|

Tuntutan Formapp Mabar, “BTNK jangan kangkangi undang undang konservasi untuk kepentingan investor”.

KetFoto : Aksi Damai Formapp tolak investor dari kawasan TNK

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN l       Jakarta – Selasa, (07/08), Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata Manggarai Barat (Formapp Mabar) Nusa Tenggara Timur (NTT) siang tadi  menolak pembangunan tempat istirahat (Rest Area) dan tempat makan (Restaurant) di dalam kawasan konservasi Taman Nasional Komodo (TNK)

Penyebabnya,  pulau Rinca  dan Padar yang adalah kawasan TNK, saat ini sedang dikelolah oleh PT. Komodo Segara Lestari (KSL) dan PT. Komodo Wildlife Ecotourism dengan total  luas area 21,1 Ha.

Adapun tuntutan Formapp Mabar pada aksi damai siang tadi sebagai berikut; Pertama, penguasaan (pengelolaan) pihak swasta atas titik-titik strategi dalam kawasan Taman Nasional Komodo tidak membawa manfaat terhadap masyarakat dalam kawasan itu dan untuk masyarakat Manggarai Barat pada umumnya.

Masalah yang muncul justru terjadi privatisasi dan pencaplokan sumber daya publik atas lahan dalam kawasan TNK.
Formapp Mabar mengisahkan pengalaman buruk pernah terjadi tahun 2003 sampai 2012. Saat itu TN Komodo pernah dikelola PT. Putri Naga Komodo (PNK) dengan mengantongi SK Kemenhut bernomor: 195/menhut-ii/2004 tanggal 9 september 2003. PT PNK diberikan izin untuk pengusahaan pariwisata alam ( IPPA) selama 30 tahun terhitung sejak 2004 sampai dengan 2034. Namun setelah 10 tahun beroperasi, perusahaan ini bubar tanpa ada pertangungjawaban publik yang jelas.

Yang muncul kepublik justru konflik antara perusahaan dan departemen keuangan terkait dana konservasi sejumlah Rp.16.000.000.000. Tidak hanya itu, pada bulan mei 2015 beredar luas berita yang menunjukan adanya pengklaiman atas pulau Mawan oleh Feisol Hasim pemilik Alam Kul-Kul. Diketahui, Pulau Mawan terletak dalam kawasan TNK.

Kedua, kehadiran pihak swasta dalam pengelolaan kawasan TNK, akan menambah beban penderitaan bagi masyarakat terutama nelayan dalam kawasan termasuk para pelaku usaha wisata lokal ,Jika ini yang terjadi, maka ragam usaha masyarakat setempat seperti homestay, penginapan, kapal wisata dan naturalist guide akan tersingkir dengan sendirinya.

Ketiga, realisasi proyek fisik seperti villa, homestay dan tempat publik fisik lainnya dalam kawasan TNK akan membawa dampak buruk pada keberlanjutan kealamiahan kawasan.

Keempat, dalam tataran kebijakan dan regulasi, terkesan, pemerintah pusat melalui Balai Taman Nasional Komodo dan pemerintah daerah kabupaten Manggarai Barat tidak berpihak pada masyarakat dalam kawasan TNK.

Kelima, alasan penolakan lain, yang paling teknis dan sederhana adalah menghindari masuknya pihak swasta (investor) untuk mengelola kawasan konservasi Taman Nasional Komodo. Sebab, jika mengizinkan dua perusahaan swasta ini mengelola kawasan TNK bukan tidak mungkin pihak swasta lain akan berbondong-bondong merebut akses dan manfaat pembangunan yang seharusnya dinikmati masyarakat setempat.

Keenam, alasan yang paling mendasar adalah kehadiran taman nasional komodo dengan tujuan konservasi bukan investasi.

Ketujuh, investasi untuk tujuan pengembangan pariwisata dalam TNK sudah pasti menambah penderitaan dan kesengsaraan saudara-saudara kita yang hidup dalam kawasan itu.

Terksit polemik  ini, melalui pesan whatsapp oborkeadilan.com meminta penjelasan kepala Balai Taman Nasional Komodo Budi Kurniawan. Menurutnya , Pengelolaan kawasan konservasi didasarkan pada zonasi dan rencana pengelolaan. Dalam zona pemanfaatan, dibagi kedalam 2 ruang, yaitu ruang publik dan ruang usaha. Ruang usaha diperuntukan utk privat sektor (swasta) dalam rangka menunjang pengembangan pariwisata alam.

Dasar aturannya adalah UU No. 5 Tahun 1990, PP. No. 28 Tahun 2011 tentang  pola pengelolaan KSA dan KPA, juga PP. No. 36 Tahun 2010 tentang pengusahaan pariwisata alam dan Permenhut No P. 48 Tahun 2010.

Mengenai konsep pengembangan pariwisata alam di kawasan konservasi khususnya Taman Nasional Komodo tentunya ada batasan - batasan Yang  semuanya diatur melalui  peraturan perundamg undangan.

“Keberadaan mereka (PT.Segara Komodo Lestari dan PT.Komodo Wildlife Ecotourism -red) salah satunya harus dapat memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat dalam kawasan. Kalo berbicara kewajiban perusahaan tentu sangat  banyak” kata Budi.

Pihaknya juga menjelaskan salah satu dari syarat Yang harus dilakukan mereka adalah dengan merekrut tenaga kerja lokal se besar 80% dan harus berasal dari  masyarakat lokal, selanjutnya menyangkut keuntungan hasil pengelolaan perusahaan sebesar 5% per tahun wajib di berikan kepada  desa di sekitar kawasan TNK disamping kewajiban utama seperti wajib melakukan kegiatan perlindungan pengamanan kawasan, upaya konservasi dan pemberdayaan masyarakat.

“Kami sangat memahami kondisi saat itu. banyak pembelajaran dan itu bagian dr sejarah perjalanan pengelolaan TNK”, ucap Kepala BTNK.

Kendati pihak BTNK beralassn, Formapp Manggarai Barat tetap melihat ini sebagai bentuk  jeratan kebijakan terhadap undang undang konservasi, warga dalam kawasan TNK bukan hanya dilarang untuk mengembangkan potensi sumber daya alam yang ada (mendirikan sekolah, melaut dan membuka akses jalan), tetapi bahkan secara sistematis menyingkirkan warga dalam kawasan itu sendiri.

Hal ini menjadikan para pihak menentang keras rencana realisasi proyek usaha jasa dan sarana wisata alam yang dilakukan oleh PT. Segara Komodo Lestari di loh buaya pulau Rinca dan PT. Komodo Wildlife Ecotourism di pulau Padar dan loh liang pulau Komodo.

Dengan demikian, segala apapun bentuk investasi yang terjadi dalam TNK, sudah jelas tidak sesuai dengan tujuan awal kehadiran TNK sebagai area konservasi. (Louis Mindjo)
Editor :  Raharja
Penanggung Jawab Berita : Obor Panjaitan
Komentar

Berita Terkini