|

PT. ADEI P&I Diduga Kangkangi UU 39 Tahun 2014, Bebas Tanpa Hambatan

Foto : Kantor Perkebunan PT. ADEI P&I Kebun Mandau Utara, di Jl.lintas Pekan Baru-Dumai km. 101 Desa Semunai, Kab. Bengkalis, Provinsi Riau.
OBORKEADILAN.COM| Bengkalis-Riau| Sabtu, (21/03/20) Sejak di terapkannya Peraturan Menteri Pertanian dan Perkebunan No 98 Tahun 2013 dan UU 39 Tahun 2014 tentang perkebunan sejak 2013 lalu sampai saat ini PT ADEI Plantation & Industri kebun mandau selatan dan mandau utara belum merealisasikan hak warga masyarakat disekitaran areal HGU miliknya.

Salah satunya adalah sistem kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit Pola Kredit Koperasi Primer Untuk Anggota atau yang lebih dikenal dengan Pola KKPA. Padahal seyogianya sistem tersebut adalah kewajiban yang harus dijalankan oleh pemilik perkebunan kelapa sawit diseluruh Indonesia sesuai dengan Permentan no. 98 Tahun 2013.

Sanksi yang didapat dari para pemilik usaha / perusahaan perkebunan yang tidak menerapkan sistem ini juga tidak tanggung-tanggung, izin HGU bisa saja dicabut apabila setelah dilakukan tiga kali surat peringatan, namun hal itu sepertinya bukanlah menjadi hal yang harus dipikirkan oleh perusahaan raksasa milik asing tersebut, pasalnya, sudah sepuluh tahun sejak Peraturan Menteri itu diterapkan tidak ada tindakan bahkan teguran dari dinas terkait atas pelanggaran yang jelas-jelas dilakukan oleh perkebunan yang berkantor di Jl. Lintas Duri - Pekanbaru Km. 101, desa Semunai, kab. Bengkalis provinsi Riau itu.

LSM Gerakan Memperjuangakan Amanah Rakyat ( LSM-Gempar ) kab. Bengkalis menemukan kejanggalan dalam proses penerapan Pola KKPA PT. ADEI P & I, Heriwan. P ketua DPC LSM Gempar Kab. Bengkalis mengatakan, bahwa pihak management perusahaan tersebut baru akhir-akhir ini saja terlihat mulai melakukan pendekatan dengan masyarakat untuk mensosialisasikan penerapan Pola KKPA," baru ini aja mereka mulai mengurus itu, selama ini kemana aja?, padahal seharusnya itu sudah harus ada sejak 2013 lalu sebagai perubahan dari sistem Kebun Plasma masyarakat, ujarnya.

Kami sudah menyusuri hal tersebut ke masyarakat, dan memang belum ada terealisasi dari pihak perusahaan, akhir-akhir ini memang ada mereka mengadakan pertemuan dan sosialisasi dengan masyarakat, tetapi sebagian besar masyarakat merasa tidak terima dengan sistem penerapan yang mereka buat, karena pihak perusahaan sampai saat ini hanya menerapkan sistem" bapak angkat "saja, artinya kebun milik masyarakat itu nantinya direplanting dengan dibiayai oleh perusahaan, selanjutnya ditanami, dan dirawat oleh pihak perusahaan tetapi kemudian masyarakat diminta membayar lagi keperusahaan secara bertahap, sebagian besar masyarakat tidak setuju akan hal itu. Tambah Heriwan menjelaskan.

Yang tidak disetujui oleh masyarakat bukan tentang bayaran cicilan nya, tetapi penerapannya itu yang tidak tepat menurut mereka, seharusnya penerapannya mengacu ke UU 39 tahun 2014 tentang Perkebunan Pasal 20, Pasal 20A ayat (1),pasal 21, dan Pasal 33, salah satunya adalah perusahaan perkebunan harus mengeluarkan 20% dari HGU mereka untuk masyarakat, nah lalu pengelolaannya boleh berupa koperasi sesuai PERMENTAN 98 Tahun 2013 melalui KKPA.

Fungsinya hampir sama saja dengan sistem Plasma, pola KKPA atau kebun rakyat tujuannya untuk menyetarakan ekonomi masyarakat sekeliling areal HGU perusahaan, karena dengan adanya perusahaan perkebunan, ruang gerak masyarakat akan sangat terbatas sementara PT ADEI P&I sudah kantongi izin HGU sejak dari tahun 1991, dari jamannya Orde Baru pun sudah ada aturan untuk KKPA hanya namanya saja yang berbeda, sampai saat ini tidak pernah ada itu mereka terapkan, saya sudah puluhan tahun disini, belum ada penerapan mereka untuk sistem itu, tutup Heriwan.

Sementara itu, kepala Desa Semunai, Umar B. saat dikonfirmasi oleh awak media diruang kerjanya mengatakan, bahwa sejak dulu perusahaan tersebut menjanjikan sistem KKPA tersebut, namun sampai sekarang pelaksanaannya tetap tidak ada, " kalau pt adei tu, sejak dulu-dulu pun dah mau buat itu, tapi sampai sekarang ini tidak ada hasilnya, mereka hanya berjanji dan berjanji saja tetapi pelaksanaannya tidak ada. Ujar Kades yang juga Tetua serta tokoh adat suku asli setempat.

Terpisah, Kepala Desa Kuala Penaso, Izandri S sos juga mengatakan hal yang hampir senada, bahwa sejauh ini belum ada sistem tersebut diterapkan oleh PT. ADEI untuk masyarakat sekitar HGU mereka, " Setau saya selaku Kepala Desa memang belum ada, tetapi kalau baru-baru ini memang ada mereka buat pertemuan di dusun Jihat desa Penaso hanya saja saat itu saya sedang tugas luar jadi saya tidak bisa ikut hadir, namun kendati demikian agar lebih jelasnya cobalah tanyakan ke Pak Jamal dulu, karena beliau yang ditunjuk sebagai ketua koperasinya, ujar Kades Muda yang baru-baru ini bertatap muka dengan presiden RI itu menjelaskan.

Pihak management PT ADEI P&I melalui Senior Humas K. Manullang saat dikonfirmasi lewat saluran aplikasi Whatsaap mengenai hal tersebut menjelaskan, bahwa untuk saat ini sistem Pola KKPA tersebut sedang diurus oleh pihaknya namun terkendala oleh program TORA yang diluncurkan oleh pemerintah pusat, " untuk saat ini pihak BPN sedang menjalankan Program TORA kelanjutan sosialisasi di kantor camat, jadi Pola KKPA belum kami mulai, nanti kalau legalitas lahan sudah selesai dari BPN barulah masuk ke Pola KKPA, untuk saat ini baru itu yang bisa saya sampaikan dari management PT ADEI P&I, ujar Manullang dalam penjelasan singkatnya.

Padahal, yang sebenarnya menjadi dasar persoalannya adalah, kenapa baru sekarang hal itu akan diterapkan, dan ironisnya, aturan Perundang-undangan yang di " Kangkangi " selama ini tidak terpantau oleh pemerintah dan dinas terkait, selama puluhan tahun diduga telah terjadi pelanggaran yang disengaja namun bisa berjalan mulus tanpa pengawasan, miris. (*)

Reporter : Kaperwil Riau
Editor : Redaktur 
Penanggung Jawab Berita : Obor Panjaitan
Komentar

Berita Terkini