|

Mengenang 23 Tahun Reformasi, Ketua IPAR Obor Panjaitan Bicara

Media Nasional Obor Keadilan | Jakarta-23 tahun Reformasi, sejak lengser Soeharto pada 21 Mei 1998.

Masih tergambar dalam ingatan kita, sekitar tiga menit Soeharto yang didampingi Wakil Presiden BJ Habibie, Panglima ABRI Wiranto  menyampaikan pernyataan terakhirnya sebagai kepala negara yang diikuti dengan teriakan gembira dari mahasiswa di sudut yang lain, tepatnya di Gedung DPR RI Senayan.

Banyak orang yg lupa atau mngkin tidak tau sejarah reformasi terlebih tahun kelahiran 1998 k atas, bahwa tanggal ini adalah tanggal  bersejarah dimana pada tanggal  ini adalah tanggal dimna hari Reformasi 21/5/2021) .

Ya, kemarin menjadi moment dimana bangsa ini bergerak ke era yang baru, yang digadang-gadang bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme (KKN). Secara dramatis sejak itu pula perubahan dalam tata pemerintahan, militer dan kenegaraan pun dilakukan, sebagai fondasi menuju Indonesia yang lebih baik.

Pertanyaannya kemudian, apakah dalam jangka waktu 23 tahun sejak 1998, cita-cita dan semangat yang digelorakan tersebut sudah tercapai? Ironisnya jawaban yang bisa diberikan adalah belum.

Masih banyak agenda yang memang belum sepenuhnya terlaksana dalam transisi dari Orde Baru menuju Reformasi.

Ada juga komitmen yang belum sepenuhnya bisa terlaksana, sebagaimana cita-cita Reformasi. Diantaranya masalah pemberantasan korupsi. Meski lembaga antirasuah sudah diperkuat dengan pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tapi apa daya, justru makin banyak kepala daerah di negeri ini yang tersandung kasus korupsi, belum lagi anggota dewan dan pejabat publik lain. Ujung-ujungnya semua terjadi karena kesempatan dan posisi. Ironis memang. 

Agen Reformasi 1998

tanggal 18 Mei 1998 dengan membawa enam agenda reformasi. Agenda reformasi tersebut adalah :

1.  Mengadili Soeharto dan kroninya.

Soeharto dianggap sebagai seseorang yang perlu diadili atas segala keterpurukan yang terjadi di Indonesia.

2. Cabut dwifungsi ABRI

Dwifungsi ABRI merupakan gagasan yang diterapkan pada pemerintahan orde baru. Gagasan tersebut menyebut tugas TNI ada dua, yang pertama menjaga ketertiban serta keamanan negara dan yang ke dua memegang kekuasaan serta mengatur negara. Fungsi ABRI perlu dipertegas pada fungsi yang pertama.

3. Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme

Karena pengekangan terhadap segala kritikan terhadap pemerintahan, pemerintahan orde baru dianggap banyak menyalahgunakan kekuasaan. Penyuapan, pemungutan liar, korupsi, kolusi dan nepotisme kemudian menjadi hal yang acap kali terjadi pada pemerintahan orde baru. KKN secara tegas harus terus diperangi.

4. Amandemen Konstitusi

UUD 45 dianggap menjadi alat penguasa untuk melanggengkan pemerintahan. Konstitusi pun digunakan untuk menjalankan pemerintahan sesuai keinginan penguasa. Amendemen kemudian dianggap perlu dilakukan untuk menyempurnakan konstitusi.

5. Otonomi daerah seluas-luasnya.

kebijakan otonomi daerah dianggap perlu untuk membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan daerah.

6. Tegakkan supremasi hokum

Pada pemerintahan orde baru hukum dianggap hanya menjadi instrumen bagi penguasa untuk melanggengkan, melegitimasi kekuasaan serta melindungi birokrasi dan eksekutif yang sangat korup. Lembaga-lembaga penegak hukum tidak memiliki independensi dan sepenuhnya dibawah kontrol kekuasaan eksekutif.

Tepat pada hari kamis 21 Mei 1998, Soeharto akhirnya mengundurkan diri dari jabatannya setelah 32 tahun memimpin Indonesia. (zheepe/obor Panjaitan)

Komentar

Berita Terkini