|

Bunda Roostien: Anak adalah cermin masa depan Bangsa, Anak terlindungi, Indonesia Maju. Selamat Hari Anak Nasional


Penulis: Al Maarif NU | Roostien Ilyas

Foto: Bunda Roostien Ilyas di salah satu kolong jembatan (underpass) Jakarta bersama anak anak kaum lemah 
Media Nasional Obor Keadilan | Jakarta (23/07), Negara Republik Indonesia secara konstitusi sudah cukup bahkan lebih dari cukup perhatian atas perlindungan dan kepedulian terhadap anak. Hal ini dapat dilihat dengan ditetapkannya setiap tgl 23 Juli sebagai peringatan hari nasional.


Banyak bahkan mayoritas tokoh masyarakat (publik figur) berlomba secara seremoni mengucapkan selamat atas peringatan ini, terpantau oleh media nasional Oborkeadilan.com beberapa diantaranya yakni;
Menag Yakut Cholil Quomas, ketum partai Demokrat Agus Hari Murti Yudhoyono (AhY)
Mensos Khofifah Indar Parawansa dan ada banyak, merka menyampaikan lewat akun tweeter dan berbagai jenis media.

Tokoh satu ini tdk ketinggalan, namun tidak sekedar seremoni mengucapkan belaka melainkan juga secara masih terjun ke lapangan sejak dahulu hingga kini sesuai bidangnya yang juga menjabat LP Ma'arif NU Roostien Ilyas biasa dikenal Dengan nama Bunda Roostien.

"Dibalik banyaknya anak-anak berprestasi gemilang di negri ibu Pertiwi, yang aku tangani adalah sisi gelap anak bangsa yang masih marak hingga kini". (Bunda Roostien)

Berikut Ulasan singkat dan pengalamannya dilapangan: Hujan belum reda waktu aku menunggu grab di lobby Tamini mall, Tiba-tiba dua anak laki-laki dengan menggigil kedinginan, yang satu menyodorkan payungnya dengan ragu-ragu dan menyapa, ibu, bu Roostien ya ? "oh iya kamu siapa?" saya Malik bu, dari pasar Kramatjati, tuu kan bener bu Roostin, saya Jamal bu sama Kramatjati juga, "ya Allah nak" sekarang kalian sesudah tamat paket B katanya mau cari duit aja, usaha apa?"

Buk saya sama Malik sudah punya Piaraan kambing dikampung, Malik punya 7 saya 8 bu tapi di pasar kita buka sewaan buku komik tapi gak laku, Anak-anak pada punyak HP (handphone) jadi sewaan buku kita pindahin ke kampung Bu, ntar ibu bantu buku cerita tapi komik ya bu, kalau di kampung laku bu, "ku peluk dua anak asuhku sambil kumasukkan uang ke kantong mereka masing-masing, Aku bangga melihat mereka mampu menjadi tunas muda pekerja keras yang tangguh, Aku berharap suatu saat nanti mereka melanjutkan pendidikannya, Karena aku yakin pendidikan di Indonesia sekarang sangat di mudahkan".

Di mobil ingatanku kembali ke anak-anak yang lain, yang di sekitar kampung di dekat Tangerang, aku di minta oleh Nusa Putra dia ketua Bina Program di lembaga sosialku untuk ketemu mereka yang kalau siang hari banyak Remaja-remaja kecil yang lagi bercanda nge prank temen-temennya dengan teriakan bebas nya. Mereka pake kaos oblong celana pendek, kuperhatikan memang mereka normalnya remaja-remaja cilik. Aku rasa gak ada yang aneh dengan kampung dan penghuninya ini, Ah si Nusa ngawur, Aku omelin Nusa yang ketua Bingram di lembaga sosialku, gak ada apa-apa di situu. "Eee yang penting mbak Roostien uda ketemu cewek-cewek tanggung yang biasanya ngobrol di gardu"
"sekarang jalan-jalan dulu, ntar jam 9 malem mbak Roostien balik situ lagi deh, kalau nggak gitu kita ga dapet investigasinya".

Aku penasaran jam 9 malam aku balik bersama Nusa dan Mansur juga ikut, Sesampai di kampung yang tadi
jujur aku pangling, melihat kampung yang disiang hari hanya kampung biasa yang dipenuhi rumah-rumah setengah permanen berjajar-jajar biasa saja tapi di malam hari kampung itu berubah jadi kafe-kafe dangdut dengan lampu-lampu kerlap-kerlip, lagu-lagu dangdut kenceng banget, dan Nusa tiba-tiba ngilang, aku sama Mansur nunggu di depan salah satu kafe, 10 menit kemudian Nusa balik bareng 3 cewek-cewek cantik dengan dandanan yang sangat seronok, Nusa dengan usilnya gangguin cewek-cewek itu mereka Tertawa-tawa setelah dekat Nusa tanya ke mereka. Tadi siang yang ketemu bu Roostien ini siapa ya?
Bersamaan mereka menjawab, "kita bang" Aku perhatikan satu-satu ya ampuun ini kan Anak-anak baru gede yang aku ajak ngobrol tadi siang kok dalam 5 jam mereka berubah jadi sangat dewasa? setelah basa-basi sebentar mereka berlarian balik ke kafe dangdut.
Menurut Nusa usia-usia mereka 14, 15, 16 tahun.

