|

Elemen Masyarakat : Permasalahan Internal Agama Ini Harus Diselesaikan Dengan Cara Santun dan Elegan


Media Nasional Obor Keadilan| Medan-Sumut |  Aksi unjukrasa yang  dilakukan oleh ratusan massa Muhammadiyah di Mapolres Pelabuhan Belawan, pada Selasa (17/7/2018) tidak mencerminkan kebaikan.

Bahkan menurut beberapa elemen masyarakat Medan Utara, aksi unjukrasa  yang menyebut istilah PKI tersebut dinilai tidak etis dan terlalu melenceng jauh dan tidak dengan sesuai dengan Kebhinnekaan.

Sebagai sesama umat Muslim, seharusnya konflik yang terjadi saat ini dapat diselesaikan dengan cara santun dan elegan.

"Bikin malu umat Muslim, saya merasa malu melihat aksi unjukrasa yang dilakukan oleh  massa Muhammadiyah tadi. Inikan masalah internal agama yang penyelesaianya harus  dengan cara yang santun dan elegan. Bukan dengan cara demo seperti ini, " ujar wanita berhijab tersebut kepada oborkeadilan.com.
Menurut penuturan salah seorang warga Kelurahan terjun, perseteruan yang terjadi selama hampir dua tahun tersebut sejatinya dari awal dapat diselesaikan dengan cara damai dan mufakat. Namun dikarenakan masing-masing mau menang sendiri dan merasa memiliki hak atas Mushola AL-HIDAYAH tersebut maka terjadilah konflik yang seharusnya tidak perlu terjadi tersebut.

"Kalau saja dari awal kedua belah pihak masing-masing mau mengalah dan membuat kesepakatan damai, maka tidak akan terjadi  berkepanjangan masalah ini. Apalagi kita sama-sama beragama Muslim, " ujar wanita paruh baya itu dengan nada sedih.

Ditanya apa yang melatarbelakangi terjadinya konflik antara pihak Muhammadiyah dengan pihak ahli waris dan warga Lingkungan IX tersebut.

"Menurut info, tanah Mushola itu dulu  diberikan sebagai tanah wakaf oleh Sukimam sebagai ahli waris. Namun karena Mushola itu tidak terawat, warga yang tadinya sholat di Mushola itu pindah ke Masjid lain yang letaknya  tidak jauh dari Mushola AL-HIDAYAH tersebut, " jelasnya.

Lalu oleh Pak Manik yang tinggal di lingkungan X itu menawarkan diri kepada Badan Kenaziran Masjid (BKM) dan ahli waris berkenan untuk memperbaiki Mushola AL-HIDAYAH tersebut.

Oleh Pak Manik dimintalah Surat tanah wakaf Mushola AL-HIDAYAH itu untuk  digunakan mencari dana  pembangunan Mushola AL-HIDAYAH tersebut. Dengan perjanjian bahwa  pencarian dana melalui proposal itu digunakan untuk merenovasi Mushola AL-HIDAYAH.

Singkat cerita pencarian  dana untuk merenovasi Mushola AL-HIDAYAH melalui proposal itupun terkumpul. Maka dibangunlah Mushola itu hingga berdiri megah  dengan tampilan baru.

Namun setelah Mushola AL-HIDAYAH yang dana pembangunanya itu diperoleh dari pihak Muhammadiyah dan  Pemko Medan itu berubah nama menjadi Masjid Taqwa.

"Disinilah awal permasalahanya bang, setelah bangunan Mushola AL-HIDAYAH yang berdiri megah itu selesai direnovasi, oleh Pak Manik Mushola itu berubah nama menjadi Masjid Taqwa tanpa berkordinasi dengan, Ahli waris, BKM dan warga Lingkungan IX, " tuturnya.

Dari keterangan beberapa warga Lingkungan IX, secara pribadi mereka juga tidak pungkiri bahwa Mushola AL-HIDAYAH bisa berdiri megah atas campur tangan serta prakarsa dari Manik.

Menurutnya, apa yang dilakukan warga saat ini hanyalah merupakan bentuk kekesalan semata terkait nama  Mushola AL-HIDAYAH yang berubah nama menjadi Masjid Taqwa.

"Sebenarnya itu aja nya Bang penyebabnya. Kalau katanya Muhammadiyah dilarang gak boleh sholat Jumat di Mushola AL-HIDAYAH itu gak benar, " terangnya.

Ditanya apa harapanya terkait permasalahan yang terjadi saat ini.

"Ya semoga permasalahan ini cepat selesai. Mari kita duduk bersama menyelesaikan masalah internal agama kita ini dengan baik, " tandas pria memakai lobe itu penuh harap.

Pantauan wartawan oborkeadilan.com, aksi massa Muhammadiyah dari berbagai cabang di Medan itu terlihat berkumpul di lapangam Masjid Taqwa.

Rafdinal salah seorang yang melakukan orasi meminta kepada pihak Kepolisian agar bersikap ptofesional dan objektif.

Menurutnya, kedatangan mereka tersebut bukanlah masalah sengketa tanah, melainkan aksi tindakan kriminal yang dilakukan oleh pelaku terkait penyegelan, pengrusakan plank nama serta pengrusakan mimbar.

"Kedatangan kami kemari bukan terkait masalah sengketa tanah, melainkan terkait masalah pengrusakan itu, " tegasnya.

Ketua Majelis Hukum dan HAM PD Muhammadiyah Kota Medan, Ibrahim Nainggolan dalam oratornya menyampaikan, bahwa melaksanakan Ibadah adalah merupakan Hak Asasi Manusia (HAM).

Pihak Muspika Marelan harus bekerja sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan jangan ada keberpihakan kepada salah satu yang bertikai.

"Muhammadiyah bukan aliran agama yang sesat ataupun Organisasi Islam yang terlarang di negeri ini. Oleh karena itu harapan kita kepada pihak Kepolisian dan Muspika agar bertindak tegas sesuai dengan SOP yang berlaku, "pinta Ibrahim Nainggolan.

Salah seorang tokoh masyarakat Medan Utara, Awaludin mengungkapkan, kepercayaan dirinya bahwa masalah konflik internal antara Muhammadiyah, Ahli waris dan warga Lingkungan IX tersebut dapatbdiselesaikan secara damai sesuai dengan ukuwah agama Islam, yang dimediasi Kapolres Pelabuhan Belawan, AKBP Ikhwan Lubis.

"Pak Kapolres sudah sejak dari kemarin  berupaya melakukan upaya damai kepada mereka yang bertikai.
Bahkan sejak hari Kamis lalu Kapolres ikut rapat di Aula Kantor Camat Labuhan bersama dengan Camat Medan Labuhan, Tokoh agama, Ustadz dan pihak KUA , " ungkapnya.

Kita jangan saling tuding dan saling menyalahkan satu sama lain. Mari kita serahkan sepenuhnya penyelesaian ini kepada pihak Kepolisian. Apalagi Kapolres Pelabuhan Belawan yang notabene beragama Islam tersebut bersedia memfasilitasi untuk menyelesaikan permasalahan internal kita yang terjadi saat ini, " tandasnya.
(Sofar Panjaitan)

Editor : Redaktur
Penanggung Jawab Berita : Obor Panjaitan
Komentar

Berita Terkini