|

HUTAN SIMPANGAN BOLON SIMALUNGUN LUDES DIJARAH MALING KPH II SIANTAR DUDUK MANIS


Simalungun-Sumut |Oborkeadilan.com |Hutan lindung (protection forest)  menurut Undang-undang RI no 41/1999 adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.“ dimana hal ini perlu penanganan dan perlindungan yang serius bari berbagai pihak khususnya dari pihak Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Sementara itu Kawasan Hutan Lindung (HL) yang berada di darah Simpangan Bolon Kecamatan Girsang Kabupaten Simalungun yang merupakan wilayah kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) II Siantar telah habis dibantai dan hanya meninggalkan beberapa batang pohon pinus saja. 50 ha lebih Hutan Lindung saat ini sudah beralih fungsi menjadi perladangan yang dikuasai oleh masyarakat setempat dan bahkan masyarakat luar desa, hal itu sesuai wawancara dengan beberapa warga yang sudah mengklaim lahan tersebut sebagai ladang pertanian mereka.

NN bermarga Sinaga yang dijumpai media Oborkeadilan.com mengatakan bahwa lahan tersebut mereka beli dari seseorang dalam kondisi sudah tidak ada lagi pohon besarnya dan menurut beliau bahwa kayu-kayu pinus yang sebelumnya tumbuh dilokasi tersebut sudah ditebangi oleh banyak pihak menjadi bahan bangunan berbentuk papan dan balok dan bahkan ada yang berbentuk gelondongan yang dilangsir menggunakan kendaraan gardan dua dan truk kecil jenis cold disel bergardan dua yang kemudian dikumpul dipinggir jalan desa Simpangan Bolon sebelum dimuat kekendaraan yang lebih besar jenis truk Trinton yang dibawa ke pabrik di kota Siantar dan bahkan ada yang dibawa ke Medan dan hal intu sudah terjadi selama 2 tahun ini.

Sementara keterangan warga bermarga Manik yang juga seorang petani dari daerah Parapat yang juga memiliki lahan dilokasi Hutan Lindung tersebut mengatakan bahwa keadaan penebangan masih terus terjadi, namun belakangan ini hanya diolah ditempat menjadi bahan papan dan balok, hal itu dilakukan beberapa pihak yang kemudian mereka bawa keluar menggunakan kendaraan jenis pick up gardan dua dan infonya disuplay kebeberapa toko material (panglong) dan juga langsung kepada warga yang membutuhkan.
Saat ditanya terkait kehadiran pihak kehutanan bapak manik mengatakan “ mereka sering datang berseragam Polhut dan terkadang pakaian sipil, mereka kadang mendatangi para penebang kayu yang menggunakan Sinsaw dan terlihat akrab dan tak lama kemudian pihak kehutanan tersebut pergi dan kegiatan penebangan dan pengolahan kayu berjalan terus dan itu sudah biasa terlihat disini pak, kalau tak salah orang kehutanannya ada yang bermarga Sitinjak” ungkapnya kepada pihak media.

Dari amatan dilapangan terdapat banyak lokasi penebangan dan bahkan masih meninggalkan material hasil olahan berbentuk balok dan papan yang kondisinya siap untuk diangkut, sementara dibeberapa lokasi lain ditemukan bekas-bekas atau sisa pengolahan dan kalau diamati merupakan sisa aktivitas yang sudah berbulan umurnya.

Albert Sibuea Kasi Pengamanan Hutan Provinsi Sumatra Utara saat dihubungi pihak media Oborkeadilan.com terkait kejadian tersebut mengatakan akan mempertanyakan hal tersebut kepada KKPH II wilayah Siantar bapak Sipahutar, karena sampai saat ini tidak pernah ada laporan beliau terkait aktivitas penebangan didaerah tersebut dan Team Polhut Dinas Kehutanan Sumut akan segera turun kelokasi memastikan keadaan tersebut” ungkapnya.

Sementara itu Pintor Sitorus Sekretaris  NGO.SUMATRA FOREST yang juga turun kelokasi melihat keadaan disekitar hutan lindung Simpangan Bolon tersebut mengatakan “ Keadaan ini tidak bisa dibiarkan apalagi kondisinya sudah separah ini, indikasinya hal ini adalah pembiaran dan hal ini bertentangan dengan UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) Pasal 104 UU No 13 tahun 2013, Setiap pejabat yang dengan sengaja melakukan pembiaran terjadinya perbuatan pembalakan liar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 17 dan Pasal 19, tetapi tidak menjalankan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah). Dan hal ini akan kita telusuri secara serius sebagai bahan laporan esmi dari lembaga kita” imbuhnya dengan nada kesal.[ RYH ]

Editor: yuni S
Penanggung Jawab Berita : obor panjaitan
Komentar

Berita Terkini