Ket,gambar : Anita Wahid (Putri ke tiga Gus Dur), bersama Romo Hugo (Tokoh Katholik kota Probolinggo) bersama narasumber saat memberi pemaparan tentang pandangan Gusdur tentang "Kebudayaan melestarikan kemanusiaan". Di halaman Gereja katholik Maria bunda karamel kota Probolinggo
Probolinggo,21-01-2020, Media nasional obor keadilan-Kota Probolinggo, Panitia begitu ramah. Satu persatu tamu disambut dengan salaman. Tak lupa senyum selalu menyala. Halaman gereja sudah mulai ramai. Orang bersila. Sambil menikmati musik dan lagu-lagu bertema kemanusian. Tak luput puisi dipanjatkan. Tarian tradisonal di gelar. Suasana terlihat begitu sumringah.
Gusdurian Kota Probolinggo menggelar refleksi kebangsaan satu dekade kepulangan Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid). Dengan tema; “Kebudayaan melestarikan kemanusiaan” bertempat di halaman Gereja Katolik Maria Bunda Karamel Kota Probolinggo
Acara Gusdurian ini jadi istimewa, selain dihadiri gusdurian daerah Jawa Timur, ormas kepemudaan lintas agama, tokoh semua agama, dan masyarakat luas, juga dihadiri langsung oleh Putri ketiga presiden Republik Indonesia keempat KH. Abdurrahman Wahid, Anita Hayatunnufus Wahid (Anita Wahid). Para peserta terlihat begitu gembira. Dengan tepuk tangan begitu menggema.
Ketua panitia, Gus Lukman menyampaikan bahwa gusdurian kota probolinggo anggotanya bukan muslim saja, tetapi terdiri dari pemuda lintas agama. “ini menunjukkan bahwa Gus Dur bukan milik agama tertentu, tetapi milik semua agama” jelas lukman.
Romo Hugo, tokoh Katolik Kota probolinggo, mengutip perkataan Santo Petrus, “Allah tidak membeda-bedakan orang” “saya melihat, sosok Gus Dur begitu terlihat melaksanakan sabda petrus tersebut. Karena memberikan jiwanya, raganya dan semua kemampuannya untuk tuhan ” ungkap romo.
Dalam Islam, ada kesamaan seperti dikatakan Romo Hugo, yakni harus ada harmoni Hablumminallah, wa Hablum minannas (mencintai Allah, dan mencintai manusia), kata penulis buku Filsafat Negasi, Muhammad Al-Fayyadl (Gus Fayyad), mengawali ceramahnya.
Islam mengajarkan sikap tawasud (moderat). Makanya kita harus selalu menemukan titik tengah dalam setiap fenomena. Salah satu contohnya, soal keagaman, tempat acara malam ini, berada di gereja. Bila umat islam masih enggan masuk gereja, atau pertama masuk gereja, makan titik tengahnya acara berada di pelataran geraja saja. Biar sama-sama nyaman, jelas Gus Fayyad.
“kita sekarang juga harus sadar, bahwa Islam itu darussalam (agama perdamaian). Bukan darul Harb (agama perang). Makanya, yang harus kita perjuangankan bukan lagi perbedaan dalam masing-masing agama. Tetapi visi agama itu sendiri yakni perdamaian. Makanya, agama dalam kebudayaan menjadi relevan. Conthnya, Agama dalam budaya, ucapan Assalamualaikum, diganti selamat pagi. Tidak ada masalah. Karena ranahnya budaya. Bukan ibadah. Bila budaya Islam dipraktekkan. Islam akan tumbuh. Agama lain juga akan tumbuh bersama. ” paparnya disambut dengan tepuk tangan.
“Saya merasa terharu, semua pembicara melihat Gus Dur dari sudut pandang yang beda. Sehingga saya bisa banyak belajar. Kalau saya di minta untuk melihat Gus Dur dari sisi keluarga, saya sendiri bingung. Banyak sekali. Bagaimana beliau sebagai kepala keluarga, suami, mendidik anak, apalagi gus Dur banyak sekali profesinya, sebagai kyai/ ketua PBNU/kolumnis/aktivis/pekerja seni dan lain-lain” Anita Wahid mengawali ceramahnya.
Suatu ketika, masa Orde Baru, Gus Dur mengatakan kepada keluarga, ungkap Anita, saya masih SMP. Waktu itu. “Nak, siap-siap ya kalau ada apa-apa kita kabur ke luar negeri”. Betapa banyak sekali ancaman yang datang. Khususnya, via telpon. kebetulan saya dan inayah yang sering mengangkat telpon itu.
Kalau saya, tidak punya apa-apa, ungkap Anita. Bagaimana dengan dengan Gus Dur, tak hanya mengorbankan nyawanya, keluarga, PBNU dan banyak sekali. Gus Dur hanya, ingin memperjuangkan demokrasi. Perlindungan terhadap rakyat. Penganut agama. Jurnalis hilang. banyak Menghadapi pa