Speechless. Aku terdiam, aku sedih karena gak mampu berbuat banyak, Ah capek hati ini terbayang anak-anakku yang lain mereka yang di Kampung-kampung kumuh daerah Ciputat kebanyakan mereka cuma sekolah sampai SMP.
Karena meskipun sekolahnya gratis tapi biaya kehidupan mereka Sehari-hari sangatlah mencekik leher, maka Anak-anak ini kembali memulung untuk membantu orang tuanya, Kini Sekolah bukan lagi sesuatu yang penting, Cita-cita mereka buyar yang penting bantu emak supaya bisa makan.

Dimasa Pandemi ini memang hampir dibilang jarang ada demo dengan mengajak anak-anak kalau aku ingat saat itu sangat gak masuk akal anak-anak yang belum ngerti apa itu kebencian, telah di ikut sertakan dalam demo-demo yang meneriakkan kebencian, yang otomatis di tiru oleh anak-anak mereka mengkafir-kafirkan orang sambil teriak-teriak di jalanan miris sekali dan mereka akan menjadi pemilih pemula dalam pemilu 10 tahun lagi yang akan ikut menentukan pula karakter bangsa Indonesia.

Di hari Anak Nasional 2021 kali ini semoga Hak Anak berpendidikan dan pendidikan karakter atau nation & caracter building sebagai bangsa yang Bhineka Tunggal Ika serta Pancasila sebagai way of life and way of thinking wajib di miliki oleh anak Indonesia sedini mungkin bukan dengan menghafalnya tapi dengan diajarkan dalam perilaku sehari-hari.


Anak2 yg trauma karena mereka korban kejahatan seksual juga banyak belum menerima haknya untuk dilindungi bahkan tumbuh kembang dengan baik.
Sementara pelakunya masih banyak dihukum dengan setengah hati, bahkan masih ada yang bebas diluar bui meskipun laporan sudah ada di meja yang berwenang, apa yang terjadi dengan hukum kita? (Tanya bunda Roostien_red)

Hal yang disampaikan Bunda Roostien Ilyas ini senada apa yang disampaikan
Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, Valentina Gintings merilis; menyoroti maraknya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi selama pandemi. “Berdasarkan data SIMFONI PPA, pada 1 Januari – 19 Juni 2020 telah terjadi  3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual, angka ini tergolong tinggi. Oleh karena itu dalam menghadapi new normal ini, kita harus pastikan angka ini tidak bertambah lagi dengan melakukan upaya pencegahan yang mengacu pada protokol penanganan anak korban kekerasan dalam situasi pandemi Covid-19,” jelas Valentina.

Dihimpun redaksi media nasional Oborkeadilan.com data yang dipaparkan oleh Kepala Sub Direktorat Pendidikan dan Pengentasan Anak, Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Kemenkumham, Tuti Nurhayati di Jakarta (23/06_2021) lalu, serupa dengan pemikiran bunda Roostien Ilyas, mengungkapkan Kementerian Hukum dan HAM telah memberikan asimilasi di rumah dan integrasi kepada 39.420 narapidana dan anak di seluruh Indonesia (Data SDP DITJENPAS, 14 Mei 2020). Sedangkan sebanyak 992 anak di LPKA, Lapas, dan Rutan telah mendapat asimilasi rumah dan integrasi per 15 Juni 2020. Angka tersebut meliputi 940 anak mendapat asimilasi rumah, 18 anak mendapatkan pembebasan bersyarat (PB), 25 anak mendapatkan cuti bersyarat (CB), 9 anak mendapatkan cuti menjelang bebas (CMB) (Sumber data : SMS lap dan datin Ditjenpas).

 “Sangatlah penting jika semua pihak, baik di lintas kementerian maupun masyarakat dapat memperhatikan kebutuhan anak sehingga mereka tidak terjerumus ke dalam tindak kejahatan yang sama. Perlu diperhatikan pentingnya kebutuhan dasar, pengasuhan memberikan kasih sayang kelekatan sehingga anak merasa diterima dan dapat berbaur dengan masyarakat lainnya,” jelas Tuti. (Tim Redaksi)

Komentar

Berita Terkini