|

TPDI Dukung KPK Tegas Usut Kasus Novanto

Foto : Petrus Selestinus / Dok. Istimewa

JAKARTA | Media Nasional Obor Keadilan | Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengatakan, penasihat hukum Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi, ditenggarai punya peran besar dalam mempercepat 'kejatuhan' Novanto, melalui upaya penjemputan paksa terhadap Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada (16/11/2017) lalu.

Bahkan, menurutnya, ada yang dengan bahasa lebih tegas menyatakan, manuver Fredrich telah menjerumuskan Novanto, meskipun dikemas dengan selimut demi membela klien.

Walau demikian, sejumlah manuver dan argumentasi yang sering kontroversi itu, disebut Petrus, justru berkontribusi melahirkan antipati publik terhadap Novanto hingga melahirkan perkara baru berupa laporan masyarakat tentang upaya merintangi penyidikan KPK yang dimotori oleh Fredrich dan kawan-kawan.

"Ini memang sangat tidak menguntungkan bukan saja bagi Partai Golkar dan Setya Novanto, akan tetapi juga bagi Fredrich Yunadi sendiri sebagai advokat dan kuasa hukum Novanto," kata Petrus dalam rilisnya yang diterima di Jakarta, Minggu (19/7/2017).

Koordinator Perhimpunan Advokat Pendukung KPK (PAP-KPK) ini menambahkan, banyak pihak marah, tidak kurang dari Wapres Jusuf Kalla harus meminta agar Fredrich Yunadi berhenti omong karena omongannya menyesatkan. Bahkan Jusuf Kalla sampai mempertanyakan

"hukum dari langit mana lagi yang dipakai Fredrich Yunadi yang menyebutkan untuk memeriksa majikannya, KPK butuh izin Presiden.

Pasalnya, ada sejumlah pernyataan Fredrich yang kontroversi, seperti soal perlunya izin Presiden untuk memeriksa Novanto, soal imunitas DPR, soal tunggu putusan MK baru penuhi panggilan KPK, laporan polisi terhadap Pimpinan KPK dengan alasan membuat surat palsu dalam perpanjangan cekal dan Laporan Polisi ke Barsekrim soal Penerbitan Sprindik baru sebagai Tindak Pidana.

"Manuver terbaru dan menjadi antiklimaks dari semua manuver Setya Novanto yaitu menghindar dari upaya penjemputan paksa KPK dan berakhir dengan kecelakaan tabrakan yang menyebabkan Setya Novanto mengalami cidera ringan, harus diopname hingga akhirnya benar-benar menjadi tahanan KPK," ungkap Petrus.

Lebih jauh ia menjelaskan, meskipun Novanto sedang berbaring lemas di rumah sakit, namun drama untuk membebaskan Ketua Umum Partai Golkar itu melalui langkah-langkah yang tidak populer dan politicking masih akan berlanjut.

"Karena karakter dan kualitas advokat seperti Fredrich inilah yang oleh Novanto dirasakan lebih cocok, apalagi dianggap berhasil memperdaya KPK dengan menang praperadilan dan secara terbuka melarang Novanto memenuhi panggilan KPK," pungkasnya.

"Dan untuk menghentikan manuver yang dikhawatirkan masih akan bermunculan dan hanya bersifat merintangi kerja KPK, maka KPK sebaiknya segera membuka penyidikan atas laporan masyarakat tentang dugaan tindak pidana merintangi penyidikan KPK dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP yang disangkakan kepada Setya Novanto," sambung Petrus.

Dikatakan anggota Perhimpunan Advocat Indonesia (Peradi) ini, dalam Laporan tersebut, Fredrich Yunadi merupakan salah satu orang yang diduga kuat sebagai pelaku di dalam upaya merintangi kerja KPK, dengan cara membuat laporan polisi ke Bareskrim Polri, melarang Setya Novanto memenuhi panggilan KPK, baik untuk didengar keterangan sebagai saksi maupun tersangka di KPK dan menggugat pembatalan SK. Perpanjangan cekal ke PTUN, sekalipun dasar hukumnya sangat lemah. (NNC)

Reporter : France
Editor : Obor Panjaitan
Komentar

Berita Terkini