|

OKNUM TNI AU CABULI ANAK KANDUNG , HAKIM PM KIRANYA TERAPKAN HUKUMAN BERAT KEPADA PELAKU

Ket Gambar : Komnas PA Menyoal Oditur tak Gunakan UU RI No 17 Tahun 2016 tentang penerapan Perpu No.1 Tahun 2016.

Media Nasional Obor Keadilan | Medan |
Kasus korban pencabulan sebut saja Mawar, umur 18 bulan yang dilaporkan Siti Hasanah, ibu kandung korban pada tahun 2014 ke lingkungan Peradilan Militer, dengan tersangka Peltu Muhammad Yusdri Konadi (MYK) yang merupakan ayah kandung korban, juga oknum Anggota TNI AU.

Meski kasusnya sempat terganjal Surat Penghentian Penyelidikan dan Penyidikan (SP3) hingga hampir 4 tahun kemudian baru ditangani. Namun kini ada perkembangan menarik, Pengadilan Militer 1-02 Medan telah beberapa kali menggelar sidang perkara cabul dengan terdakwa Peltu MYK itu, dan dijadwalkan 30 Januari 2018 (red, besok) lanjutan sidang dengan agenda sidang pembacaan vonis.

Namun keanehan dan mirip seperti persoalan sebelumnya yakni munculnya SP3 yang justru juntrungnya mengganjal jalannya kasus itu, seperti terulang kembali. Bedanya persoalan kali ini mencuat Oditur Pengadilan Militer (PM) tidak menerapkan Ketentuan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penerapan PERPU No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua UU RI No. 23 Tahun 2002, junto UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak sehingga Oditur Militer (Odmil) dapat menuntut pelaku dengan acaman pidana minimal 10 tahun dan maksimal pidana penjara 20 tahun dan dapat ditambahkan dengan pidana tambahan pisik seumur hidup dan hukuman tambahan "Kastrasi" kebiri melalui suntik kimia dan dapat ditambahkan pula dengan tambahan hukuman sepertiga dari pidana pokoknya serta Denda Rp 1.000.000.000 (satu milyar). Melainkan tetap UU RI No 23 Tahun 2002 yang telah direvisi itu.

Eksesnya, Sekjen Komisi Nasional Perlindungan Anak  Republik Indonesia (Komnas PA RI) Republik meminta agar vonis hakim PM nantinya mengacu kepada UU hasil revisi. Apalagi kasus tersebut muncul tahun 2014 dan hingga kini belum ada putusan pengadilan atau vonis.

Bahkan orang nomor 2 di Komnas PA itu berharap agar advokat dari korban mengambil langkah hukum banding apabila putusan hakim menggunakan UU RI No 23 Tahun 2002. “Dalam hirarki hasil revisi UU itu  adalah berlaku surat. Artinya setiap kasus yang belum diputuskan pengadilan, maka idealnya menggunakan UU produk revisi,”  Kata Sekjen Komnas  PA RI Dhanang Sasongko. Minggu (28/1).

Masalahnya, sambung pria yang akrab disapa Mas Dhanang itu, dalam perkara terdakwa Peltu MYK tersebut Oditur militer tak  menjerat terdakwa dengan UU hasil revisi. “Karena itu kita meminta agar hakim lebih menerapkan azas keadilan dan vonis terdakwa dengan produk UU terbaru, apalagi kasus ini sudah memiliki refrensi dua lembaga Pysikolog, yang pertama dari Pysikolog USU dan yang kedua dari Pysikolog dari Jakarta, artinya kasus yang menimpa korban tersebut bukan persoalan main-main lagi ” harapnya.

Vonis itu jelas Mas Dhanang, selain sebagai bukti bahwa seluruh institusi maupun orang di negeri ini tunduk dengan hukum, juga sebagai efek jera bagi predator kejahatan terhadap anak. “Dari data kami se-Indonesia mengalami peningkatan terhadap kejahatan anak, jadi sangat dibutuhkan sekali penerapan hukum yang menimbulkan efek jera, seperti yang termaktub dalam UU hasil Perlindungan Anak hasil revisi itu,” tukasnya.

