|

Anggaran ganda KJP Disdik dan Dirut Bank DKI, Andar GACD minta Bareskrim segera periksa korupsi berkelanjutan ini

Andar Situmorang SH SH, pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Goverment Againts Coruption & Dicrimination (GACD) 

Media Nasional Obor Keadilan| Jakarta (minggu, 25/10-2020), Tujuan mulia penyaluran Kartu Jakarta Pintar (KJP) sebetulnya telah dapat dirasakan anak didik dan orang tua murid khusunya warga masyarakat yang anaknya bersekolah di provinsi DKI.


Kartu Jakarta Pintar (KJP) pertama kali diluncurkan ketika Joko Widodo menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, pada 10 November 2012. Kartu tersebut bertujuan untuk peningkatan akses pendidikan bagi pelajar Jakarta. Akan tetapi tak lama setelah Anies Baswedan menjadi Gubernur DKI Jakarta, aliran dana ke KJP beberapa pelajar Jakarta mendadak lenyap. 

Sulaiman, warga Karet Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan mengaku heran dengan sistem KJP saat ini. Sebab anaknya tak lagi mendapatkan manfaat dari kartu tersebut setelah lulus dari SD pada pertengahan 2017 lalu.

"Padahal anak saya kelas 3 SD, sampai kelas 6 SD [dapat KJP]. Eh pas SMP, masuk MTS enggak dapat lagi," keluh Sulaiman dilansurTirto, Rabu (12/9/2018) lalu dan tahun tahun ini lah temuan BPK kongkalikong dobel rekening penerima-red.

Muhammad Djafar Al Zikir, anak Sulaiman, kini duduk di bangku kelas 8 MTS Darul Muttaqim, Jakarta Selatan. Karena aliran dana KJP macet, Sulaiman harus mencari uang tambahan dengan menjadi sopir ojek daring. Jika hanya mengandalkan upah kerjanya sebagai satpam di perusahaan swasta, tak akan cukup untuk membeli keperluan sekolah anaknya.

"Istri di rumah saja, enggak kerja. Kalau saya shift malam ya siangnya narik [ojek daring]," ujar Sulaiman.

Hal serupa juga disampaikan oleh Runtiyati, warga Kampung Sedikit, Jakarta Selatan. dikutipTirto, ia menyampaikan kegusaran lantaran kerap diberi harapan kosong oleh pejabat tata usaha di sekolah anaknya.

Tiap pergantian semester, ibu dua anak itu selalu mengisi formulir pendaftaran penerima KJP di sekolah anaknya. Namun hingga kini, anak sulung Runtiyati yang bernama Dwiki Aryan dianggap tak layak mendapatkan KJP.

"Waktu kelas 2 SMA dapat, tapi, pas naik kelas 3, sudah saya daftarin, malah enggak ada uang lagi yang masuk," imbuhnya.

Temuan BPK

Temuan penyalahgunaan Kartu Jakarta Pintar yang terungkap dalam pengambilan sampling yang dilakukan oleh Bank DKI pada pertengahan Agustus lalu, ternyata bukan masalah pertama yang dihadapi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.  Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan DKI Jakarta yang dimiliki CNN Indonesia, tercatat ada temuan lain atas program KJP.

Pada tahun anggaran 2014, Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) menganggarkan Belanja Bantuan Sosial (Bansos) untuk siswa dalam bentuk Kartu Jakarta Pintar senilai Rp 799.817.400.000 dan telah direalisasikan sebesar Rp 668.666.340.000.

Pencairan dana dari kas daerah ini memang tidak langsung disalurkan ke rekening penerima dana bansos KJP. Akan tetapi, dana ditampung terlebih dahulu di rekening penampungan dana KJP di Bank DKI. Setelah masuk rekening tersebut, baru dilakukan penyaluran ke masing-masing rekening penerima dana bansos KJP.

Setelah masuk rekening tersebut, baru dilakukan penyaluran ke masing-masing rekening penerima dana bansos KJP.

Pada tahun anggaran 2014, tercatat ada sebesar Rp 670.712.760.000 dana KJP 2014 yang dicairkan pada tanggal 26 Agustus tahun lalu. Kala itu pencairan dilakukan dengan SP2D nomor 2294/2014/DINDIK ke rekening penampungan dana KJP.

