|

Bandar narkotika terbahak bahak kalau penyalah guna dipenjara.

Bagian 1


Penulis: Anang Iskandar Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN)

OBOR KEADILAN.COM|JAKARTA, Beberapa hari yang lalu dalam sebuah forum group discussion, saya mendapat pertanyaan dari seorang penegak hukum, pertanyaannya: Apa tidak akan tambah banyak yang coba coba kalau hanya dihukum rehabilitasi ? Dihukum penjara saja masih banyak yang tidak jera, ia berpendapat penjara lebih cocok bagi penyalah guna agar kapok.

Kalau penyalah guna narkotika yang terdiri dari korban penyalahgunaan narkotika, penyalah guna untuk diri sendiri dan pecandu yang menjalani proses penegakan hukum ditahan dan dijatuhi hukuman penjara, maka bandar narkotika akan tertawa terbahak bahak merasa diuntungkan karena permintaan narkotika illegal dari tahun ke tahun akan meningkat.

Bagi penyalah guna narkotika hukuman rehabilitasi terasa lebih berat dari pada hukuman penjara, meskipun bagi kita rehabilitasi tidak terasa sebagai bentuk hukuman.

Tidak ada terminologi, coba coba menggunakan narkotika karena pengguna pertama itu menurut UU narkotika disebut korban penyalahgunaan narkotika. Setelah menjadi korban maka selanjutnya masuk tahap kecanduan ringan, sedang dan berat.

Meskipun bandar narkotika banyak yang ditangkap, akan muncul bandar narkotika generasi baru untuk mengisi permintaan akan narkotika illegal yang tumbuh dengan baik.

Ketika itu saya langsung berondong dengan pertanyaan, tahukan anda siapakah penyalah guna narkotika itu ? Apakah anda tahu penyalah guna itu adalah orang sakit adiksi dan gangguan kejiwaan ? Apakah anda tahu penyalah guna kalau dipenjara itu justru menjadii residivis, tidak jera dan akan berkarier sebagai pecandu? Apakah anda tahu kalau penyalah guna dipenjara menyebabkan indonesia menjadi negara darurat narkotika ?Apakah anda tahu bahwa model penegakan hukum dengan menahan dan memenjarakan penyalah guna yang diuntungkan adalah bandar narkoba ? Apakah anda tahu ditempatkan dimana uang hasil penjualan narkotika ?

Secara yuridis arti penyalah guna itu adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak dan melanggar hukum, maksudnya tidak semua orang yang menggunakan narkotika melanggar hukum, ada lho yang berhak menggunakan narkotika atas pentunjuk dokter. Yang begini bukan sebagai pelanggar hukum.

Oleh karena itu kejahatan penyalah guna narkotika termasuk kejahatan bersarat, apabila kepemilikan dan penggunaannya atas petunjuk dokter tergolong "bukan" kejahatan, apabila kepemilikan dan penggunaan tidak atas petunjuk dokter tergolong kejahatan.

Demikian pula tujuan kepemilikannya, kalau tujuan kepemilikannya untuk dijual atau digunakan untuk untuk mendapatkan keuntungan maka tergolong "pengedar" sedangkan kalau kepemilikannya untuk diri sendiri, tergolong "penyalah guna".

Pengedar sebagai penjual narkotika niat jahatnya jelas, mendapatkan keuntungan dengan cara menebarkan penyakit adiksi ketergantungan narkotika dan gangguan mental kejiwaan. Ini yang harus diberantas.

Berbeda dengan penyalah guna narkotika perannya sebagai pembeli, meskipun mereka criminal, tapi tidak memiliki niat jahat, mereka  menggunakan untuk diri sendiri, mereka adalah korban kejahatan karena mereka yang menderita sakit adiksi dan mendapatkan gangguan mental kejiwaan. Penyalah guna inilah yang menurut konvensi internasional diberikan alternatif penghukuman berupa rehabilitasi dimana indonesia menyakini dan mengamini.

Itu sebabnya negara melalui presiden atas persetujuan DPR menetapkan UU khusus tentang narkotika, dimana hukuman rehabilitasi sebagai bentuk hukuman pokok sekaligus sebagai alat pemaksa penyalah guna kapok alias jera, tidak mengkonsumsi narkotika lagi, hukuman rehabilitasi statusnya sama dengan hukuman penjara.

Dalam UU narkotika hakim diberi kewenangan absolut untuk menghukum rehabilitasi terhadap perkara penyalahgunaan narkotika bila terbukti bersalah dan menetapkan menjalani rehabilitasi bila tidak terbukti bersalah. Jadi hakim tidak berhak menjatuhkan hukuman penjara.

Narkotika sendiri secara yuridis adalah obat untuk menghilangkan rasa sakit tetapi dapat menyebabkan sakit adiksi ketergantungan narkotika dan gangguan mental kejiwaan.

