MPR : Ketimpangan Sosial Harus Dihapuskan di Indonesia
JAKARTA - Ketua Lembaga Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Rully Chairul Azwar mengatakan ketimpangan sosial saat ini semakin terlihat di Indonesia.
Menurutnya hal tersebut haruslah dijadikan fokus perhatian dan dijadikan sebagai masalah urgen bagi semua pihak terlebih pemerintah Indonesia dalam mewujudkan Indonesia yang maju sesuai dengan nawacita.
"Jika masalah pemerataan dan ketimpangan sosial tidak ditangani secara tepat dan benar, masalah itu bisa memicu konflik dan kekerasan sosial yang akan merugikan stabilitas pembangunan nasional," ujar Rully di hadapan wartawan di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (10/7).
Dirinya menyadari bahwa pencitraan dan penuntasan ketimpangan sosial adalah masalah yang sangat urgen karena bisa menghambat pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Ketimpangan juga menjadi akar konflik sosial, kejahatan dan kekerasan. Bahkan, kctimpangan sosial bisa mengancam kohesi sosial dan politik.
"Pimpinan MPR menugaskan Lembaga Pengkajian MPR sebagai lembaga dengan fungsi “Laboratorium Konstitusi” untuk melakukan pengkajian topik Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial," papar dirinya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Steering Comittee Kajian Konstitusi Ekonomi Indonesia, Didik J. Rachbini menuturkan berdasarkan basil kajian sementara Lembaga Pengkajian MPR menemukan fakta menarik bahwa pada setiap era pemerintahan sejak kemerdekaan ternyata kesenjangan dan perbedaan nyata antara visi ckonomi konstitusi seperti didalam UUD 1945 dengan kenyataan pencrapan kebijakan sudah terjadi.
" Ketimpangan ini sudah lama terjadi oleh karena itu sejumlah catatan akan kami berikan agar dapat menjadi masukan bagi semua terlebih pemerintah," paparnya.
Dirinya menilai saat ini prioritas kebijakan ekonomi lebih mengutamakan kepentingan akumulasi modal untuk pertumbuhan ekonomi dari pada pemerataan untuk keadilan sosial bagi seluruh warga negara.
" Kenyataan semacam itu tentu patut menjadi perenungan kita semua. Karena secara ideal, rancang bangun sistem perekonomian Indonesia yang digagas para founding fathers seperti Soekarno dan Hatta jelas termuat dalam pasal 33 UUD 1945 yakni akar ketimpangan sosial tidak boleh ada," tegasnya.
Dirinya menambahkan dari aspek kesejarahan dan filosofi pemikiran, ekonomi konstitusi Indonesia tidak menghendaki kapitalisme dan liberalisme dipraktikkan di negara Indonesia karena hal ini menyebabkan negeri ini sulit maju dan berkembang.
" Oleh karena itu tantangan untuk mewujudkan visi sosialisme yang ada dalam konstitusi agar tidak hanya menjadi Ideologi Tekstual didalam Konstitusi perlu menjadi perhatian kita semua. Untuk itulah Simposium ini diselenggarakan," tandasnya.(OK)