Jumat, 16 Mei 2025 | 11:12:11

Aniaya Bayi Divonis 5 Tahun, DPR Dan Hakim Nilai Jauh Dari Kata Adil


Gambar : Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil


JAKARTA | Media Nasional Obor Keadilan | Pasca dijatuhkannya vonis selama 5 tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bantul terhadap pelaku penganiaya kekerasan terhadap anak berusia 4 tahun. Hal tersebut bukan hanya menuai  protes dari kalangan pihak Korban saja tetapi juga dari banyak pihak.

Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil mengatakan, bahwa pihaknya  akan berkoordinasi dengan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung terkait sejauh mana kapabilitas hakim didalam menjalankan tugas pokok fungsi kerjanya menjatuhkan vonis putusan.

Menurut Politikus asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini ketidakmaksimalan kinerja hakim dalam menjalankan tupoksinya diakibatkan adanya dualisme kewenangan didalam tubuh Mahkamah Agung yakni bagian administrasi dan bagian teknis yudisial.

*" Ini yang akan kami sorot, sekaligus di evaluasi yang kami nilai menjadi salah satu faktor hakim sulit mengambil kebijakan secara sehat dan profesional karena independensi mereka terganggu akibat penilaian prestasi kerja hakim berada dibawah struktur administrasi," ujar Djamil saat dihubungi wartawan Media Nasional Obor Keadilan Minggu (30/7).*

Lanjut Politikus asal Aceh ini menuturkan pihaknya akan memasukkan study kasus ini dalam pembahasan Panja RUU Jabatan Hakim agar menjadi masukan sehingga menghasilkan Undang-undang yang memiliki kompetensi yang baik.

"Kami akan bahas di dalam panja, yang jelas kami tidak ingin ketidakadilan di Indonesia semakin meningkat karena adanya tekanan, intervensi oleh Pihak Tertentu dari dalam internal MA terhadap hakim yang mengadili perkara," tegasnya.

*Sementara itu, Mantan Ketua Majelis (KM) Hakim dalam kasus penganiayaan balita Jhonatan Miracle (JM) 4 tahun, Andy Nurvita menilai ada kejanggalan dalam proses persidangan yang dilakukan di dalam perkara tersebut* .

Dirinya mencontohkan saat menjadi Ketua Majelis, Terdakwa sempat dikeluarkan dari tahanan selama 3 (tiga) hari tanpa ada surat penetapan pembantaran dari hakim bersangkutan atau tanpa ijin dan sepengetahuan dirinya yang saat itu berkedudukan sebagai ketua majelis perkara a quo. Pada  waktu Terdakwa bisa dikeluarkan dari tahanan oleh pihak Rutan Bantul hanya berdasarkan petunjuk lisan dari Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bantul dibantu oleh Panitera Muda Pidana Pengadilan Negeri Bantul.

Selanjutnya, mendekati putusan atas perkara a quo dijatuhkan oleh Majelis Hakim, tiba-tiba
dirinya langsung dijatuhi hukuman disiplin berat oleh Bawas MA RI dengan alasan yang tidak masuk diakal yaitu menjadi mafia perkara yang mana dirinya tidak pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan itu, dilaporkan menjadi mafia perkara oleh pihak tertentu.  Lebihlebih lagi menjalani pemeriksaan oleh Komisi Yudisial atau Bawas MA sesuai prosedur formil terkait tuduhan tersebut.

" Pada hari dimana saya terima pemberitahuan hukuman disiplin dari Badan Pengawas (Bawas MA), posisi saya sebagai ketua majelis perkara a quo langsung diganti dengan Wakil Kepala Pengadilan Negeri (WKPN)," Ujar Andy saat ditemui di Jakarta.

Andy menduga keras dalam proses persidangan perkara tersebut ada penyalahgunaan kewenangan oleh oknum pimpinan Pengadilan Negeri Bantul sehingga terjadi ketidakadilan  bagi dirinya sebagai ketua majelis, majelis hakim maupun pihak korban.
Ada pengaruh efek domino antara hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya dengan perubahan formasi ketua majelis dalam perkara a quo pada detik-detik dimana putusan atas perkara itu hendak dijatuhkan oleh majelis hakim bersangkutan.

" Berdasarkan informasi yang beredar dikalangan hakim, WKPN Bantul 10 tahun lalu pernah bertugas di MA dan  memiliki hubungan baik dengan Bawas, Jadi bila kemudian muncul dugaan pihak-pihak tertentu bahwa  hukuman disiplin berat yang dijatuhkan pada saya tersebut bertalian erat dengan kasus ini sehingga merusak nama baik saya dan merugikan kepentingan korban dalam perkara a quo wajar-wajar saja ," terangnya.

Dirinya juga bisa memaklumi bila pihak korban akhirnya menganggap bahwa Vonis atas perkara tersebut tidak adil bagi korban karena sanksi hukuman yang diberikan dianggap terlalu ringan tidak berdasar fakta yang ada.

" Pihak korban dibackingi 10 ormas, mereka tidak trima saya digusur dari KM diganti dengan WKPN karena mereka tahu saya itu profesional tetapi pandangan berbeda dengan pihak yang ingin menjatuhkan saya sehingga memanfaatkan perkara ini untuk merusak nama baik saya," tandasnya.

" Jelas WKPN bermain di pembantaran. Lepasin Terdakwa dari tahanan selama 3 hari tanpa sepersetujuan saya sebagai KM. Kepala Rutan nya sekarang sdh dinonjobkan," tambahnya.

Hakim Andy Nurvita merupakan salah satu hakim berprestasi baik dalam karir dan memastikan dirinya bersih dalam bekerja. Bahkan sering menolak arahan dari atasannya dalam mengambil satu keputusan vonis.

Namun, loyalitas dan integritas yang diberikannya tidak mendapatkan respon positif justru sebaliknya Andy diberikan sanksi berat dengan dugaan sebagai mafia peradilan yang dimana dirinya tidak pernah melakukan hal tersebut.

" Silahkan MA mau berpendapat bagaimana atas sikap saya ini. Hal ini terpaksa saya lakukan karena saya keberatan terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada saya, dan karena tidak ada upaya keberatan yang diatur dalam Perma terkait yang memberikan kesempatan bagi hakim yang dijatuhi hukuman disiplin untuk mengajukan upaya pembelaan dan atau keberatan secara prosedur formil atas adanya hukuman disiplin dari Bawas tersebut meskipun sejatinya saya sebagai hakim tidak bersalah melakukan perbuatan yang dituduhkan Bawas kepada saya (mafia perkara)," tandasnya.( Franc_OK )

Berita Terkait

Komentar