Dana lebih dari Rp 670 miliar tersebut, dalam Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 1321 Tahun 2014 tertanggal 19 Agustus 2014, tentang Bantuan Sosial Dalam Bentuk Uang untuk Biaya Personal Pendidikan Bagi Peserta Didik dari Keluarga Tidak Mampu Melalui KJP Semester Pertama Tahun Ajaran 2014 itu, dibagikan kepada sebanyak 573.089 siswa.

Ratusan ribu siswa tersebut terbagi atas; 368.630 siswa SD/MI dengan nominal Rp 398.120.400.000, kepada 121.270 siswa SMP/MTS dengan jumlah Rp 152.800.200.00 dan kepada 83.189 siswa SMA/MA/SMK dengan nominal Rp 119.792.160.000.

Dari dana itu ternyata tidak seluruhnya disalurkan ke siswa penerima KJP. Pada tanggal 5 Desember 2014 terdapat dana KJP yang dikembalikan ke kas daerah sebesar Rp. 2 miliar lebih karena beberapa alasan.

Pengembalian, antara lain, dilakukan karena adanya rekening ganda para siswa penerima KJP dan penyaluran kepada siswa yang ternyata sudah lulus sekolah. Sehingga, realisasi KJP tahun lalu hanya ada di angka Rp 668 miliar.

Dalam LHP BPK atas SPI dan kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan pada LKPD Provinsi DKI Jakarta nomor 18.A/LHP/XVIII.JKT-XVIII.2/06/2014 tertanggal 19 Juni 2014 mengungkapkan permasalahan sisa penyaluran dana bantuan sosial KJP di rekening penampung.

BPK DKI mencatat ada Rp 27,9 miliar yang tidak segera disetorkan ke Kas Daerah sehingga realisasi Belanja Bantuan Sosial KJP dianggap lebih catat.

Tidak hanya itu, dicantumkan juga adanya permasalahan penyaluran dana Bantuan Sosial KJP terindikasi ganda senilai Rp 13,3 miliar.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Gubernur DKI Jakarta agar memerintahkan Ketua Tim Manajemen KJP untuk meningkatkan koordinasi dengan Bank DKI terkait monitoring rekening penampungan dan pelaporan penyaluran dana bansos KJP.

Selain itu, Bank DKI juga diharuskan untuk mempertanggungjawabkannya kepada BPKD secara periodik dan memperbaiki sistem pengajuan usulan penerima dana bansos KJP, sesuai ketentuan yang berlaku sehingga tidak ada penerima ganda atas dana bansos KJP.

Melalui hasil pemeriksaan atas penyaluran dana KJP 2014, masih ditemukan indikasi penyaluran ganda pada 1848 siswa dengan nominal Rp 4,5 miliar.

Indikasi penyaluran ganda tersebut merupakan hasil dari laporan Bank DKI, dimana terdapat indikasi rekening ganda sebanyak 1341 siswa senilai Rp 1,6 miliar dan hasil uji petik yang dilakukan oleh tim pemeriksa dengan indikasi penyaluran ganda sebanyak 507 siswa senilai Rp 614 juta.

Artinya terjadi total kelebihan pembayaran untuk KJP mencapai angka Rp 2,2 miliar, jika dikalikan setiap tahun Sejak 2015-2018 maka perkiraan kerugian Uang Negara ini fantastis hasil kolusi dan korupsi pejabat dan dirut bank DKI bermanfaat dengan pihak Dinas Pendidikan DKI, Andar GACD kembali menegaskan jika kasus ini belum dilidik Bareskrim Mabes Polri kami akan lanjutkan ke KPK demi kepastian hukum tandasnya kepada media nasional Oborkeadilan.com.

Andar Situmorang SH SH, pimpinan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Goverment Againts Coruption & Dicrimination (GACD) berpendapat dan menjelaskan bahwa temuan ini bukan isapan jempol berdasarkan hasil penelitian dan laporan masyakat saya punya data lengkap siap untuk menyeret semua ini ke jalur hukum yang berlaku di Idonesia, terang Andar GACD. [Obor Panjaitan]


Komentar

Berita Terkini