapi, hingga saat ini, pihak perusahaan sama sekali belum merealisasikan keluhan tersebut.

Karena itulah, langkah yang mereka ambil adalah mendatangi DPRD Belu. Mereka meminta para wakil rakyat dapat membantu mereka menyelesaikan semua persoalan yang mereka alami.

SIKAP BENTARA

Mencermati dengan seksama persoalan ini, Ketua Umum Benteng Merdeka Nusantara (Bentara), Marlin Bato menilai persoalan kelangkaan pasokan ayam potong di Sikka dan kerugian yang menimpa peternak ayam di Belu bisa saja terjadi juga di kabupaten-kabupaten lainnya di NTT. Oleh karenanya Bentara menyatakan sikap;

1. Meminta perusahaan-perusahaan mitra peternak ayam potong di NTT untuk menyediakan pasokan yang cukup untuk mengatasi kelangkaan. Hal ini demi mendorong roda perekonomian kembai normal dan menjamin kestabilan harga ditengah pandemi covid-19.

2. Meminta perusahaan-perusahaan mitra peternak di NTT untuk komitmen terhadap kesepakatan dua pihak agar tidak merugikan nasib peternak-peternak kecil.

3. Pihak ketiga, dalam hal ini CV. Febryan dan CV. Weras Karya yang tidak masuk dalam kesepakatan awal dua pihak yaitu PT. Mitra Sinar Jaya dengan peternak kecil harus ditinjau ulang agar tidak membenani ongkos produksi peternak kecil.

4. Mendesak pemerintah Kabupaten Sikka, Kabupaten Belu, serta Pemerintah Provinsi NTT untuk membantu mempertemukan para pihak dan menyelesaikan persoalan ini sesegera mungkin agar tidak terjadi ketimpangan yang berimbas kepada nasib peternak kecil dan daya beli masyarakat sebagai konsumen.

Berikut Dokumentasi Oborkeadilan.com

Editor : Redaktur 

Penanggung Jawab Berita : Obor Panjaitan

Komentar

Berita Terkini