|

Kemenkumham Pastikan Mulai 2018 Penerimaan M.Kn. Harus Dihentikan

Ket gambar :  Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU), Freddy Harris, 

Media Nasional Obor Keadilan | Jakarta | Norman Edwin Elnizar
Jika tetap dilakukan penerimaan, Kemenkumham melalui Dirjen Administrasi Hukum Umum tidak akan mengakui hasil lulusannya.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU), Freddy Harris.

Dia juga mengatakan pihaknya akan meminta kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk menghentikan penerimaan mahasiswa baru Magister Kenotariatan.


Permintaan moratorium ini harus dilakukan mulai tahun 2018 sampai ada hasil evaluasi bersama antara Dirjen AHU dengan Kemenristekdikti soal penyelenggaraan pendidikan kenotariatan di perguruan tinggi.
Pernyataan tersebut disampaikan Freddy kepada para notaris peserta Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan Ikatan Notaris Indonesia (INI), Jumat (26/1) di Solo. Freddy mengatakan bahwa selama ini belum pernah ada koordinasi dan evaluasi bersama antara pihak Menristekdikti dengan instansi yang dipimpinnya terkait penyelenggaraan pendidikan kenotariatan.

 “Kami adalah user dari outputnya kan, tapi nggak ada koordinasi sampai saat ini, soal kurikulum, kualifikasi pengajar, dan sebagainya,” katanya kepada hukumonline.
Direktorat Jendral AHU adalah instansi di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang bertugas untuk mengangkat notaris sebagai pejabat umum. Akhir tahun 2017 lalu, Kemenkumham menetapkan adanya mekanisme baru untuk menjadi notaris dengan mewajibkan Ujian Pengangkatan setelah lulus Ujian Kode Etik Notaris (UKEN). Alasannya, sebagai cara untuk meningkatkan kualitas notaris yang ditengarai mengalami penurunan. Dirjen AHU menilai muara masalahnya ada pada pendidikan kenotariatan saat ini.

 Sikap Dirjen AHU ini, menurut Freddy, adalah kelanjutan dari upaya untuk meningkatkan kualitas notaris dengan adanya tambahan Ujian Pengangkatan. “Ujian Pengangkatan ini kami buat karena tidak percaya dengan kualitas lulusan M.Kn. yang selama ini diadakan oleh Kemenristekdikti,” jelasnya.
Hal ini jelas menjadi kejutan bagi kalangan perguruan tinggi yang menyelenggarakan program kenotariatan. Sebelumnya, kebijakan Ujian Pengangkatan sendiri menuai pro-kontra yang belum reda di kalangan calon notaris. Kali ini Dirjen AHU justru bertindak lebih jauh dengan meminta moratorium program kenotariatan.

 Freddy mengaku kecewa bahwa ditemukan para pengajar di kampus-kampus penyelenggara Magister Kenotariatan justru tidak pernah berpraktik sebagai notaris. Belum lagi kurikulum yang timpang karena tidak memenuhi kebutuhan praktis sebagai calon notaris.
Ketika ditanya kemungkinan penolakan Kemenristekdikti beserta kampus-kampus peyelenggara Magister Kenotariatan atas permintaannya, Freddy menjawab singkat, “Ya nanti kami tidak akan mengakui hasil lulusan angkatan itu dan seterusnya untuk bisa jadi notaris".

Freddy menilai fakta di lapangan bahwa pendidikan calon notaris di perguruan tinggi telah terjebak dengan bisnis komersial semata. Dengan biaya tinggi dan iming-iming prospek cerah menjadi pejabat umum, ia melihat kualitas lulusan telah diabaikan. “Ini lembaga pendidikan isinya bisnis, menerima 200, 100, 300 calon, saya tidak mau notaris dijadikan ajang bisnis pendidikan,” katanya di depan para notaris yang hadir.

Untuk diketahui, sejak disahkannya UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Jabatan Notaris), syarat untuk menjadi notaris diwajibkan tidak cukup berbekal sarjana hukum, namun harus lulusan strata dua kenotariatan.

 Syarat ini membuat perguruan tinggi berlomba-lomba mendapatkan izin untuk menyelenggarakan Magister Kenotariatan. Awalnya, hanya ada enam perguruan tinggi, namun kini telah bertambah hingga mencapai jumlah 39 kampus per Desember 2017. Jumlah terbanyak masih berada di Pulau Jawa.