Dimana spektrum penyalah guna narkotika dalam UU narkotika mulai dari :
Pertama, penyalah guna narkotika untuk perkama kali, disebut sebagai korban penyalah gunaan narkotika, karena dibujuk, dirayu, ditipu, diperdaya dan dipaksa menggunakan narkotika.

Kedua, penyalahguna untuk diri sendiri, penyalah guna atas kemauan diri sendiri menggunakan narkotika secara periodik, mereka menggunakan narkotika karena tuntutan sakit adiksi ketergantungan narkotika kalau tidak terpenuhi dapat menyebabkan sakau yaitu sakit gangguan fisik dan mental kejiwaan.

Ketiga, pecandu yaitu penyalah guna untuk diri sendiri dan secara fisik maupun psykisnya sudah dalam keadaan ketergantungan berat akan narkotika sehingga hidupnya "tergantung" pada narkotika.

Sebagai orang sakit, penyalah guna narkotika diancam dengan pidana penjara, tetapi kalau dipenjara justru akan menderita sakau dan menjadi residivis. Oleh karena itu UU mengatur secara khusus bahwa penyalah guna dijamin mendapatkan upaya rehabilitasi secara medis dan sosial agar sembuh atau pulih seperti sedia kala.

Apabila penyalah guna berhubungan dengan masalah penegakan hukum maka tujuan UU dalam penanggulangan masalah narkotika secara limitatif tercantum dalam pasal 4 yaitu : memberantas peredaran gelap narkotika dan menjamin penyalah guna narkotika di rehabilitasi.

Karena tujuannya menjamin penyalah guna mendapatkan upaya rehabilitasi, maka orang tua penyalah guna dalam keadaan ketergantungan (pecandu) dan pecandu sendiri serta penegak hukum oleh UU diberi kewajiban untuk mengambil langkah bersifat rehabilitatif terhadap penyalah guna narkotika.

Orang tua penyalahguna narkotika dalam keadaan kecanduan dan pecandu diwajibkan melakukan "wajib Lapor" ke Institusi Penerima Wajib Lapor yaitu rumah sakit yang ditunjuk menteri kesehatan, untuk mendapatkan penyembuhan melalui proses rehabilitasi (pasal 55)

Kalau orangtua dengan sengaja tidak melaporkan ke IPWL agar anaknya mendapatkan rehabilitasi maka orang tua penyalah guna atau pecandu digolongkan sebagai pelaku tindak pidana dan diancam dengan hukuman kurungan 6 bulan (pasal 128)

Kalau orangtua melaporkan ke IPWL,  berdasarkan ketentuan UU diberi unsur pemaaf berupa perubahan status pidana semula diancam dengan pidana, menjadi tidak dituntut pidana (pasal 128)

Selain orang tua hakim.dalam memeriksa perkara penyalahgunaan narkotika baik sebagai korban penyalah gunaan narkotika, penyalah guna untuk diri sendiri dan pecandu, diberikan kewajiban sebagai berikut:

Hakim wajib untuk memperhatikan kondisi penyalah guna apakah tergolong korban penyalah guna atau pecandu (pasal 54).

Hakim wajib untuk memperhatikan apakah orang tua penyalah guna atau pecandunya sudah melaporkan ke IPWL untuk mendapatkan rehabilitasi sebagai unsur pemaaf (pasal 55).

Selanjutnya hakim wajib memperhatikan kewenangan absolut yang diberikan undang sesuai pasal 103/1 untuk menjatuhkan hukuman rehabilitasi bila terbukti bersalah.

Kenyataannya, Jenniver Dunn, Sammy Simorangkir, Polo, Tessy, Tio Pakusadewo, Ridho Roma dihukum penjara meskipun perannya hanya sebatas sebagai penyalah guna untuk diri sendiri padahal hakim diberi kewajiban UU dapat menjatuhkan hukuman rehabilitasi secara absolut alias mutlak.

Yang lebih memprihatikan sekarang ini, berdasarkan penjelasan Dirjend lapas, ada 42 ribu lebih warga binaan yang dijatuhi hukuman penjara padahal mereka adalah penyalah guna narkotika.

Saran, pertama pemerintah membentuk peradilan khusus seperti drug courd nya Amerika yang tugasnya menjamin penyalah guna mendapatkan hukuman rehabilitasi dan membatalkan putusan penjara bagi penyalah guna yang dilakukan oleh peradilan umum atau

Menatar seluruh hakim baik hakim peradilan negeri, pengadilan tinggi dan hakim agung di indonesia agar bersatu dalam memahami UU no 8 tahun 1976 dan UU no 35 tahun 2009 yang dibuat atas dasar pendekatan kesehatan dan pendekatan hukum. Bersambung...



■MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN 


Komentar

Berita Terkini