|

Hanya Karena Menunggak BPJS, Bocah Klas II SD Dipulangkan Pihak RSU Sundari

Ket Gambar : seorang bocah kelas dua SD bersama ibunya , bocah yang menderita penyakit tifus dan demam berdarah terpaksa harus dipulangkan pihak Rumah Sakit Umum Sundari dalam kondisi lemah tak berdaya.


Medan-Sumut | Media Nasional Obor Keadilan Minggu ( 12 / 11 / 2017 ). Sangat menyedihkan, hanya karena  menunggak Premi sebesar Rp 1,3 juta seorang bocah kelas dua SD yang menderita penyakit tifus dan demam berdarah terpaksa harus dipulangkan pihak Rumah Sakit Umum Sundari dalam kondisi lemah tak berdaya.

Sungguh aneh tapi nyata, dan benar terjadi. Lalu siapa yang disalahkan, pihak Rumah Sakitkah, BPJS kah, masyarakat kah atau Pemerintah. Meski sudah bermohon kepada pihak RSU Sundari dan petugas BPJS Kesehatan tetap tidak ada solusi. Andika bocah kelas dua SD itu akhirnya dipulangkan pihak Rumah Sakit meski sempat di dirawat selama empat hari di RSU Sundari Jalan TB Simatupang, Sunggal.

Namun yang pasti sampai saat ini tak satupun pihak menjadi dewa buat Andika. Bahkan Surat Keterangan Miskin yang diberikan Camat Medan Helvetia samasekali tak dianggap oleh pihak RSU Sundari. Padahal sesuai dengan peraturan, khusus bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung prmerintah melalui Program Bantuan Iuran (PBI).

BPJS Kesehatan sebelumnya bernama ASKES (Asuransi Kesehatan) yang dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero), namun sesuai UU No.24 tahun 2011 tentang BPJS, PT. Askes Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014. Program BPJS Kesehatan yang sudah beberapa tahun bergulir itu ternyata seperti benang kusut. Terbukti masih banyak masyarakat  pemegang kartu Jamskesmas dan  Jamsostek  kepersertaannya belum dialihkan sebagai peserta BPJS Kesehatan dan PBI.

Jadi sudah seharusnya, pemegang kartu Jamsostek maupun Jamkesmas  kepesertaannya akan otomatis menjadi peserta BPJS PBI yang iuran bulanannya ditanggung oleh pemerintah, dengan catatan kepesertaanya masih aktif. Sesuai dengan data tahun 2016, BPJS Kesehatan menyebutkan ada 180 juta orang penerima manfaat dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Lembaga ini mengklaim Program JKN-KIS telah menyumbang sebesar 152,2 triliun bagi kesehatan masyarakat. Sayangnya, kontribusi ini sama sekali tidak bisa dinikmati bocah Kelas II SD Andika P. Silalahi(8) tersebut. Bocah yang tubuhnya demam tinggi itu sudah empat hari opname di RSU Sundari. Panasnya mencapai 40 derajat. Hasil diagnosa dokter menyebut bocah ini menderita penyakit tifus dan demam berdarah (DBD).

Hingga kini, kondisi kesehatan murid kelas dua SD ini belum pulih total, meski demamnya sering naik- turun. Sesekali ia meringis kesakitan, karena perutnya melilit  bila rasa sakit itu datang. Andika hanya bisa menangis menahan sakit.

Berdasarkan penuturan Yenni (orangtua Andika), ia membawa Andika ke Rumah Sakit dengan harapan bisa mengandalkan JKN-KIS, namun ‘kartu sakti’ itu sama sekali tak berguna. "Kartu BPJS anak saya ternyata sudah nonaktif, karena nunggak iuran yang belum saya bayar sebesar Rp 1,3 juta. Belum lagi dendanya. Jadi karena itu saya nggak bisa pakai kartu BPJS itu,” tutur Yenni dengan nada sedih.

Andika yang terbaring di RSU Sundari di kamar Kelas 3, Ruangan Mawar. Wajahnya pucat, perban  masih terlihat membalut tangannya yang membengkak. Andika hanya mengandalkan air infus sebagai penopang asupan makanan ke dalam tubuhnya.  Yenni Ibunya menyendokkan tiga jenis obat ke mulutnya, mulai dari Parasetamol, Camidryl dan Dhionicol. Tiga jenis obat itulah yang dikonsumsi Andika, sesuai resep dokter.

Namun saat mendengar biaya rumah sakit sudah mencapai angka 1,6 juta, Yenni langsung panik. Ia mendesak pihak rumah sakit agar Andika diizinkan untuk dibawa pulang. Andika akan dirawat di rumah. “Pulang saja, Kami gak sanggup bayar biayanya sama tunggakan BPJS itu,” pinta Yenni sedih sesaat setelah dokter memeriksa perut anaknya dengan stetoskop. Dokter itu tidak menghalangi keluarga untuk  membawa Andika pulang.

