|

Existensi BNN Adalah Tuntutan Konvensi Dalam Menanggulangi Masalah Narkotika Dunia

Tanggapan Komjend pol (P) Dr Anang Iskandar, atas dasar hasil RDP komisi III dengan BNN.

OBORKEADILAN.COM| JAKARTA| Existensi BNN sangat dibutuhkan oleh pemerintah dan existennya merupakan amanat konvensi internasional dalam rangka menanggulangi masalah narkotika internasional.

Tidak gampang membubarkan BNN mesti atas inisiatif DPR dan pemerintah karena indonesia mengadopsi konvensi tunggal narkotika beserta protokol yang merubahnya dengan UU no 8 tahun 1976 tentang pengesahan konvensi tunggal narkotika 1961 dan protokol yang merubahnya.

Undang undang no 8 tahun 1976 ini memuat politik hukum pemerintah dalam rangka berperan serta menanggulani masalah narkotika internasional dan dalam rangka pencegah dan pemberantas penyalahgunaan dan peredaran narkotika di indonesia.

Berdasarkan UU no 8 tahun 1976 dibuatlah UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika dimana politik hukum pemerintah dalam menanggulangi masalah narkotika adalah:

1. Penyalah guna narkotika yang nota bene sebagi korban kejahatan, digolongkan sebagai pelanggar hukum dan diancam secara pidana, tetapi upaya paksa dan penjatuhan sanksinya diberikan alternatif berupa sanksi rehabilitasi. Sanksi rehabilitasi sama dengan sanksi pidana.

2. Pengedar narkotika sebagai pelaku kejahatan narkotika diberikan sanksi pidana berat, dituntut secara simultan baik secara komulatif maupun berdiri sendiri dengan tindak pidana pencucian uang guna memutus jaringan bisnis narkotikanya.

Politik hukum pemerintah tersebut keduanya melenceng, dan tidak terimplementasikan sesuai yang diharapkan. Ini menyebabkan kebingungan masal.

DPR harus meluruskan yang melenceng

DPR yang memiliki fungsi kontrol terhadap pelaksanaan tugas pemerintah mestinya mendorong politik hukum dalam menanggulangi narkotika agar terwujud.

Penegak hukum tidak boleh berpuas diri setelah berhasil menangkap pengedar narkotika karena ada tugas selanjutnya yang lebih penting yaitu memutus jaringan bisnis narkotika melalui penelusuran aset pengedar dengan tuntutan tindak pidana pencucian uang dan dilakukan pembuktian terbalik dipengadilan.

Penegak hukum juga tidak boleh sembarangan menggunakan upaya paksa berupa penahanan dan penjatuhan sanksi penjara kepada penyalah guna narkotika karena itu tergolong pelanggaran hak asasi manusia oleh penegak hukum kecuali penyalah guna dapat dibuktikan atau terbukti sebagai pengecer.

Saya sependapat dengan kritik tajam DPR

Saya sependapat dengan kritikan tajam ketua komisi III DPR agar BNN bersemangat untuk berprestasi di tiga pilar penanggulangan narkotika dalam program P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan peredaran Narkotika) harus tercermin dalam implementasi kegiatan BNN, kalau tidak existensi BNN banyak dipertanyakan masarakat.

Tiga pilar penanggulangan masalah narkotika yang harus dijalankan BNN adalah : 1. Pilar pencegahan, agar masarakat tidak dapat dibujuk, ditipu, dirayu, diperdaya atau dipaksa menggunakan narkotika melalui diseminasi informasi advokasi dan pemberdayaan masyarakat.

2. Pilar rehabilitasi, melakukan langkah penyembuhan agar penyalahgunaan sebagai demannya bisnis narkotika tidak menjadi penyalah guna lagi, melalui kewajiban orangtua untuk wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan melalui keputusan hakim dengan sanksi rehabilitasi.

3. Pilar pemberantasan, melakukan langkah memutusan jaringan setelah menangkap pelaku pengedar narkotika agar bisnis narkotikanya tidak berdaya.

Penulis: Komjend pol (P) Dr Anang Iskandar, mantan kepala BNN Republik Indonesia, mantan Kabareskrim Polri.  

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN 
Komentar

Berita Terkini