|

Gus Dur dan Pemikirannya, Sosok Santri Tak Biasa

Ket gambar : Peringatan satu Dekade Haul Gus Dur di Pondok pesantren Nurul Jadid Paiton kabupaten Probolinggo Jawa Timur. 
OBORKEADILAN.COM| PROBOLINGGO| (11/01/20) Ruang begitu ramai, para santri begitu khusuk menikmati musik rebana dengan syair tanpo Wathon, khas Gus Dur. Bahkan ada beberapa peserta haul satu dekade Gus Dur memakai peci ala Gus Dur dan lambang Nahdhatul ulama.

Gusdurian Probolinggo dan pondok pesantren Nurul Jadid mengadakan haul sepuluh tahun meninggalnya Gus Dur (Abdurrahman Wahid) yang bertempat di Auditorium SMA Nurul Jadid, Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo (10/01). Dengan tema; " Kebudayaan melestarikan kemanusiaan"

Haul kali ini memiliki keunikan, khas pesantren. Acara yang dimualai dengan Tahlil yang di pimpim KH. Fahmi Abdul Haq, pembacaan syair tanpo waton, orasi kebudayaan dan tadarus puisi.

KH. Abdurrahman wafi, pembicara utama menyampaikan, salam kebajikan, dalam perdamaian, dan salam kemanusiaan itu itu termuat dalam kata “assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh” maka, saya cukup mengucapkan itu” ucap KH. Abdurrahman, yang disertai tepuk tangan peserta.

Gus Dur (Abdurrahman Wahid), adalah sosok santri, sosok biasa saja. Menjadi luar biasa, ketika di lihat dari luar pesantren. Padahal, di pesantren biasa saja, saling menghormati semua agama. Menghormati manusia, tidak melihat latar belakang dan status. "Gus Dur, di media-media sering diceritakan tidak punya dompet dan jarang pegang duit, padahal anak-anak santri nurul jadid misalnya, tidak punya uang itu biasa. Ya biasa saja. Kalau ada kebutuhan mendesak, yang pinjam (utang). Bila tidak punya uang, Makan nasi dengan cabe. Itu sudah enak. Dan itu biasa bagi santri” ujarnya.

Putra KH. Hasan Abdul wafi, ini juga menjelaskan, Bicara sosok Gus Dur, tidak boleh lepas dari bicara ayahnya (KH.Wahid Hasyim), kakeknya (KH. Hasim Asy'ari), pesantren dan santri. Terutama dalam memberi kemanfaatan bagi bangsa Indonesia.

Contoh kecil, KH Wahid Zaini, pengasuh ke-3 sekaligus jadi ketua PBNU semasa dengan Gus Dur tahun 1990-an bila ke Surabaya, sering kali naik becak dari rumahnya, dilanjutkan dengan naik bis umum. Hal itu juga yang dilakukan gus dur. Sosok sederhana. Betul-betul jadi tauladan.

Bapak Bahlum Ulum, M.fil, mendambakan yang dilakukan santri, tidak hanya mengandalkan lmu pengetahuan saja. Tawasul atau kirim doa untuk para leluhur, para wali, orang soleh dan para guru menjadi jalan terang dalam kehidupan. Gus dur melakukan ini dengan banyak ziarah. “jadi jarak itu adalah waktu secara spiritual. Bukan geografis. Kedekatan kita dengan Gus Dur, kedekatan rasa kangen. Akan nilai-nilai yang telah diperjuangkan selama ini” tambahnya.

Sedangkan KH Fahmi Abdul Haq, menyampaikan sebenarnya Gus dur tidak mau di Hauli, tidak ada pengaruhnya, bagi gus dur, di hauli atau tidak. Tetapi melihat kemanfaatan haul Gus Dur ini bisa menghidupkan nilai-nilai yang diperjuangakan Gus Dur tentang kemanusiaan, kerukunan keberagamaan, etnik dan kebudayaan.

Apalagi saat ini, begitu marak fitnah, ujaran kebencian dan sering melupakan pentingnya kemanusiaan dan kebudayaan. Maka haul seperti ini sangat relevan untuk selalu di galakkan. Demi menegakkan harkat dan martabat bangsa Indonesia. Dan Gus Dur adalah Kita.

Reporter      : Zubaeri
Editor            : Redaktur
Penanggung Jawab Berita : Obor Panjaitan 
Komentar

Berita Terkini