|

Kadang Para Pengkotbah Mengutip Teks Asli [Ibrani, Yunani, Aram] Juga Istilah Asing

■Kadangkala, ada pengkhotbah  yang mengutip teks asli (Ibrani, Yunani, Aram) ataupun istilah asing lain dalam khotbahnya

Media Nasional Obor Keadilan| Depok-Jawa Barat, Senin (1 Juni 2020), Cukup sering kemudian menyatakan terjemahan LAI dalam Alkitab TB LAI salah. Apakah semudah itu?

Sebetulnya persoalannya kompleks.
1. TB LAI diterjemahkan thn 1970-an, 50 tahun yg lalu. Disparitas waktu ini saja sdh menimbulkan persoalan. Dlm 50 tahun tentu ada perkembangan bahasa, spt penyempitan, perluasan, peralihan, perubahan makna, dsj.

2. Versi bahasa asli itu ada byk. Jadi tdk gampang memilah2 mana yg mau digunakan. Contoh sederhana adalah PL. Bahasa asli PL adalah Ibrani dan Aram. PL berbahasa asli Ibrani disebut Tanakh. Tanakh diterjemahkan menjadi LXX (Septuaginta). Teks Tanakh tertua dibandingkan dgn teks LXX tertua masih lebih muda usia teks tertua Tanakh drpd teks tertua LXX. Karenanya dlm penerjemahan, LAI memilih menggunakan keduanya. Risikonya jelas ada. Contohnya istilah anak-anak Allah dalam Ay. 1:6 merupakan terjemahan dari Bene Elohim. Dlm LXX digunakan aggeloi tou Theou, malaikat-malaikat Allah. LAI di sini memilih menggunakan Tanakh dan bukan LXX. Perhatikan bahwa rabi2 yg menerjemahkan Bene Elohim menjadi aggeloi tou Theou menganggap bhw itu adalah malaikat-malaikat Allah. Namun LAI memilih anak-anak Allah.

3. Bahasa Indonesia itu sgt sederhana. Kita tdk punya modus, tempus, dll. Ini berdampak pada kesulitan mencari padanan yg akurat khususnya dlm gramatika setiap kalimat. Ini nampak di sana-sini. Bentuk imperfek dan aorist yang sekalipun sama2 bentuk lampau, namun memiliki perbedaan, itu tidak nampak dalam teks LAI.

4. Menerjemahkan itu selalu menyertakan penafsiran. Ini selalu menjadi prinsip dalam penerjemahan. Jangan sampai penerjemah menafsir secara keliru.

5. Dalam menerjemahkan, seseorang mesti memilih penerjemahan harfiah, bebas atau kombinasi keduanya. LAI nampaknya memilih yang ketiga. Contoh: "berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya" dalam Doa Bapa Kami jelas merupakan terjemahan bebas, karena harfiahnya bukan makanan tetapi roti. Namun dalam perjamuan Kudus, maka istilah yang digunakan adalah roti, harfiah, dan bukan makanan.

6. Terkait terjemahan, maka tdk ada satu istilah dlm bahasa asing yg 100% paralel dgn istilah yg digunakan dlm terjemahan. Semesta pemahaman sebuah istilah dalam bahasa tertentu, sekalipun memiliki terjemahan dalam bahasa lain, bisa bahkan sangat berbeda. Ketika Hades diterjemahkan menjadi neraka, maka semesta dalam istilah Hades (dewa dunia bawah dalam mitilogi Yunani kuno) tidak ada dalam istilah neraka. Atau juga ouranos (dewa langit) ketika diterjemahkan surga. Atau kairos maupun khronos (keduanya juga nama dewa dalam mitologi Yunani kuno) yang diterjemahkan waktu.

7. Pengkhotbah2 yg bilang terjemahan LAI salah belum tentu benar2 menguasai bahasa2 asli dan bahasa Indonesia dgn baik dan benar, teori2 dan teknik2 penerjemahan, dll. Sy malah cukup sering menemukan pengkhotbah2 itu justru yg salah. Ini justru yg paling bahaya.

Jadi siapa yg lebih dipercaya? Pengkhotbah2 itu atau LAI? Jika pengkhotbah2 itu doktor bidang biblika dari kampus ternama di Barat sana, mrk bisa dipercaya. (Karena penerjemah2 LAI dulu dan yg skrg mengelola penerjemahan adl ahli2 di bidangnya dari kampus2 bermutu. Sy mengenal sebagian mrk). Ttp jika TIDAK, lebih baik pilih LAI.

Penulis: Pendeta Asigor Sitanggang
Komentar

Berita Terkini