“Kalau pasien umum, kapan saja boleh pulang. Gak apa-apa. Tapi kalau dia pasien BPJS gak bisa. Musti nginap, minimal lima hari,” ujar dokter dengan ramah. Yennie ketakutan jika anaknya tetap diopname. Ia mengkhawatirkan pembiayaan akan membengkak. Sementara, di tangannya sama sekali tak ada duit. "Macam mana saya enggak minta pulang. Saya orang miskin. Gak ada uang saya. Suami saya pengangguran. Saya minta tolong ke BPJS gak bisa. Jadi gak tau lagi kami mau berbuat apa,” ungkap ibu muda itu terbata-bata.

Ibu rumah tangga ini sudah menghadap ke BPJS cabang yang ada di rumah sakit tersebut. Namun pihak BPJS Kesehatan tidak memiliki solusi. Petugas BPJS Kesehatan marga Lubis itu hanya mengatakan, kartu BPJS Kesehatan Andika baru bisa aktif, jika tunggakan premi dan dendanya dilunasi. “Itu pun tidak bisa cepat, karena kami harus mengirimkan laporannya lagi ke (kantor) pusat,” terangnya.

Non aktifnya kartu JKN-KIS bernomor 001475987365, menjadikan Andika otomatis berstatus pasien umum. Artinya semua pembiayaan ditanggung oleh pasien. “Hari ini obat juga tak lagi dikasih. Gak diperiksa dokter lagi. Padahal anakku ini masih mengeluhkan sakit di perutnya,” terang Yenni.

Sesuai data   bulan September 2016, BPJS menyebut, ada 1.452.550 orang miskin di Sumut. Data itu memakai parameter, disebut warga miskin jika berpendapatan perkapita/ bulan Rp 413.835 (warga kota) dan Rp.388.707 (warga desa). Data kemiskinan inilah yang selalu menjadi perkara. Mengapa Andika tak bisa merasakan manfaat BPJS Kesehatan dengan klaim kontribusi 152 triliun. Padahal bapak ibunya pengangguran,  dan sudah lama keluarga ini terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).

BPJS Kesehatan mengklaim saat ini sudah 180 juta orang terdaftar sebagai peserta program JKN-KIS. Peserta itu merupakan gabungan dari program sebelumnya seperti Askes, Jamkesmas, TNI, Polri dan Jamsostek. Pemerintah menyebut telah membuat sistem agar seluruh peserta Jamkemas, Askes dan Jamsostek terintegrasi ke dalam program JKN-KIS. Tapi kenyataannya apa yang terjadi, nama Andika sama sekali tidak masuk didalam Database.

Namun Anaknya Andika  tetap dikenakan pasien umum. "Silakan dilaporkan saja ke Dinas Kesehatan dan Ke Dinas Sosial, supaya nanti nama Andika bisa diajukan diselipkan masuk kepesertaan BPJS Kesehatan," saran  petugas BPJS itu di Rumah Sakit Sundari.

Sementara itu, dikutip dari situs BPJS Kesehatan, sebuah laporan menuliskan, Pemprovsu telah menambah kuota PBI dari APBD 2017. Penambahan kuota ini sesuai kesepakatan perjanjian kerja sama antara kantor Kedeputian Wilayah Sumatera Utara – Aceh BPJS Kesehatan bersama Pemprovsu tentang kepesertaan PBI yang didaftarkan melalui Pemprovsu.

Terpisah Aktivis Pemulung, Uba  Pasaribu saat berkunjung ke RSU Sundari untuk melihat kondisi Andika menjelaskan, Saat ini peserta PBI, yang ditanggung iurannya di APBD Pemprovsu  khingga Juli 2017 sebanyak 241.869 jiwa. Sementara jumlah kuota PBI sesuai SK Gubernur Sumatera Utara sebanyak 282.607 jiwa. Artinya masih ada kuota 40.738 jiwa lagi yang bisa ditanggung iuran BPJS Kesehatan oleh APBD Sumut.

“Kuota lebih ini seharusnya bisa dialihkan kepada anak miskin yang sakit seperti Andika,” terang Uba Pasaribu. Lebih jauh Uba mengatakan, dalam persoalan seperti yang dialami Andika ini. Negara wajib hadir, Tidak boleh absen. Sebab persoalan seperti ini menumpuk di masyarakat bawah, seharusnya merekalah yang lebih membutuhkan program JKN-KIS. Sehingga tak heran kita akan temukan orang-orang seperti Yenni ini, yang LL panik dan nekat membawa anaknya pulang dari rumah sakit, karena ketiadaan uang,” tandasnya. (Sofar Panjaitan).
Komentar

Berita Terkini