Berikut kampus penyelenggara program magister kenotariatan. Perguruan Tinggi Negeri.

Perguruan Tinggi Swasta

UNSYIAH

(Universitas Syiah Kuala, Aceh)

USU

(Universitas Sumatera Utara)

UNAND

(Universitas Andalas, Sumatera Barat)

UNSRI

(Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan)

UNIB

(Universitas Bengkulu)

UNJA

(Universitas Jambi)

UNIBA

(Universitas Balikpapan, Kaltim)

UI

(Universitas Indonesia)

UNPAD

(Universitas Padjadjaran, Jawa Barat)

UNDIP

(Universitas Diponegoro, Jawa Tengah)

UNS

(Universitas Sebelas Maret, Jawa Tengah)

UNSOED

(Universitas Jendral Soedirman, Jawa Tengah)

UGM

(Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)

UNAIR

(Universitas Airlangga, Surabaya)

UNIBRAW

(Universitas Brawijaya, Malang)

UNEJ

(Universitas Jember)

UNTAN

(Universitas Tanjungpura, Kalbar)

UNLAM

(Universitas Lambung Mangkurat, Kalsel)

UNUD

(Universitas Udayana, Bali)

UNRAM

(Universitas Mataram, NTB)

UNHAS

(Universitas Hasanuddin, Sulawesi Selatan)

UMSU

(Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara)

UNPRIM

(Universitas Prima Indonesia, Sumetera Utara)

UJAYABAYA

(Universitas Jayabaya, DKI Jakarta)

UPS

(Universitas Pancasila, DKI Jakarta)

USAKTI

(Universitas Trisakti, DKI Jakarta)

UNTAR

(Universitas Tarumanegara, DKI Jakarta)

UNYARSI

(Universitas YARSI, DKI Jakarta)

UKNKRIS

(Universitas Krisnadwipayana, DKI Jakarta)

UPH

(Universitas Pelita Harapan, DKI Jakarta)

UNISBA

(Universitas Islam Bandung)

UNPAS

(Universitas Pasundan, Jawa Barat)

UNISSULA

(Universitas Islam Sultan Agung, Jawa Tengah)

UNTAG

(Universitas 17 Agustus, Jawa Tengah)

UII

(Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta)

UNNAR

(Universitas Narotama, Surabaya)

UBAYA

(Universitas Surabaya)

UNISMA

(Universitas Islam Malang)

UNWAR

(Universitas Warmadewa, Bali)

Sumber: bahan presentasi Dewan Kehormatan Pusat Pengurus Pusat INI

Menanggapi pernyataan Freddy, Team Media mendapatkan tanggapan dari notaris di lokasi acara yang sehari-hari juga sebagai dosen di program Magister Kenotariatan. Elis Nurhayati, notaris Bandung yang mengajar di program kenotariatan Universitas Padjajaran menilai bahwa sebaiknya upaya perbaikan tidak dengan langsung melakukan moratorium.
“Sebaiknya dibatasi saja atau diseleksi lebih ketat untuk bisa mengikuti pendidikan kenotariatan, tidak langsung dihentikan,” katanya.

Senada dengan Elis, notaris Tangerang Fully Handayani yang juga dosen di programkenotariatan Universitas Indonesia menyatakan keberatannya dengan rencana moratorium serta merta tersebut. “Harusnya diselesaikan dulu bersama-sama antara Menristekdikti dan Kemenkumham baru mengambil sikap, ini akan merugikan kampus-kampus yang sudah mendapatkan izin dari Menristekdikti,” ujarnya.

 Fully tidak menafikan bahwa ada ketimpangan serius di antara berbagai program kenotariatan. Bahkan ia mengetahui ada cacat syarat administratif yang sudah tidak terpenuhi dari kampus-kampus penyelenggara program kenotariatan belakangan ini. Misalnya jumlah minimal dosen pengajar di jenjang Guru Besar, Doktor, dan Magister untuk bisa menyelenggarakan Magister Kenotariatan.

Namun menurutnya, perlu lebih hati-hati dalam mengurai persoalan ini. “Tapi tidak bisa juga dipukul rata karena ada beberapa kampus yang bermasalah lalu semuanya dimoratorium,” pungkasnya.[ Red ]

Sumber : hukum online.com
Komentar

Berita Terkini