|

Ketum Asprindo Harap Covid-19 Jadi Momentum Reorientasi Kebijakan Perekonomian Indonesia

Foto: Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (Asprindo) H. Jose Rizal (ke 2 dari kanan) dalam acara penyaluran Bantuan Presiden kerjasama Kemensos dan Asprindo di Gedung GIC Depok, Sabtu (4/7).
Depok| Media Nasional Obor Keadilan, Sabtu (4/7), Covid-19 yang menyebar ke seluruh dunia ini telah melahirkan krisis yang melanda seluruh dunia. Secara ekonomi, krisis ini disebut-sebut setara dengan The Great Depression yang melanda dunia tahun 1930-an. Atau serangan World Trade Centre AS 9 November 2001 dan keruntuhan Lehman Brothers yang menandai krisis keuangan dunia tahun 2008.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (Asprindo) H. Jose Rizal dalam acara penyaluran Bantuan Presiden kerjasama Kemensos dan Asprindo di Gedung GIC Depok, Sabtu (4/7).

Pandemi COVID-19 ini kata Jose Rizal telah menimbulkan disrupsi pada skala dunia setidaknya pada empat pilar, yakni disrupsi kemanusiaan (kesehatan, keamanan dan ibadah keagamaan), rantai pasok, produksi, konsumsi dan segera nampak krisis keuangan dunia.

Dampak fatalnya lanjut Jose pertumbuhan ekonomi dunia mengalami kekerdilan seperti yang diperkirakan oleh JP Morgan pertumbuhan ekonomi dunia minus 1.1% serta IMF memproyeksi ekonomi jatuh dan tumbuh minus 3%.

Kecepatan globalisasi yang telah berlangsung selama kurang lebih dua puluh lima tahun terakhir telah menyebabkan sebagian besar penduduk  dunia jauh tertinggal.

Jose juga mengatakan bahwa ketimpangan global terjadi dimana 20 persen penduduk menikmati 83 persen ekonomi dunia sedangkan lapisan penduduk  termiskin hanya mendapatkan 1 persen.

"Oxfam mencatat bahwa pada tahun 2019, 2.153 orang paling kaya di dunia yang umumnya ada di negera-negara kaya lebih besar kekayaannya dibanding 60% penduduk dunia paling miskin yang umumnya ada di negara-negara miskin.
Sementara, di Indonesia sendiri menurut Credit Suisse (2018), 1% orang terkaya menguasai 46,6% kekayaan nasional dan 10% orang terkaya menguasai 75,3% kekayaan nasional," ujarnya.

Menurutnya, ketimpangan ini dipastikan akan tetap berlangsung jika negara tidak melakukan intervensi dan koreksi secara terstruktur atas perekonomian nasional kita.

"Tanpa intervensi, pelaku ekonomi di level UMKM, tidak akan pernah naik kelas. Yang kaya akan tetap kaya, dan yang miskin akan tetap miskin. Dan kondisi ini lebih diperburuk dengan pandemi Covid-19, dimana pelaku UMKM menjadi pihak yang paling depan dan paling rentan terdampak penurunan atau hilangnya lahan usaha dan mata pencaharian," tegasnya.

Ketum Asprindo menyebut bahwa dalam beberapa kiris ekonomi yang terjadi di Indonesia, meskipun UMKM menjadi pihak yang paling terdampak, namun UMKM sekaligus menjadi jaring pengaman.

"Ini mungkin seperti paradoks. Tapi logika ini sederhana. UMKM sangat lentur merespon krisis. UMKM yang rontok selama krisis, akan kembali menggeliat jika diberi stimulus. Dan karena skala ekonomi yang begitu kecil, pengaruhnya terhadap makro ekonomi nasional tidak signifikan, namun berpengaruh di tingkat mikro," jelasnya.

Kondisi ini jelas Jose tentu sangat berbeda jika usaha besar mengalami gulung tikar dan meninggalkan persoalan pengangguran dengan segala kerumitannya.

"Ke depan, pasca pandemi, kita mungkin akan menyaksikan arus de-globalisasi sebagai koreksi terhadap proses globalisasi yang mengandung ketidakadilan dalam hubungan negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang maupun antar golongan kaya dan miskin di internal negara-negara," katanya.

Oleh karenanya kata dia, ide de-globalisasi merupakan kebutuhan dari setiap negara untuk memperbaiki format pembangunan yang lebih berkeadilan.

"Dalam skala Keindonesiaan, kita membutuhkan reorientasi perekonomian domestik yang memberi perhatian dan porsi memadai terhadap pengusaha di level UMKM," terangnya.

Menurutnya, jika pondasi pengusaha UMKM kuat, maka perekonomian nasional tidak akan mengalami guncangan hebat setiap kali terjadi krisis, mengingat bahwa UMKM pada dasarnya lebih mengedepankan human investment ketimbang artificial consumption sebagaimana perusahaan-perusahaan multinational company.

"Karena itu, pada kesempatan ini, melalui Kementrian Koperasi & UMKM, kami sangat mengharapkan agar momentum pandemi Covid-19 ini dapat benar-benar digunakan untuk melakukan reorientasi kebijakan perekonomian kita dengan menguatkan pondasi UMKM. Untuk itu stimulus ekonomi dari pemerintah menjadi sesuatu yang tidak bisa ditawar," jelasnya.

Dia menambahkan bahwa Asprindo siap untuk menjadi mitra strategis pemerintah dalam melakukan pembinaan, pendampingan dan penguatan UMKM. (Red)
Komentar

Berita Terkini