Rabu, 11 Juni 2025 | 10:02:48

BIARLAH AKU SENDIRI YANG MENGENANGMU "AKTIVIS BURUH"

Jacob Ereste adalah mantan mahasiswa dan aktivis buruh hingga Orde Baru tumbang, 1998.


MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | Ketika panitia Temu Kangen Aktivis Era 1980 & 1990 menyebut dan mendoakan agar arwah teman-teman yang telah mendahului kita semua,  sungguh rasanya sukamaku seperti tergedor oleh sosok sahabatku yang juga telah berbuat banyak bersama kaum Pergerakan di negeri ini.

Almarhum Tohap Simanungkalit kukenal sejak awal SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia)   yang digagas Muchtar Pakpahan bersama sejumlah tokoh pergerakan lain tampil untuk menghadapi kezaliman rezim Orde Baru tahun 1992.

Sebagai mahasiswa terbilang lama mangkrak di kampus, aku pun sempat menikmati kebrutalan rezim  memberondong kami yang demonstrasi (1978) di kampung Biru bulak Sumur, Yogyakarta.

Nyali leluhur yang kubawa dari kampung antara Sumatra dan Sulawesi, lebih dari cukup menjadi bekal membiaknya Sikap pemberontakan, tidak hanya dari titisan pengalaman Tante yang sempat diasingkan juga di Digul semasa merebut kemerdekaan dari penjajah, tapi juga sebagai mahasiswa teknik lumayan sensitif dengan situasi dan kondisi yang sama, jalan  petualangan meniti karier jurnalistik pun  semakin membumbui sedapnya bergabung dengan ragam kelompok kaum Pergerakan.

Nastalgia terakhir sebagai mangkrak di kampus Yogyakarta, adalah aksi menentang pemerintah yang hendak menggusur fasilitas seniman dari Gedung Seni Sono untuk dijadikan bagian dari Istana di Ujung jalan Malioboro Yogyakarta.

Tradisi perlawanan terhadap segala bentuk kezaliman rezim ini, agaknya harus kuakui dari buyut Tjut Nya' Dhien yang sangat kupuja karena tidak hanya pernah menjadi panglima perang yang Perkasa. Tetapi juga kekenyalan dogmatiknya untuk tidak pernah mau menyerah, meski pada akhirnya harus kalah.

Contoh nyata dari kegigihan para leluhur inilah yang membuat naluri jurnalistikku pun menemukan jalan lapang berjumpa beragam tokoh termasuk seniman dari berbagai jurus kesenian.

Etos kreatifitas serupa itu pun telah mendorong gairah berkesenian diantara aktivitas organisasi menghadapi beragam kasus dan masalah yang dialami kaum buruh selama rezim Orde Baru berkuasa. Maka pada paling sulit dan masa pakin indah itu (1994-1998) dari SBSI lahir Teater Pabrik dengan pementasan naskah dari puisiku sendiri berjudul "Surat Cinta Kepada Marsinah Di Sorga". Puncaknya pementasan di Bulungan Jakarta Selatan pun dihadang oleh rezim represif sehingga pementasan harus tetap dilakukann di halanan, karena gedung pementasan digembok aparat.

Tradisi perlawanan warisan leluhur pun yang telah disuntikkan dalam tubuh organisasi membakar kemarahan Lembaga Bantuan Hukum SBSI yang dikomando Luthfi Hakim, Mehbob dan David SG Pella menggugat Polres Jakarta Selatan ke pengadilan dan menang.

Inilah bagian dari sejarah perjuangan kawan-kawan SBSI yang menjadi sangat fenomenal pada jamannya. Hingga sekitar empat lebih pintu perijinan untuk sebuah  pementasan kesenian ketika itu harus dipangkas atas dasar Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Catatan yang masih tersimpan rapi di Pusat  Dokumentasi dan Data Atlantika Institut Nusantara hanya seniman Butet Kartaredjasa yang mengapresiasi kemenangan aktivis buruh yang berhasil memperluas Medan jelajah perlawanan aktivis buruh  sampai pada bilik kesenian yang juga dibungkam rezim penguasa.

Jadi bagaimana mungkin saya rela melupakan jasa kawan-kawan aktivis buruh yang juga sangat dominan berasal dari kampus di seluruh Indonesia.

Jacob Ereste adalah mantan mahasiswa dan aktivis buruh hingga Orde Baru tumbang, 1998.

Berita Terkait

Komentar