Oborkeadilan.com | Jakarta | (13/04/2019), Ekspor non-migas Indonesia dalam kurun waktu 2010-2016 terendah diantara 5 negara utama ASEAN. Meskipun pada tahun 2010 Indonesia berada di peringat 3 dibawah Malaysia dan Thailand namun pada tahun 2016 Indonesia turun keperingkat 4 dan Vietnam naik ke peringkat 3.
Salah satu faktor penting dari penurunan nilai ekspor non-migas Indonesia
adalah rendahnya kontribusi UMKM terhadap nilai ekspor non migas yang baru
mencapai 15,7%. Kontribusi ekspor UMKM Indonesia tertinggal dibanding Vietnam 17%, Phillipina 25%, Malaysia 28%, Thailand 35% bahkan Tiongkok 70%. Rendahnya kontribusi UMKM terhadap total ekspor non migas menggambarkan 2 hal yakni rendahnya kepedulian dan keberpihakan pemerintah terhadap UMKM yang seharusnya menjadi lokomotif menuju pembangunan ekonomi berkelanjutan, sebagaimana banyak dipraktekan oleh negara-negara lain dan tidak adanya kebijakan preferensi dalam rangka eskalasi peran pengusaha Bumiputera sebagaimana yang telah dilakukan PM Mahatir Muhammad pada awal 90’an sehingga “Gini Ratio” antara pengusaha Bumiputera dan non Bumiputera semakin senjang.
adalah rendahnya kontribusi UMKM terhadap nilai ekspor non migas yang baru
mencapai 15,7%. Kontribusi ekspor UMKM Indonesia tertinggal dibanding Vietnam 17%, Phillipina 25%, Malaysia 28%, Thailand 35% bahkan Tiongkok 70%. Rendahnya kontribusi UMKM terhadap total ekspor non migas menggambarkan 2 hal yakni rendahnya kepedulian dan keberpihakan pemerintah terhadap UMKM yang seharusnya menjadi lokomotif menuju pembangunan ekonomi berkelanjutan, sebagaimana banyak dipraktekan oleh negara-negara lain dan tidak adanya kebijakan preferensi dalam rangka eskalasi peran pengusaha Bumiputera sebagaimana yang telah dilakukan PM Mahatir Muhammad pada awal 90’an sehingga “Gini Ratio” antara pengusaha Bumiputera dan non Bumiputera semakin senjang.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia berdasarkan GDP diantara 35 negara, berada pada urutan terbawah yakni 35 dengan pertumbuhan GDP 5,1%.
Kondisi ini membuat Indonesia tertinggal jauh dibandingkan Kambodja di
peringkat 8 dengan pertumbuhan 6,9%, Laos peringkat 9 dengan pertumbuhan
6,8%, Philippina 12 dengan pertumbuhan 6,5%. 5. Kebijakan “Prudent” dalam pengelolaan ekonomi makro memiliki implikasi terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi yang dalam tahap negara sedang berkembang membutuhkan pertumbuhan tinggi yang didorong oleh
pembangunan infrastruktur. investasi, produksi dan teknologi.
Kondisi ini membuat Indonesia tertinggal jauh dibandingkan Kambodja di
peringkat 8 dengan pertumbuhan 6,9%, Laos peringkat 9 dengan pertumbuhan
6,8%, Philippina 12 dengan pertumbuhan 6,5%. 5. Kebijakan “Prudent” dalam pengelolaan ekonomi makro memiliki implikasi terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi yang dalam tahap negara sedang berkembang membutuhkan pertumbuhan tinggi yang didorong oleh
pembangunan infrastruktur. investasi, produksi dan teknologi.
Namun anggaran yang cukup besar tidak berhasil meningkatan pertumbuhan
ekonomi bahkan Asian Development Bank (ADB) telah menempatkan Indonesia sebagai “Middle Income Trapp Countries” atau negara yang terjebak sebagai negara berpendapatan menengah. Untuk mengatasi kebuntuan ekonomi nasional dibutuhkan “pemerintahan tenx” dalam mempercapat GDP Indonesia menjadi 6 besar dunia lebih cepat dari scenario IMF yakni 2023. Oleh karena itu DPP-ASPRINDO menyatukan sikap bahwa tidak ada pilihan lain lebih dari pada penggantian Presiden.
ekonomi bahkan Asian Development Bank (ADB) telah menempatkan Indonesia sebagai “Middle Income Trapp Countries” atau negara yang terjebak sebagai negara berpendapatan menengah. Untuk mengatasi kebuntuan ekonomi nasional dibutuhkan “pemerintahan tenx” dalam mempercapat GDP Indonesia menjadi 6 besar dunia lebih cepat dari scenario IMF yakni 2023. Oleh karena itu DPP-ASPRINDO menyatukan sikap bahwa tidak ada pilihan lain lebih dari pada penggantian Presiden.
DPP-ASPRINDO mengharapkan Presiden terpilih segera melakukan tindakan
cepat untuk mencapai sasaran sebagai berikut ; 1. Meningkatkan kontribusi
UMKM terhadap ekspor non migas hingga 50% pada tahun 2024. 2. Meningkatkan professionalisme UMKM dengan membentuk Kementerian
Kewirausahaan. 3. Meningkatkan status lembaga Rumah Dagang Indonesia
dengan Peraturan Presiden dan akan berperan sebagai mitra pemerintah
dalam merumuskan regulasi percepatan ekspor UKM dan sebagai “commercial
intermediaries” antara UMKM dan pasar global 4. Meningkatkan pertumbuhan
ekonomi secara bertahap hingga 10% pada 2024, dengan mengorbankan sebagian APBN sebagai stimulator pertumbuhan ekonomi dan model pembangunan berbasis komunitas sebagai bagian integral dari transformation from state running government ke society and SME’s running government yang merupakan ciri negara maju.
Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas maka DPP-ASPRINDO mewakili
5000 UMKM yang tersebar di 34 Provinsi manyatakan dukungan penuh kepada
Capres dan Cawapres No:02, Prabowo-Sandi.(*)
5000 UMKM yang tersebar di 34 Provinsi manyatakan dukungan penuh kepada
Capres dan Cawapres No:02, Prabowo-Sandi.(*)
Penanggung Jawab Berita : Obor Panjaitan