|

SMA NEGERI 21 MEDAN tidak memperdulikan UU No 20/2003 tentang Pengelolaan Pendidikan dan PP No 17/ 2010 tentang Larangan Penjualan Buku Paket dan LKS di Sekolah.

Ket Gambar : SMAN 21 Medan, tak tanggung-tanggung hampir setiap tahun ajaran setiap siswa dikenakan biaya pembelian LKS dan Buku diatas 1 juta rupiah. 

Media Nasional Obor Keadilan |Medan | 25 Januari 2018,Maraknya kembali penjualan buku LKS (Lembaran Kerja Siswa) dan buku paket yang terjadi di Kotamadya medan, juga terjadi di SMAN 21 Medan, tak tanggung-tanggung hampir setiap tahun ajaran setiap siswa dikenakan biaya pembelian LKS dan Buku diatas 1 juta rupiah.
SMAN 21 Medan yang pada tahun ajaran 2017/2018 sesuai data yang diperoleh dari pihak sekolah jumlah siswa mereka saat ini adalah 789 siswa yang terdiri dari Kelas X berjumlah 244 siswa, Kelas XI berjumlah 293 dan Kelas XII berjumlah 259 orang.
Dari data yang diperoleh dari seorang siswa kelas XII IPA biaya LKS yang mereka harus bayarkan adalah sebesar RP. 1.076.000,-/ siswa termasuk didalamnya LKS siswa.
Larangan dari pihak pemerintah melalui UU No 20/2003 tentang Pengelolaan Pendidikan dan PP No 17/ 2010 tentang Larangan Penjualan Buku Paket dan LKS di Sekolah ternyata bukan suatu penghalang bagi pihak sekolah untuk melakukan bisnis yang menjanjikan ini, dengan indikasi mendapat insentive atau fee penjualan dari pihak penerbit yang jumlahnya cukup menggiurkan.
Dilokasi yang sama pihak Media Obor Keadilan berjumpa dengan bapak Batu bara salah satu pihak penerbit yang buku produksi mereka digunakan disekolah tersebut menyatakan bahwa mereka juga ada memberi fee yang jumlahnya puluhan persen dan tidak bersedia menyebutkan angka persisnya, “Jika jumlah siswa berjumlah 700 siswa saja dikalikan satu juta sudah Rp. 700 juta rupiah ya pak, dan seandainya fee itu 20% saja sudah mencapai 140 juta setiap tahun ajaran untuk oknum tersebut” tapi pak batu bara hanya senyum-senyum tak menjawab.
Dikesempatan berbeda seorang siswa kelas XII mengeluh karena tidak bisa menerima raportnya hanya karena belum melunasi uang buku ujarnya dan hal itu dinyatakan salah satu wali kelas ujarnya sedih. Ternyata selain sebagai tenaga pendidik pihak sekolah dalam hal ini guru juga berfungsi sebagai juru tagih pihak perusahaan pengada buku dengan barang jaminan raport siswa.
Larangan penjualan buku paket/LKS di lingkungan sekolah itu, sambungnya, didasarkan pada UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan tertulis dalam "Pasal 11 Peraturan Mendiknas No 2/2008 melarang sekolah bertindak menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik”  ternyata larangan itu“MANDUL” dan terabaikan hanya gara-gara kepentingan oknum yang mencari keuntungan semata ujar Ir. Rinaldi Hutajulu Kordinataor NGO. Team Observasi Penggunaan Anggaran Negara dan Anggaran Daerah (NGO. TOPAN-AD  Wilayah Sumut dan akan menindak lanjuti kejadian ini kepada pihak yang berwajib sebagai bentuk laporan penyalah gunaan dan pelanggaran undang-Undang UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dengan sangsi hukumnya.(J.R)
Komentar

Berita Terkini