Dia juga menambahkan, ada hal-hal yang juga memberatkan terdakwa “Persisnya pada 4 Mei tahun 2017, terdakwa juga telah divonis kurungan badan 10 bulan dengan vonis tambahan dipecat dari dinas militer, pada perkara penyalahgunaan narkotika golongan I. Inikan bisa hal yang bisa memberatkan terdakwa, walaupun kasus Narkobanya masih tahap Kasasi, belum memiliki hukum yang tetap tapi bisa menjadi pertimbangan Hakim yang kuat untuk memutuskan Vonis kasus Pencabulannya” urainya.

Sama halnya, ibu kandung korban Siti Hasanah yang juga sebagai pengadu dalam perkara cabul itu berharap agar hakim memberikan vonis yang berat . “Saya berharap Hakim Pengadilan Militer 1-02 Medan, menjatuhkan hukuman yang setimpal terhadap MYK yang melakukan perbuatan bejat terhadap anak kandungnya sendiri,” kata Siti Hasanah, ibu kandung korban kepada wartawan, kemarin.

Apalagi, jelas ibu kandung korban Siti Hasanah itu, untuk mencari keadilan terhadap anaknya sebagai korban pencabulan oknum Anggota TNI AU terbilang cukup melelahkan. “Sebelum akhirnya disidangkan di Pengadilan Militer 1-02 Medan ini, kasus laporan pencabulan kami sempat terganjal dengan terbitnya SP3 dari Komando Sektor III, dan saya hampir putus asa,” bebernya.

Dengan bantuan kawan-kawan akhirnya kasus tersebut dibuka kembali, tentunya setelah melalui proses gelar perkara di Mabes TNI beberapa waktu silam. “Karenanya saya sangat mengharapkan sekali agar hakim memvonis terdakwa itu dengan seberat-beratnya,” celutuk Siti Hasanah.

Siti Hasanah menambahkan, perbuatan bejat MYK  itu memang sudah syogianya tidak lagi ditolerir, terlebih pihak pengadilan militer juga pada 4 Mei 2017 lalu telah menjatuhkan vonis terhadap oknum Anggota TNI AU itu, dengan kurungan badan 10 bulan, dan vonis tambahannya adalah dipecat dari dinas militer. terkait perkara pidana penyalahgunaan narkotika golongan I.

Dari peristiwa kejahatan yang beruntun itulah, lanjut Siti Hasanah, sangat diharapkan Hakim Ketua menjatuhkan vonis dengan hukuman seberat-beratnya terhadap MYK. “Terlebih perbuatan-perbuatan prilaku pidana terdakwa juga terbilang bisa memberatkannya,bila perlu dengan hukuman kebiri sesuai dengan UU Revisi terbaru” urai Siti Hasanah.

Siti Hasanah juga berharap, agar oditur bersikap lebih pro justice atau memihak kepada ketentuan hukum. “Artinya jika melihat putusan hakim lebih rendah dari tuntutan yang diajukan, agar segera melakukan banding,” harapnya.

Sekedar mengingatkan, Peltu MYK yang dituding melakukan pencabulan terhadap anak kandungnya, secara resmi dilaporkan ibu kandung Mawar adalah Siti Hasanah melalui Kuasa Hukum Komisi Nasional Perlindungan Anak Perwakilan Sumatera Utara (Komnas PA Perwakilan Sumut), Sumantri ke Polisi Militer Angkatan Udara (POM AU)

“Telah mendatangi POM AU untuk melaporkan kasus klien kami bernama Siti Hasanah. kemarin siang sekitar jam 13.00 tetapi tidak bersama Siti Hasanah karena sedang sibuk,” ujar Sumantri, Selasa, 22 April 2014 lalu.

Menurut Sumantri, laporan itu diterima oleh Mayor Andi Sultan selaku Dansatpom AU Lanud Soewondo. “Laporan kami diterima secara lisan dan mereka berjanji akan menindaklanjutinya. Sejauh ini, sudah 9 saksi diperiksa termasuk klien saya. Setelah itu, pihak POM AU akan mengirim berkasnya ke pihak Oditor Militer guna menuju proses persidangan,” sebutnya.[yuni]

Editor :Obor Panjaitan
Komentar

Berita Terkini